[12] Kalung

997 189 89
                                    

Bagaimana bisa kelak aku menerima kepergiannya?Membayangkannya saja sudah membuatku rapuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaimana bisa kelak aku menerima kepergiannya?
Membayangkannya saja sudah membuatku rapuh.

-Kim Nami

--


Selamat datang di Story aku, Jangan pura-pura lupa menekan tombol ☆ untuk vote cerita ini.

🌸 Happy Reading 🌸
...............

Nana, lelaki itu berjalan sembari menendangi bebatuan kecil menirukan kebiasaan Nami sebagai bentuk memenuhi hasrat kerinduan kepada gadis yang akhir-akhir ini berusaha ia jaga jaraknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nana, lelaki itu berjalan sembari menendangi bebatuan kecil menirukan kebiasaan Nami sebagai bentuk memenuhi hasrat kerinduan kepada gadis yang akhir-akhir ini berusaha ia jaga jaraknya. Tiba-tiba, wajahnya mengulas senyum karena kasmaran. Ia ingat momen saat pertama kali dirinya merasakan yang namanya jatuh cinta kepada Kim Nami.

"Apakah gadis itu menyukaiku?"

Suara parau khas manula pun menginterupsi kegiatannya. "Hey, kau!" seru Nenek yang hari itu pernah ditemuinya. suara itu berhasil menyita perhatian Nana dan membuatnya berbalik kearah sumber suara.

"Halmoni!!!" balasnya sambil berlari menghampiri sang Nenek seperti anak kecil. Si nenek itu tersenyum, membayangkan jika dirinya sedang dihampiri oleh cucunya.

"Kenapa wajahmu muram sekali?" tegurnya.

"Dunia ini benar-benar tidak adil!" Nana mengerucutkan bibirnya, kesal dengan takdir yang diterimanya sekarang ini. Dihentakkannya pula kaki jejangnya ke tanah.

"Nenek habis berbelanja?" atensi Nana tersita oleh barang bawaan sang Nenek.

"Kau tidak lihat?"

Nana terkekeh karena ekspresi sang Nenek yang terlihat sebal dengan pertanyaannya. "Nenek kenapa selalu berbelanja ditengah malam seperti ini? Bahaya nek..." ucapnya sambil melempar bebatuan kecil ke jalanan yang sepi.

"Kya! Kau ini kebiasaan! Jangan melempar batu sembarangan! Kalau ada yang celaka karena batu lemparanmu bagaimana?" nenek itu memukul tangan Nana, tapi si Nana malah terkekeh.

NANA 2020 [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang