Evan sedang melihat-lihat menu yang terpajang di sebuah ipad sedangkan Felice telah memutuskan untuk memesan sebuah manual brew metoda V60 dengan beans ciwidey proses honey. Melihat Evan yang kebingungan, Djulian dengan ramah menawarkan bahwa hari ini mereka mempuyai house blend baru untuk minuman espresso based mereka dan menawarkannya kepada Evan untuk dibuatkan latte. Saat itu aroma tubuh Djulian terasa "hijau daun", warna yang membuatnya rileks.
Evan yang sebenarnya tidak memiliki keinginan spesifik terkait apa yang ingin dirinya minum langsung meng-iyakan tawaran Djulian. Setelah minuman dicatat, Evan yang berusaha memberikan impresi baik kepada Felice langsung mengeluarkan dompetnya dan memberikan kartu debit kepada djulian. Setelah struk keluar, kertas tersebut langsung diremukkan dan dibuangnya ke tong sampah untuk menghindari Felice membayar minumannya. Felice cukup terkesan dengan apa yang diperbuat Evan.
"lo emang suka kayak gini kalo ke cewek-cewek lain?" tanya Felice
"Enggak juga, soalnya kadang-kadang bisa lebih dari ini."
"Menarik, coba dong gue mau liat lo bisa impress gue apa lagi Van."
"Aduh jangan ditagih gitu dong, kalau gitu mah gue bingung mau ngapain..."
"Gimana kalau lo yang buat semua minumannya. Lo kan barista juga nih, gue bosan liat Djulian yang bikin. Ih pasti seru deh liat lo yang bikin," kata Felice sambil memegang-megang tangan Evan. Satu-satunya kelemahan Evan selain kelakuannya yang mirip kera adalah hidung belangnya yang tidak akan bisa dikontrol jika sudah ada kontak fisik yang bermain. Dirinya dengan pede masuk ke dalam bar setelah diperbolehkan oleh Djul sebelumnya.
Djul memberikan jalan kepada Evan dan menunjukkan segala keberadaan alat yang dibutuhkan. Sekarang Evan harus membuat sebuah latte hot dan manual brew! Sambil menunggu air untuk manual brew agar mencapai suhu optimal, dirinya mencoba membuat espresso. Felice dan Djul dengan wajah yang serius melihat Evan yang sedang beraksi. Mereka berdua mencermati dan mengukur seberapa baik kemampuan Evan.
Felice memasang seluruh fokus pada matanya untuk melihat Evan sekali lagi. Evan tidak menggunakan timbangan sama sekali ketika memasukkan bubuk kopi ke porta filter. Dirinya juga sekali lagi lupa flushing mesin espresso yang berguna untuk menstabilkan debit air dan suhu yang keluar. Segalanya membuat Felice bingung, apalagi ketika melihat cara Evan temping yang bisa dibilang asal-asalan. Cara Evan membersihkan porta filter yang telat di temping juga terlihat bar-bar dengan hanya mengelapnya sekali dengan tangannya. Professional biasa melakukannya kepada 4 bagian. Bagian atas, kuping, tangkai, dan bawah. Ah benar! Jika kita pikirkan ulang, Evan memang tidak pernah belajar membuat latte. Semua yang dilakukan Evan sekarang hanyalah murni dari ingatannya ketika melihat Aldy membuat latte.
Bahkan Evan sempat melakukan knocking (bagian porta yang sudah di temping diketuk dengan alat temper supaya bubuk kopi yang menempel dibagian samping jatuh ke arah dalam) pada porta filter. Teknik seperti ini sering kali menjadi permasalahan barista kurang pengalaman karena hal tersebut tidaklah baik. hasil knocking sering membuat channel (terdapat rongga seperti sungai di dalam bubuk kopi yang sudah dipadatkan). Jika terjadi channel, ekstraksi yang seharusnya terdistribusi rata di dalam porta filter hanya akan melewati rongga-rongga channel yang terbuat saat proses knocking. Dan sudah dipastikan rasanya tidak akan balance dan beberapa rasa yang harusnya keluar tidak akan muncul.
Walaupun espresso keluar dengan detik yang sesuai, tapi debit espresso yang keluar dari salah satu lobang tidak sama dengan lobang lainnya. Hal ini menandakan bahwa temping dari Evan tidaklah rata. Segala yang dilakukan Evan begitu buruk sehingga membuat Felice terheran sekali lagi apa yang sebenarnya dipikirkan oleh seorang Angga Aditya yang sudah menyebut nama Evan sebagai kartu As mereka.
Air panas baru mulai naik, dan sambil menunggu air tersebut, Evan mengambil milk jug dan memasukkan susu fresh milk ke dalamnya. Evan melakukan frothing susu tanpa mengeluarkan air yang terdapat pada nozel mesin espresso tersebut. Hal ini lagi-lagi merupakan kesalahan menurut Felice. Semua barista berpengalaman pasti akan mengeluarkan air yang terdapat pada nozel mesin sekaligus mengecek tekanan yang keluar sebelum melakukan Frothing. Evan salah! Sekali lagi dia salah!
