Ciuman Singkat [18]

995 139 99
                                    

Musim Semi, 8 Maret 2020

Hari ini Jeno mengajakku untuk menghabiskan akhir pekan di sebuah taman bermain yang terletak di pinggiran kota. Aku tidak bisa menjelaskan tempatnya secara detail karena aku tidak tahu letaknya secara persis dan ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kakiku disini.

Jeno menatapku dengan mata bulan sabitnya, memperlihatkan deretan giginya yang semakin menambah kadar ketampanannya dan sukses membuatku salah tingkah. Ah... Mengenai Nana, dia sengaja tidak membuntutiku sekarang ini. Saat aku bersiap-siap tadi, dia bilang kalau dia ingin aku menghabiskan waktuku bersama Jeno tanpa menghiraukan dia. Sejujurnya, aku sedikit kecewa mendengar ucapannya karena aku tak terbiasa kemanapun tanpanya.

"Kok bengong?" Jeno menyadarkanku dengan cara mencubit hidungku. Kualihkan pandanganku yang sebelumnya menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong menjadi menatapnya sambil meringis kecil.

"Nam, naik itu yuk!" dia menunjuk ke sebuah wahana yang diisi oleh beberapa manusia yang sedari tadi menyumbang suara teriakan terkencang di taman ini. Sebuah wahana semacam Dragon Tower yang mana pengunjungnya akan di naik turunkan secara tidak manusiawi. Bahkan melihatnya saja bulu kudukku sudah merinding. Kemudian, aku mengernyit sambil menggelengkan kepala untuk menjawab ajakannya.

"Kalo itu?" tunjuknya ke arah Roller Coaster. Gila! Kenapa wahana yang ia tunjuk selalu berbau ekstrem? Kali ini aku diam tak merespon.

"Takut ya? Hehe... Ya sudah, bagaimana kalau itu?" ia menunjuk ke arah gedung yang tertempel plang bergambarkan hantu. Membuat wajahku nyengir di luar kendali karena teringat oleh suamiku sendiri.

"Kajja!" Aku menggandeng tangannya dan berjalan kearah wahana hantu yang baru saja ditunjuknya.

.
.

Setelah mengantri cukup lama untuk masuk ke dalam wahana, kami pun akhirnya mendapatkan giliran.

Mataku menatap intens wajah Jeno yang entah sejak kapan sudah berubah kepucat-pucatan. Membuatku memicingkan sebelah alisku karena heran.

"Kamu kenapa Jen?" tanyaku khawatir.

"Wae? Ada yang aneh?" tanya Jeno balik. Keringatnya tampak mengembun di area dahi dan pelipisnya. Aku yang melihatnya pun bergegas mengambil tisu yang kusimpan di dalam totebagku.

"Aku keringetan ya, Nam?" dia meringis menatapku saat tanganku sedang sibuk mengusap wajahnya.

"Apa dia takut masuk ke wahana ini?" batinku. Mataku mengabsen wajah Jeno yang berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Ayo Nam," Dia menghentikan aktivitasku dan membawaku masuk kedalam sana setelah staff wahana mempersilahkan kami untuk memasuki pintu yang didesain dengan beberapa cipratan darah khas rumah bekas terjadinya pembunuhan yang semakin menambahkan kesan horor.

Suasana gelap dan suara kicauan binatang malam kini sudah menyambut kami berdua. Sesuai peraturan, wahana ini hanya memperbolehkan minimal 2 dan maksimal 4 orang untuk masuk. Kebetulan saat mengantri tadi, aku dan Jeno berada di barisan paling belakang karena jam operasional yang sebentar lagi akan berakhir.

Kami berjalan mengikuti jalur yang sudah ditetapkan. Kurasakan genggaman tangan Jeno yang semakin kuat saat seperempat perjalanan di wahana ini. Tangan Jeno terasa sangat dingin, membuatku sempat salah mengira jika dirinya adalah Nana. Sontak aku pun tersenyum karena menyadari hal yang sempat membuatku curiga jika namja disampingku ini sedang dilanda ketakutan.

"Nam, agak cepetan dong jalannya." desak Jeno saat tubuh kami berdua sudah memasuki kamar mayat.

KYAAAAAAAA

NANA 2020 [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang