Altheta Sebasti, wanita yang berbeda umur hanya satu tahun dibawah Evan. Merupakan sosok wanita mandiri yang selalu sayang kepada keluarganya. Mempunyai 2 adik perempuan yang berbeda jauh umurnya menuntut dirinya untuk menjadi dewasa sebelum waktunya semenjak dirinya di bangku sekolah. Theta memang merupakan sosok yang akan terasa langsung akrab ketika pertama kali ia bertemu dengan orang lain.
Namun jika dilihat kembali jauh ke belakang. Theta juga merupakan salah satu orang yang terlihat tidak ramah kepada Evan. Maklum saja, bagi Theta orang seperti Evan yang datang dengan segala kesombongannya adalah orang yang paling dibencinya. Namun entah kenapa pada malam hari ini Theta terlihat menjadi orang yang pertama kali mengajak Evan keluar untuk makan bersamanya. Bahkan ketika dirinya mengajak Evan pergi keluar, lagi-lagi aromanya berubah dari warna "kuning terang" menjadi "hijau lumut" sebuah warna yang terkesan hangat. dan hanya aroma yang dikeluarkan Theta yang seakan memberikan kesan bercerita kepada Evan.
Entah sejak kapan Theta menjadi seperti ini dihadapan Evan. Mungkin karena Evan tidaklah seperti laki-laki manapun yang mencoba mendekatinya dengan cara yang sudah-sudah. Evan selalu saja menyimpan trik di dalam otaknya untuk membuat Theta tertawa dengan segala konsep reverse physcologynya.
Mereka berdua sampai di tempat makan pilihan Theta yang bernama warung sate Bu Ngantuk. Sebuah warung sate yang menjual sate asin pedas dan terkenal karena buka 24 jam. Sesampainya disana, mereka berdua memesan sate atas nama Evan dan hendak untuk menyebrang ke jalan untuk mendapatkan tempat duduk. Malkum, pelanggan di warung ini memang lebih sering duduk dipinggir jalan yang berada pada sebrang warung tersebut. Dan saat menyebrang, Evan menyadari betapa menggemaskannya Theta ketika mendapati Theta yang terlihat ketakutan ketika ingin menyebrang.
Saat itu Evan sudah berhasil menyebrang, ketika Theta malah masih terlihat was-was ketika sedang mengukur kecepatan motor-motor yang lewat di jalan tersebut. Tangannya dijulurkan ke depan dan langkahnya maju mundur ragu-ragu. "Woi gue gak bisa nyebrang! Bantuin gue dong, gimana sih Lo!" teriaknya dari sebrang jalan. Evan tersenyum dan berjalan kembali menuju tempat Theta berdiri. Tapi bukannya membantu Theta menyebrang, Evan malah mengerjai Theta saat menuntunnya berjalan, Evan dengan sengaja mendorongnya ke tengah jalan dan berteriak "HAYOLOOO!" seperti sedang menjahili anak kecil. Perbuatan Evan berhasil membuahkan cubitan keras pada lengannya.
Setelah menyesal menjahili Theta, sekarang mereka berdua telah terlihat sedang duduk menunggu pesanan mereka. Dan untuk beberapa saat, Evan mencoba menarik perhatian Theta yang bengong dengan berbasa-basi sambil mengatakan beberapa hal lucu kepada Theta. Untuk beberapa percobaan, Theta terlihat tertawa dan terdiam dengan perbandingan banyak terdiamnya dibanding tertawanya. Hal ini membuat Evan pusing 7 keliling karena baru pertama kali karena takut dikira orang yang sok asik oleh Theta. Daripada mengubur diri sendiri, Evan menyudahi basa basinya dan memilih untuk diam.
Sunyi tidak pernah menjadi teman ngobrol yang menyenangkan untuk orang seperti Evan. Dengan kesunyian seperti ini, membuat Evan yang tidak tau berbuat apa untuk menghisap rokoknya dengan kecepatan yang melebihi orang biasa. Begitu juga minuman yang telah dipesan oleh Evan, minuman tersebut juga dijadikan pelampiasan Evan terhadap sunyi yang ada.
"Gila, minuman lo udah mau abis aja. kenapa sih semua yang lo lakukan terkesan terburu-buru? Gak usah grogi gitu kali." tembak Theta kepada Evan.
"Eh udah gila lo ya? Yakali gue grogi. Elo kali yang grogi sampe diem terus main hape."
"Dih, males banget grogi sama lo! HAHAHA."
"The, gue pengen tanya sesuatu sama lo..."
"apaan?"
"Gue gak sebenernya gak suka basa basi. Jadi sebenernya lo udah sadar kan bahwa gue tertarik sama lo?" Theta hanya terdiam namun tampak santai sambil mengambil sate yang baru saja diantarkan ke mereka berdua.
"Ya... Gue gak tau, lo kan buaya..." AH INI DIA! Satu lagi yang sering terjadi dalam hidup Evan. Semua wanita yang sedang bersama Evan sering kali memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
"Oke The, gue pengen ngaku sesuatu. Sejak dulu, gue selalu gak bisa punya pacar yang serius karena 2 hal. Yang pertama, orang-orang gak bisa bedain kapan gue becanda dan kapan gue serius. Yang kedua, alasan mereka pasti sama semua, yaitu mengatakan bahwa gue begini ke semua cewek. Padahal enggak!"
