[08] Mark

1K 225 58
                                    

Suasana sekolah mulai sepi, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tapi aku masih duduk di bangku taman sambil bermain game cacing dan mendengarkan lagu melalui earphone dengan volume kecil.

"Nami," atensiku teralihkan kepada si pemilik suara yang baru saja memanggil namaku, membuat cacing yang sudah ku besarkan berubah menjadi makanan karena menabrak cacing yang lain.

Aku pun mendengus, menatap si perusak mood dengan tatapan sekesal-kesalnya. "Huft! lo lagi, lo lagi, ngapain sih lo?" tegurku dengan nada kasar. Ku lepas earphone yang masih terputar lagu Seventeen - Don't Wanna Cry.

"Nam, please! maafin aku! Aku nggak mau kita musuhan terus kayak gini Nam, kita satu sekolah! Jeno temen aku. Tapi, kamu dan aku seolah tidak saling kenal." Aku meletakkan ponselku setelah menekan tombol pause di aplikasi mp3ku.

"Nami, aku sadar aku salah. Aku nyesel dulu pernah mencampakkan sekaligus merundung Han Areum," tubuhku seperti mati rasa saat itu juga, sebuah nama yang sudah sangat lama tak terdengar di telingaku, kini terdengar lagi karena mulutnya.

"Mark," untuk pertama kalinya, ku sebut nama lelaki yang sudah lama ku blokir dari bibirku.

" Dari pada kamu minta maaf ke aku, mending kamu minta maaf langsung ke orangnya. Samperin dia yang sekarang sudah menjadi abu di rumah duka!" sarkasku sambil berlalu meninggalkan lelaki berahang besar itu. Telingaku menangkap langkah kakinya yang mengikutiku dengan wajah lusuhnya itu, lalu menarik pergelangan tanganku paksa.

"Nam, oke! Sekarang, kamu mungkin masih sangat membenciku. Asal kamu tahu Nami, kematian Areum bukan sepenuhnya kesalahan aku. Masih ada Chenle si anak orang kaya yang lebih parah merundung dia!" Mataku membulat, terkejut dengan penjelasan yang baru saja ku dengar dari bibir tebalnya.

"Oh, jadi ini tentang parah tidaknya merundung Han Areum? Mark! Harusnya kamu sebagai manusia sadar! Pakai hati dan pikiran kamu! Merundung bukan hal yang menyenangkan untuk si korban, kamu sebagai manusia harusnya melindungi perempuan lemah seperti Areum, bukan ikut-ikutan manusia laknat seperti mereka!" sarkasku lagi.

Lelaki itu mematung, menatap wajahku dengan tatapan kosongnya. Tangannya masih mencengkeram pergelangan tanganku. Sedetik kemudian, dia menghela napasnya pelan.

"Sepertinya, kamu harus tahu point penting dari kejadian ini. Alasan kenapa aku ikut merundung Han Areum." Ia melepas cengkeramannya.

Flashback

Mark, lelaki berkebangsaan Kanada itu memarkir sepeda yang sehari-hari menemani kemanapun ia pergi. Sebelum meninggalkan sepedanya disana, dikuncinya sepeda kesayangannya itu dengan gembok berinisial AM.

"Areum," atensinya tercuri oleh kehadiran sepasang anak manusia yang sedang melakukan pertemuan di dekat parkiran, membuat lelaki bernama Mark itu bergegas untuk sembunyi agar bisa memperhatikan gelagat mereka berdua.

Gadis itu menatap lelaki yang sedang memberinya secarik kertas. "Temui gue di Apartemen Chuncha. Ini nomor password kamarnya," ucapannya ditutup dengan kecupan panas dibibir sang gadis.

Tubuh Mark terasa panas melihat pemandangan itu. Areum, gadis yang merupakan pacarnya, ternyata diam-diam bermain asmara dibelakangnya. Rahang Mark mengerat dibarengi kepalan tangannya, lalu pergi meninggalkan lokasi.

Setibanya di dalam kelas, lelaki yang baru saja terbakar api cemburu pun meletakkan tasnya cukup kasar hingga mengejutkan seisi kelas karena suaranya yang keras. Tiap pasang mata menatapnya tidak senang saat ini.

"Mark! Santai aja kenapa sih?" sahutku karena terusik. Fokusku yang sedang menghafalkan rumus untuk soal ulangan Matematika hari ini pun terganggu.

NANA 2020 [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang