CANGKIR 13. Penyesalan Part 1

24 7 0
                                    


Alarm masih berbunyi, dan kamu adalah barista. Sebuah profesi yang tidak akan membuatmu mundur ketika plan A tidak berjalan. Sebuah profesi yang mengandung sebuah hasrat dalam terhadap rasa, aroma, proses, dan biji kopi. Kepalamu masih menolak utuk berfungsi pada pagi hari, dan Kasur dengan selimut hangat terus menarikmu dalam agar kamu tidak meninggkalkannya.

Evan sudah selesai mandi dan berganti baju ketika alarm yang disetel pukul 7 pagi berbunyi melalui hapenya. Dirinya sadar bahwa segala kejadian kemarin hari yang telah sukses membuat dirinya dibenci tidak akan bisa ditarik kembali dengan cara apapun. Apalagi terhadap Sam.

Diluar dari kejadian manis yang menimpanya kemarin malam, pikiran Evan sedang terbang membayangkan kata-kata Theta tentang Sam sebelumnya. Evan sepakat, Ia sudah keterlaluan ketika ikut menyeret Sam dalam uji coba membuat dirinya dikeluarkan dari KOPILOG. Semuanya masih menghantui Evan hingga dirinya tanpa sadar sudah berada di depan KOPILOG.

Evan masuk ke KOPILOG dan mendapati belum ada orang disana. Pintu masih terkunci dan dengan sabar ia menunggu orang lain untuk datang membukakan kuncinya. Sam lah yang pertamakali datang menyapa dengan senyuman selebar benua. Hal seperti ini menyakiti hati Evan, seperti luka yang diteteskan cuka. Senyum Evan melukai harga diri Evan.

"Pa... Pagi... Bang..." sapa Sam. Evan terkejut dengan sikap yang Sam berikan dan menyambutnya dengan tatapan sinis.

"SAM!" teriaknya dan berhasil membuat Sam kaget dan menjatuhkan kunci café yang dibawanya. Sebelum Sam berhasil mengambilnya kembali, tangan Evan sudah menyambar kunci tersebut dan memegangnya erat.

"Sebelum lo buka ini pintu dan masuk ke café gue pengen ngomong sesuatu buat lo!"

"Ma... Maaf Ba... Bang... Sa... Sam—"

"LO DIEM DULU! STOP MINTA MAAF!!! INI YANG BIKIN GUE GAK SUKA SAMA LO!" Teriak Evan, dan Sam hanya terkejut mendengarnya.

"Pertama, gue gak akan minta maaf sama lo! Kemarin emang lo yang salah! Kedua! Sekarang lo udah jadi kolega gue disini, dan gue gak mau ada temen gue yang direndahin nantinya sama orang lain! jadi mulai sekarang gue akan ajarin lo cara bertahan diri! Dan lo harus ikutin semua yang gue kasih tau! NGERTI?!"

Sam begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Evan. Teman. Dan tidak seperti Aldy yang selalu membantunya dan memperlakukannya seperti orang yang tidak berdaya, Evan malah ingin mengajarinya untuk bertahan diri sendiri menghadapi orang lain. ia langsung tersenyum lebar dan menjabat tangan Evan untuk berterimakasih.

"Stop pegang-pegang gue! kita belum sedeket itu! Nih kuncinya lo buka sekarang ni café!" perintah Evan. Kunci langsung dimasukan oleh Sam dan sebelum mereka berdua masuk, Evan memberikan satu perintah lagi.

"Sekarang sebelum kita masuk. Gue mau denger semangat lo! Sam coba teriak 'ANJING!!!'"

"O... OKE BANG... A.... ANJINGGG!!!"

"KURANG KERAS!!! LEBIH SEMANGAT!!! DENGAN SATU TARIKAN NAPAS SAM!!!"

"ANNNNNJINGGGGGG!!!!!!!!" Sam teriak begitu keras hingga membuat Evan kaget. Bagaimana seorang yang pernah mengidap autism ini bisa berteriak sekeras itu padahal ngomong saja tidak lancar? Bahkan Theta yang baru saja datang dan masih mengantuk tiba-tiba langsung segar mendengar teriakan Sam. Aroma tersebut terkesan "merah".

"SAM!!! KOK NGOMONG KASAR!? DIAJARIN SIAPA!!!" teriak Theta

Gawat, Evan belum mengajari Sam untuk berbohong, rencananya modul berbohong baru akan didapatkan Sam jam 12 siang nanti. Daripada kena tamparan Theta lagi, Evan buru-buru mengajak Sam masuk ke café dengan senyum lebar.

Ketiganya memasuki café yang masih belum berpengunjung dan bersiap-siap membersihkan café. Jika Ocha yang seharusnya menjadi kasir tidak datang, Theta akan menggantikannya. Makanya Theta langsung menuju kasir dan menghitung jumlah duit dan menyiapkan pecahan duit untuk kembalian pelanggan nantinya. Sam langsung menaruh tasnya dan memakai apron. Tanpa diperintah, Evan mengikuti apa yang sam lakukan.