"Ini apaansi? Lo pengen ngomong kalau lo serius sama gue?"
"IYA!" kata Evan mantab dan berhasil membuat Theta yang tadinya sedang bercanda-canda menjadi terlihat terdiam. "gue... gue pengen serius deketin lo! dan gue harap lo gak bakal nantinya mengeluarkan alasan-alasan gak jelas kayak yang udah gue sebutin tadi." Tambah Evan.
"Van... Gue-"
"Bentar dulu! Gue belum selesai ngomong. Yang gue maksut dengan serius itu adalah di diri gue sendiri The, gue pengen diri gue serius deketin Lo. Dan apapun pilihan Lo nanti pasti gue hargain. Gue bukan orang bodoh."
"Lo serius ngomong gini? Terus kalau gue sekarang juga bilang gue gak mau di deketin sama lo?"
"Ya bagi gue gak masalah. Anggaplah gue punya sebuah pintu. Lo bisa masuk atau keluar dari pintu itu, tapi gue gak suka kalau lo berdiri di pintu tersebut. Sampai sini paham konsep yang gue maksut?" Theta terlihat berpikir sebentar.
"Oke gue paham apa yang lo maksut, dan gue juga lebih suka kayak gini sih. Jadi biar semuanya jelas. Oke! Mulai sekarang gue pengen lihat effort lo! tapi gue ingetin kalau gue adalah tipe orang yang berdiri di depan pintu!" Ah, barusan aromanya berubah menjadi "ungu"!!! aroma yang menyebalkan.
Tegang yang ada di dalam diri Evan mulai menurun dan dirinya cukup legah dapat mengatakan semuanya kepada Theta. Mereka berdua mulai terlihat semakin akrab dan mengobrol. Theta juga mulai terbuka dengan menceritakan dirinya sendiri.
Theta mengatakan bahwa dirinya adalah tipe wanita yang tidak menyukai cowok manja. Hal ini disebabkan karena dia adalah anak tertua dan kedua adiknya itu perempuan semua. Dari kecil Theta memang sudah terbiasa menjadi tegas dan menjadi wanita dengan berbagai macam petualangan. Dirinya pernah sekali memilih untuk pulang naik angkot daripada dijemput supirnya, perbuatannya sudah dengan sukses membuat dirinya tersasar entah kemana.
Theta juga menjelaskan bahwa dirinya bekerja di KOPILOG bukan dikarenakan oleh uang. Ia ingin melatih dirinya sendiri untuk menjadi disiplin sekaligus bertanggung jawab. Cita-cita Theta adalah membuka café miliknya sendiri saat sudah punya modal nanti. Dan sekarang adalah saat yang tepat untuk mempelajari sistem yang ada, maka dari itu tidak heran jika Theta terlihat terkadang berada di balik meja kasir dan terkadang terlihat sebagai barista. Theta benar-benar ingin mempelajari semuanya dengan sisa waktu yang ada.
Eh tunggu dulu... sisa waktu yang ada? Ah iya, Theta lupa bercerita bahwa dirinya yang sebentar lagi akan lulus akan memutuskan untuk berhenti bekerja menjadi barista, dan mungkin melanjutkan studi sambil membuka kedainya sendiri di Jakarta.
Evan mulai membanding-bandingkan isi pemikirannya dengan Theta. Baginya, Theta begitu keren dengan segala pemikiran matangnya tentang hidupnya sendiri. Sedangkan Evan? Dirinya sendiri belum tau ingin menjadi apa setelah dirinya lulus. Dengan kondisi keluarganya yang lebih dari cukup membuat Evan tidak pernah sama sekali berusaha semaksimal mungkin melakukan sesuatu yang menuju ke arah duit. dan sisanya dilakukan Evan secara setengah hati.
"Gue capek. Ayo kita pulang." Akhirnya Theta yang daritadi sibuk berbicara mengenai dirinya meminta untuk pulang. Evan yang juga merasakan hal yang sama mengiyakan ajakan Theta dan ketika Theta hendak membayar, Evan malah mendahuluinya dan membayar semua tagihannya sambil berkata.
"Lo besok temenin gue latihan lagi kan? Kalau gitu kali ini biar gue yang bayar. Besok lo yang traktir." Theta yang sudah menyadari bahwa ini adalah trik modus dari Evan tidak mengeluh apa-apa. Dirinya hanya tersenyum dan mengikuti apa mau Evan.
Mereka berdua pulang bersama tanpa kata-kata.
YOU ARE READING
Harta, Takhta, Barista.
Teen FictionEvan Fernando, seorang mahasiswa abadi dan pengidap sinestesia yang dapat mencium aroma sebagai warna, terpaksa menjadi barista karena kelakuannya sendiri. Di dalam timnya terdapat berbagai orang aneh mulai dari Aldy yang terlalu overprotektif terh...