Semenjak kejadian Evan yang dipecat, KOPILOG tidak lagi memiliki atmosfir yang sama seperti sebelumnya. Angga mulai emosi dengan alasan tidak jelas ketika dirinya sedang memantau cafenya sendiri. Segala macam kesalahan kecil yang sebelumnya tidak pernah dibahas dan dipermasalahkan menjadi seakan-akan merupakan hal yang sangat penting sehingga Angga berani membantai pekerjanya di depan pelanggan yang datang.
Angga menjadi bom waktu! Dan hanya Aldy yang mengerti mentor kesayangannya tersebut. Menurut Aldy, Angga sedang panik ketika mendapati bahwa tidak ada kandidat yang lebih baik untuk menggantikan Evan disini. Banyak sekali barista berpengalaman yang mengantre untuk bekerja disini, namun semuanya tidak pernah lulus tes yang di berikan oleh Angga. Semuanya memang berpengalaman, tapi dengan jam terbang Angga yang sudah lama menjadi barista, dirinya akan langsung mengetahui batasan mereka.
Menjadi barista itu tidak mudah. Angga banyak menyaksikan berbagai macam anak didiknya yang putus ditengah jalan hanya karena tidak pernah memenangi lomba dan berakhir dengan mereka yang berpikir bahwa mereka tidak berbakat akhirnya menyerah dan kabur.
Angga berubah. Angga menjadi seperti orang stress dan menjadi pemurung. Dirinya terlihat sedang menghisap rokok di suatu sore hari pada sebuah kursi di bagian luar KOPILOG ketika Aldy mendatanginya.
Sore itu matahari terlihat bersembunyi dibalik awan. Mungkin matahari juga sedang merasa terintimidasi dengan tatapan Angga yang siap untuk menerkam siapapun yang datang menghampirinya. Tapi Aldy tidak takut. Aldy duduk di depan Angga sambil membakar rokoknya dengan korek Angga. Angga meliriknya tajam dan Aldy seakan tidak terusik dengan tatapannya. Dirinya hanya berfokus agar Angga dapat mempercayainya kembali.
"Kenapa lo gak jaga? Bukannya gue udah bilang di pertemuan sebelumnya kalau barista harus sadar prioritasnya?" tanya Angga dengan nada mengecam.
"Ada Theta Bang. Lagian lagi gak ada pesenan." Angga tidak bereaksi. Dirinya memandang ke arah lain seakan memberikan syarat bahwa dirinya tidak sedang berada pada mood untuk berbicara lebih lanjut.
"Bang, gue janji sama lo. Pertandingan kali ini gue akan melakukan yang terbaik. Gue gak akan kecewain lo lagi!" Apa yang dikatakan Aldy membuat Angga melirik penasaran dengan apa yang akan dikatakannya. Seakan Aldy dapat membaca apa yang sedang dipikirkannya, Angga mulai melunak melihat Aldy yang begitu mengerti tentang dirinya.
"Gimana caranya gue bisa percaya sama lo? Lagian bukan itu permasalahannya. Kita selalu tanding 4 lawan 4. Dan sekarang kita kekurangan orang. Terlebih lagi emosi gue udah membuat Evan pergi dari sini. gue udah biarin KOPILOG kehilangan orang yang berharga."
Ah! Lagi-lagi Evan. Aldy mulai kesal dengan Evan. Dirinya tidak habis berpikir mengapa Angga begitu menganggap diri Evan berharga sehingga kepergian Evan membuatnya sangat terpuruk seperti itu "gue akan buktiin ke elo Bang! Dan mungkin gue bisa cari kenalan gue yang dapat ngebantu kita Bang. Dan gue janji bakal bikin Theta dan Sam berkembang sebelum pertandingan." Ah! Theta dan Sam. Keduanya memang tidak bisa dibandingkan dengan Aldy soal kemampuan. Dan apa yang ditawarkan Aldy merupakan ide menarik yang sebelumnya belum pernah terpikirkan oleh Angga. Daripada memperbanyak cabang, lebih baik memperkuat akar.
"Oke, pegang janji lo itu, gue akan berikan kesempatan buat lo sekali lagi. Mulai sekarang lo boleh cari 1 orang lagi yang menurut lo bisa membantu kita dan sekaligus lo harus bisa membuat Theta dan Sam berkembang dalam waktu singkat." Aldy menerima permintaan Angga dengan baik. dirinya merasa bertanggung jawab lebih sekarang. Dan dirinya tidak akan mengecewakan mentor yang dikaguminya ini!
"Gue... Gue berharap sama lo Dy. Dan jangan buat gue kecewa lagi!" Angga lalu pergi sambil menepuk pundak Aldy seakan-akan memindahkan beban yang sudah diembannya sendiri kepada Aldy. Aldy ingin menunjukkan bahwa tanpa kehadiran Evan dirinya dapat membuat Angga bangga. Ia ingin memberikan kesan kepada Angga bahwa tanpa Evan KOPILOG dapat menang kali ini. segala kecemburuan yang terdapat pada diri Aldy dan ditambah watak kerasnya membuat diri Aldy juga berubah.
Jika saja, jika saja Angga melihat diri Aldy seperti Angga melihat diri Evan... pasti dirinya akan merasa sangat senang. Dan satu-satunya cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menjalankan misi yang hampir mustahil ini.
YOU ARE READING
Harta, Takhta, Barista.
Teen FictionEvan Fernando, seorang mahasiswa abadi dan pengidap sinestesia yang dapat mencium aroma sebagai warna, terpaksa menjadi barista karena kelakuannya sendiri. Di dalam timnya terdapat berbagai orang aneh mulai dari Aldy yang terlalu overprotektif terh...