"Ba... Bang Evan... sekarang, Sam... di... disuruh ajarin Abang... bi... bikin minuman!" Evan terlihat manggut-manggut dan menyimak.

"Ini... di... ba... bagian belakang... a... ada sirup... te... terus..."

"Stop Sam. Gue udah hapal semua yang ada disini. Di belakang ada 4 jenis sirup. Caramel, vanilla, lychee, dan simple sirup di botol yang stikernya dicopot. Di kirinya ada bubuk powder black charcoal, banana, taro, dan matcha. Satu bulan diperbudak membuat gue hafal tanpa kesulitan."

Theta hanya bisa terkejut melihat Evan yang ternyata tidak hanya bermain-main selama di bar. Tidak hanya pembuatan espresso. Daya intuisinya juga luar biasa.

"ya... yauda... ba... bang... ini di group ada... resep kom... komposisi minuman... di... dihafalin aja!"

"oke akan gue hafalin selama sehari ini. ayo kita mulai shiftnya."

Semuanya berjalan seperti seharusnya. Sam mulai untuk membuat espresso dan mengisinya di ember. Theta menjadi kasir yang terlihat menyenangkan dan ramah. Dan Evan... tanpa disangka pekerjaannya begitu cepat rapih dan bersih. Bahkan untuk gelas mana yang harus dipakai hanya membutuhkan sekali tanya lalu berikutnya Ia seakan sudah menjadi seperti orang yang berpengalaman di bar.

Hari itu Evan hanya diperbolehkan untuk membuat minuman non coffee selain espresso. KOPILOG memang tidak semewah St. John, namun kualitas rasa kopi yang ada disini harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan kopi dilakukan oleh Sam yang sudah lama bekerja disini.

Selama ini Evan mengira Angga hanya kasihan dengan Sam makanya ia diperbolehkan bekerja disini. Namun ternyata lagi-lagi Evan salah, berkeja sebelahan dengan Sam menyadarkan Evan tentang fokus luar biasanya ketika bekerja. Motorik Sam memang agak terganggu dengan kejutan-kejutan kecil pada otot lehernya, namun semuanya dapat dibantu dengan bantuan musik. Ketika membuat kopi Sam selalu menari-nari riang dan tersenyum lebar. Kadang pelanggan yang datang juga mengajak Sam foto dan menyebutnya sebagai Dancing Barista.

Theta yang dari tadi curiga dengan sikap Evan yang tiba-tiba menjadi baik kepada Sam menjadi legah ketika melihat mereka berdua sempat tertawa bersama. Bahkan Evan sempat mengikuti Sam untuk berjoget-joget sambil bernyanyi di dalam bar. Tanpa disangka suasana di dalam bar begitu ceria dan hangat saat itu.

Pelanggan KOPILOG juga tidak kalah menarik. Evan mendapati banyak sekali pelanggan yang menyebalkan seperti membuang puntuk rokok sembarangan padahal ada asbak di mejanya. Lalu ada pelanggan yang menempelkan permen karet di balik soucer (tatakan cangkir). Sampai ternyata banyak pelanggan yang selalu genit ke Theta dengan mencoba meminta instagramnya. Tapi semua itu masih kalah menyebalkan dengan jenis pelanggan yang satu ini.

Beberapa pemuda dengan bergaya necis nan parlente datang dengan perlengkapan kameranya menghampiri bar. Setelah memesan kopi, mereka terlihat membuangnya secara sengaja ke cangkir kosong hanya untuk mendapatkan foto yang menarik. Jika saja tidak pernah ada kata hospitality di kamus bahasa manapun, Evan sudah berjanji dengan diri sendiri untuk mengusir orang-orang seperti itu. Orang yang tidak menghargai tidak patut dihargai.

Baru sehari kerja sudah membuat Evan melihat betapa sulitnya menjadi orang di balik bar. Eh tunggu dulu, ternyata dia baru sadar bahwa segala jenis kelakuan pelanggan yang menyebalkan sering dilakukan oleh dirinya dan kawan-kawannya ketika nongkrong di café! Matanya perlahan terbuka dan seketika merasa sangat malu dengan dirinya sendiri.

Pintu kembali terbuka dan anehnya kali ini raut wajah Theta dan Sam berubah. Terdapat tiga orang yang sepertinya sudah dikenal oleh mereka berdua masuk ke dalam dengan seyum mencibir di wajah mereka. Ketiganya terlihat tidak asing oleh Evan, laki-laki paling depan terlihat tinggi dengan kemeja dan kacamatanya membuat wajah orang ini khas dan mudah diingat. Laki-laki kedua terlihat agak gendut dengan wajah oriental ditambah kacamata kotaknya dengan kulit super putih dan kotak rokok di saku bajunya, yang ketiga adalah wanita cantik dengan kulit sawo matang berambut gelombang sebahu. Ah! Evan baru ingat. Mereka adalah barista-barista dari St. John!


Harta, Takhta, Barista.Where stories live. Discover now