Hilang [26]

1K 118 64
                                    

Tubuhku telah sampai di apartemen keluarga Na. Tanganku terus menerus mengetuk pintu apartemen itu seperti orang gila. Padahal ada bel yang tertempel di sampingnya.

"Cheogi!!! Eommonim!!!" pekikku. Beberapa orang yang kebetulan lewat tampak memandangku aneh.

Ingin sekali bibir ini langsung memanggil nama Nana, tapi aku tidak mau membuat mereka bingung.

"Eommonim!!" pekikku lagi.

"Nami, ada apa Nak?" aku tersenyum singkat dengan penuh keterpaksaan. "Mianhae eommonim," kubungkukkan punggungku mewakili rasa penyesalanku dan segera masuk ke dalam apartemennya.

"Nami, wae?" suara Nana menyambutku setibanya di dalam. Tapi aku tak bisa melihatnya. Mataku terus menerus mencarinya seperti orang linglung.

"Nami, kamu kenapa nak?" sang wanita paruh baya itu menghampiriku, menyentuh lembut pundakku dengan suara paraunya.

"Nami... Kamu kenapa Nami?" suara Nana kembali terdengar di telingaku. Suaranya seperti berada di sampingku, tapi tetap saja aku tidak bisa melihatnya.

"Nana..." lirihku dalam hati.

Tubuhku terduduk lemas dan hanya bisa menahan sesaknya dada yang bergejolak. Bahkan air mataku pun sukar untuk menetes.

Suara derap langkah kaki dari luar sana kini menyeruak ke dalam ruangan ini. Suara itu berasal dari dua lelaki yang ku tinggalkan tadi. Entahlah, saat aku menangkap keberadaan Jaemin, aku merasa marah. Satu kata buat lelaki itu, lancang.

"Nami, kamu kenapa?" Jeno memelukku. Pandanganku masih seperti orang kalab. Berusaha mencari keberadaan seseorang yang kini tak bisa ku dapatkan.

"Nami, Nana ada di sampingmu!" seru Nana. Hawa dingin khas Nana terasa menyentuh punggung tanganku yang bersandar di atas lantai. Ingin sekali bibirku memanggil nama Nana. Dan... Kenapa aku tidak bisa melihat keberadaan Nana? Oke, aku sudah seperti orang gila sekarang.

"Nami, kamu istirahat di dalam dulu ya Nak. Sepertinya kamu masih kelelahan karena perjalanan menuju kesini kemarin." tangan hangat Nana eomma menyentuh dan membawaku ke dalam kamarnya.

Aku pasrah, dari pada tetap berada di ruang tamu itu dan di kerubungi oleh orang-orang yang tidak kuharapkan keberadaannya untuk saat ini.

"Eommonim," ucapku sambil menyentuhnya.

"Boleh tinggalin Nami sendirian disini untuk sementara waktu?" pintaku. Wanita itu mengangguk pelan, lalu mengecup keningku sebelum meninggalkanku.

Setelah wanita itu benar-benar menutup pintu kamarnya, aku pun segera memanggil nama yang sudah gatal ingin ku sebut namanya.

"Na..." lirihku.

"Nami..." lirih Nana. Aku masih mencari keberadaannya, tapi tetap saja nihil.

"Aku disini Nam," tangan dinginnya mengurung wajahku. Lega, itu yang ku rasakan. Aku tersenyum.

"Apa yang terjadi, Nam? Apa kau tidak bisa melihatku?" tanyanya dengan suara lemah. Air mataku sudah bisa menetes sekarang, waktunya untuk menangis sejadi-jadinya.

NANA 2020 [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang