Hanya segelintir orang yang mengetahui nomor hp Angga. Dan subuh-subuh betul dirinya terbangun ketika mendapati banyaknya miscall dan pesan masuk pada ponselnya. Dengan setengah nyawa, Ia melihat-lihat pesan masuk yang terpajang di ponselnya sendiri dan mendapati pengaduan Vino terkait apa yang diperbuat pekerja-pekerjanya kepada St. John. Angga yang begitu bingung harus berbuat apa terhadap pekerjanya, langsung bersiap-siap menuju KOPILOG untuk meminta penjelasan dari mereka. Hukuman mereka bergantung pada penjelasan dari mereka, dan Angga benar-benar tidak suka membiarkan nama KOPILOG untuk jauh lebih jatuh daripada yang sudah terjadi.
Café baru dibuka pukul 8 namun dirinya sudah bersiap-siap berada di dalam café pukul 7 pagi menunggu orang-orang yang datang. Namun alangkah terkejutnya Angga ketika memasuki bagian dalam dikarenakan dirinya sudah mendapati seluruh pekerjanya sedang tidur pulas di bagian dalam café dengan berbagai macam bunyi-bunyian nafas yang bahkan dirinya tidak bisa jelaskan.
Ternyata mereka semua tidak pulang ke tempat tinggal masing-masing malah lanjut bermain kartu sampai mereka tertidur di dalam KOPILOG.
Angga memasang muka garangnya sambil menuju saklar lampu bagian dalam dan menyalakan lampunya. Orang-orang ini memang penuh kejutan. Setelah diteliti ternyata ada 3 muka asing yang tidak bekerja disini dan malah tidur-tiduran di dalamnya. Ya. Mereka adalah Gege, Dika, dan Bule dengan muka penuh coretan.
"BANGUN!" Angga teriak untuk membangunkan semua orang namun mereka hanya bergerak sedikit dari tempat mereka tidur.
"BANGUNNNNN!!!" Teriaknya lagi. Orang yang pertama bangun malah Bule yang langsung tersadar bahwa dirinya dalam masalah besar. Bule yang kalap dengan reflek membangunkan Dika dan Gege yang tertidur di dekatnya. Mampus, pemiliknya beneran serem. Pikir Bule.
"LO BERTIGA BANGUNIN JUGA YANG LAIN SEBELUM LO PADA KABUR!" tanpa memprotes permintaan Angga, mereka bertiga membangunkan yang lainnya dengan susah payah. Masing-masing orang yang terbangun begitu kaget dan panik melihat kehadiran Angga yang sedang menyilangkan tangannya dan memasang muka garang.
Setelah beberapa lama mengumpulkan kesadaran, Evan, Aldy, Theta, Sam, dan Ocha berbaris di depan Angga dengan jantung yang berdegub begitu cepat. Gege, Bule, dan Dika tanpa pamit langsung keluar berlari, lagi-lagi mereka kabur meninggalkan Evan yang sedang dalam masalah.
Burung sedang berkicau dan matahari mulai memasuki ruangan menyelinap melalui kaca KOPILOG, namun mereka semua belum ada yang berani berbicara. Kehadiran Angga masih membekukan pergerakan mereka.
"Gue tunggu sampai hitungan ketiga kalau gak ada yang ngomong apa yang terjadi gue akan menghukum semuanya..." seluruh orang tampak panik.
"Bos Angga, bukannya gue mau sok pahlawan, tapi gue ingatkan bahwa gue gak ada sangkut pautnya dengan semua ini..." jelas Ocha yang berhasil membuat Angga menaikkan satu alisnya.
"Kita cuma main kartu sampai pagi kok Bang." Tambah Aldy.
"Gue dapet pesan dari Vino pagi ini. lo semua gak usah bohong lagi." Bantah Angga dengan nada datar. Semuanya begitu bingung setelah memikirkan bagaimana St. John tau bahwa pelakunya adalah mereka. Seharusnya tidak seperti ini.
"Pasti kalian semua mikir bahwa kalian gak akan ketahuan dengan masker yang kalian pakai kemarin kan? Tapi ada salah satu orang yang menulis 'do not mess with us bitj! – kopilog' dibawah gambar rusa." Semua orang langsung melihat ke arah Ocha dengan tatapan melotot.
"itu bukan gue. Spirit animal gue yang membuat gue melakukan itu. Jadi pada dasarnya ini tetap bukan kesalahan gue Kapt..." balas Ocha dengan nada meyakinkan. Dan sebelum Angga dapat berkata lebih lanjut, Evan dengan gugup mulai berkata-kata.
"Ini semua ide gue. Gue gak suka sama St. John. Lo cuma perlu menghukum gue Bang. Bedasarkan film gangster bertato yang gue tonton, mental gue sudah siap kehilangan beberapa kuku kaki dan diceburkan berkali kali dengan kaki diikat dan kepala di bawah untuk menebus kesalahan gue Bang." Yang dipikirkan Angga saat itu adalah betapa bocah satu ini terlalu banyak menonton film gangster. Hanya karena dirinya bertatto, Angga tidak mungkin melakukan semua itu di Bandung. Berbeda halnya jika mereka sekarang tinggal di pedalaman NTT.
"Ba... Bang... E... Van... cu... Cuma... mem... membela kita... Bang..." tambah Sam yang mencoba membela Evan.
"Iya! Kemarin anak St. John datang kesini dan bikin ricuh di meja tengah itu, bahkan Arry sempet ngata-ngatain Sam juga. Terus waktu di OP's Tavern mereka juga merendahkan kita, dan dengan setengah sadar ditambah petunjuk Evan kita pergi kesana... Oh iya bener juga semuanya tetep ide Evan." Jelas Theta sambil menepok jidatnya. Entah mengapa dirinya memberikan informasi yang tidak diperlukan walau dirinya ingin melindungi Evan.
Angga yang daritadi menyimak, sekarang sedang menimbang-nimbang apa yang sebenarnya terjadi. Setelah cukup lama terdiam, Angga mengambil hapenya dan memencet sebuah tombol panggilan kepada suatu nomor. Beberapa detik kemudian, orang yang dipanggil tersebut mengangkat telfonnya.
YOU ARE READING
Harta, Takhta, Barista.
Teen FictionEvan Fernando, seorang mahasiswa abadi dan pengidap sinestesia yang dapat mencium aroma sebagai warna, terpaksa menjadi barista karena kelakuannya sendiri. Di dalam timnya terdapat berbagai orang aneh mulai dari Aldy yang terlalu overprotektif terh...