Bahkan saat evan sudah menyalakan steamer susu, dirinya kesulitan menentukan posisi agar terjadinya stretching susu, di awal suhu sekitar 10-25 dirinya malah melakukan heating saja yang seharusnya sudah masuk ke proses twisting. Pada suhu sekitar 25-40 dirinya baru mendapatkan posisi untuk twisting yang sudah cukup terlambat. Malah pada suhu 40-60 proses stretching baru terjadi, karena terlalu banyak gelembung, Evan melakukan twisting sekali lagi hingga suhu mencapai 75 derajat. suhu yang terlalu panas tersebut dapat diketahui Felice melalui suara yang mengernyit dari susu dan asap yang keluar secara tidak wajar. Alhasil susu yang telah difrothing oleh Evan menjadi dry foam (foam yang dihasilkan kering dan bisa dikatakan gagal) begitu juga dengan bubble yang begitu banyak sehingga susunya terihat pecah-pecah.
Evan hanya tersenyum-senyum tidak memperdulikan orang-orang yang melihatnya. Terserah mereka mau berkata apa, tapi Evan sekali lagi sedang diatas angin. Dirinya mulai pouring membuat canvas pada espresso yang telah berada pada cangkir. Canvasing yang dilakukan Evan begitu kasar dengan perbandingan liquid dan foam yang tidak stabil. Hal ini dapat membuat canvas yang ada menjadi tidak stabil sehingga foam bisa saja hanya mengapung tidak menempel dengan liquid dibawahnya. Selesai canvasing, evan mencoba membuat 3 stack tulip dengan kekuatan yang berlebihan. Hasilnya begitu buruk dengan bentuk yang tidak jelas. Jangan bawa-bawa nilai simetris dan center pada gambar latte Evan. Foam yang keluar saja terlihat mengapung seperti pulau.
Latte hot Evan gagal total! Dirinya terlihat seperti orang yang belum pernah memegang mesin.
Setelah jadi, dengan senyum yang masih merekah di wajah Evan, dirinya kembali kepada stage manual brewing yang berada pada kanan stage espresso based.
Evan mulai melihat grind size yang ada. Hmmm terlalu halus menurut Evan, dan dengan segala keajaibannya dirinya memutar mesin grinder tersebut dengan brutal dengan menaikkan 2 nomor menjadi lebih kasar... hasilnya? Bubuk kopi menjadi sebesar pasir kasar dengan diameter sekitar 2ml. sangat kasar menurut Felice. Dan suhu disetting menjadi 82 derajat dengan pedenya. Mata Felice melotot melihat suhu yang menurutnya terlalu rendah tersebut. Setidaknya Felice yakin bahwa hasilnya akan under extract. Apalagi ketika melihat Evan yang melakukan pouring dengan debit besar dan total brewing time sekitar 1 menit lebih cepat dari seharusnya.
Warna yang dikeluarkan begitu jernih hingga orang lain akan berpikir bahwa cairan yang ada di gelas itu merupakan teh bukannya kopi. sudah terlalu banyak kesalahan logika yang ditunjukkan Evan kepada Felice. Djul yang mempunyai ekspetasi tinggi juga terlewat kecewa dengan apa yang dilihatnya. Felice yang benar-benar merasa tertipu, sudah tidak memperhatikan Evan yang ternyata memakai perbandingan 1:20!!! Tidak heran mengapa warnanya begitu jernih jika dilihat dari perbandingan luar biasa yang evan lakukan. 15 gram kopi dengan hasil sekitar 300ml air!!!
Namun apa boleh buat. Felice sudah cukup menyimpulkan bahwa Evan hanyalah omong kosong sebagai barista dan Angga hanyalah orang tua yang telah buta untuk menilai orang berbakat. Ya, tujuan Felice adalah mengukur kemampuan Evan bedasarkan instruksi dari Vino.
Setelah Evan selesai memuat kedua minuman tersebut, Evan berterimakasih kepada Djulian yang sedang memasang wajah senyum kecut dan mengajak Felice untuk duduk di suatu kursi outdoor. Masih ada beberapa hal yang mengganggu Felice tentang sosok Evan si kartu As ini. Djulian sebenarnya tidak terlalu mengerti tujuan Felice, dirinya hanya diberitahu lewat chat bahwa sebentar lagi Felice akan datang kesana membawa orang yang bernama Evan dan meminta izin Djulian agar Evan diperbolehkan memakai barnya.
Setelah gagal melihat kemampuan Evan, dalam hati Felice berjanji dia akan mengorek informasi berguna yang bisa digunakannya untuk kepentingan St. John! Sepertinya Felice akan menjadi lawan berat untuk Evan yang lemah akan wanita!!! Tuh lihat, Felice lagi-lagi membuka jaketnya dengan memperlihatkan bentuk tubuhnya kepada Evan sesaat setelah mereka duduk. Evan kembali tersenyum di dalam hati.
Hari ini hari yang begitu baik. pikir Evan.

YOU ARE READING
Harta, Takhta, Barista.
Novela JuvenilEvan Fernando, seorang mahasiswa abadi dan pengidap sinestesia yang dapat mencium aroma sebagai warna, terpaksa menjadi barista karena kelakuannya sendiri. Di dalam timnya terdapat berbagai orang aneh mulai dari Aldy yang terlalu overprotektif terh...