Dengan masing-masing mengendarai motor, mereka berdua pergi ke suatu tempat yang ternyata berada di depan café St. John untuk menyantap bakso kesukaan Angga. Saat itu jalanan terlihat begitu sepi dan hanya menyisakan kedua pelanggan dan tukang bakso tersebut. Angga menyalakan rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam untuk membunuh sepi yang ada.
"Bang, Aldy kemana?" tanya Evan yang memecahkan keheningan. Keduanya masih menghisap rokok.
"Gue gak tau. Padahal kemarin gue suruh dateng tuh orang." mangkok bakso diberikan pada keduanya dan mereka berdua mematikan rokok yang belum habis dihisapnya tersebut. Sambil memakan bakso, Evan baru terpikirkan hal yang paling penting dalam hidupnya. jarang sekali dirinya mendapatkan momen berdua dengan Angga seperti ini.
"Gu... Gue mau nanya... sebenernya gimana ceritanya lo bisa kenal Dimas?" tanya Evan dengan ketakutan. Dirinya takut kalau-kalau Angga menganggapnya kelewatan batas dan menyiramkan kuah bakso ke mukanya.
"Bukannya gue gak mau kasih tau. Tapi emang belum saatnya elo tau Van, lo percaya sama gue ini untuk kebaikan lo. Yang bisa gue kasih tau adalah Dimas juga seorang barista yang seangkatan dengan gue. Gue selalu berusaha menang dari dia dari segi apapun, dan semua kemenangan yang gue dapat hanya ketika Dimas sedang mencoba-coba Teknik baru yang belum pernah dia lakukan ketika kita lagi battle."
Dimas? Dimas seorang barista? Kenapa dirinya tidak memikirkan kemungkinan ini sebelumnya?
"Dan yang bisa gue janjikan ke elo. Kalau lo bisa menang melawan St. John, gue bisa bawa lo ke Dimas. Lo gak boleh bertanya tentang Dimas lebih dari ini!" Tidak ingin disiram kuah bakso, Evan menuruti apa yang diminta oleh Angga. Informasi tersebut sudah lebih dari cukup untuk Evan. Dirinya hanya membutuhkan pengingat kembali bahwa satu-satunya cara untuk bertemu Dimas adalah dengan membawa KOPILOG menang melawan St. John.
Mereka berdua kembali tenggelam dalam kesunyian. Untuk berkata-kata saja Evan sudah cukup sesak jika melihat tatapan yang sedang diperlihatkan Angga kepada dirinya. Evan sebisa mungkin menghindari dari kontak mata Angga dan dirinya malah mendapati Aldy yang sedang terlihat memasuki St. John!
Untuk apa Aldy memasuki St. John? Bukannya seharusnya dia sedang berlatih dengan tim KOPILOG? Awalnya Evan memang takut untuk memberitahukan apa yang dia lihat barusan kepada Angga yang menghadap ke arah yang berlawanan dengannya. Namun dirinya mempunyai feeling bahwa Angga pastinya akan ikut penasaran dengan keberadaan Aldy.
"Bang... Bang Angga! Aldy Bang..."
"Gue uda kasih tau lo Van, gue juga gak tau dimana Aldy." Kata Angga yang masih memakan baksonya.
"Bukan gitu bang... itu Aldy ada di belakang lo sekarang!" Evan sambil menunjuk ke arah Aldy yang sedang berjalan mendekati pintu masuk St. John dan hal tersebut membuat Angga terkaget dan menumpahkan beberapa volume kuah bakso ke kaki Evan. Evan terloncat kepanasan.
"Dasar anak gila. Van, ayo kita liat kelakuannya!" kata Angga yang sudah memberikan mangkoknya yang belum habis kepada Evan yang masih loncat dan membersihkan kakinya. Diikuti perintah seperti "Lo bayar dulu baksonya. Nanti gue ganti dengan ilmu!" lalu Angga berjalan dengan cepat dan disusul Evan yang terpaksa mentraktir Angga.
Keduanya memasuki ruangan St. John dan duduk di kursi yang tidak terlalu jauh dengan Aldy. Tidak terlalu jauh dan sekiranya akan cukup untuk mencuri lihat maupun mencuri dengar pada apa yang akan Aldy lakukan. Eh tunggu, sepertinya atmosfir ini tidak terlalu asing oleh Evan. Bahkan Evan terlihat tanpa sadar mengambil 2 menu dan salah satunya diberikan untuk Angga untuk menutupi kedua wajah mereka. "Pakai ini bang!" kata Evan, dan Aldy tanpa curiga melakukan apa yang Evan suruh.
YOU ARE READING
Harta, Takhta, Barista.
Teen FictionEvan Fernando, seorang mahasiswa abadi dan pengidap sinestesia yang dapat mencium aroma sebagai warna, terpaksa menjadi barista karena kelakuannya sendiri. Di dalam timnya terdapat berbagai orang aneh mulai dari Aldy yang terlalu overprotektif terh...