[13] Nanang atau Jenong?

974 168 102
                                    

Selamat datang di Story aku, Jangan pura-pura lupa menekan tombol ☆untuk vote cerita ini.

Happy Reading 🌸
...............

.
.
.
.

"Begitu? Yakin? Kamu nggak mau naik keatas sana dengan lega karena rasa penasaranmu yang sudah terjawab?"

"Yakin. Selama aku bisa menjagamu tanpa membuatmu jatuh cinta kepadaku, itu sudah cukup."

Mataku pun terpejam sangat erat, saat ucapan Nana masih aktif mengganggu pikiranku hingga sekarang. Ku lirik jam di dinding yang terletak di atas sofabed tempat Nana mengistirahatkan tubuhnya saat ini. Sudah jam 2 pagi, tapi mataku masih enggan ku pejamkan.

Kini, kubungkus tubuhku dengan selimut tebal yang biasa kugunakan, mengintip Nana dari dalam sana. Wajah teduhnya mampu menggetarkan hati, membuat air mataku menetes diluar instruksi. 

"Na, jangan pergi dulu ya," batinku.

⌞♪♪♪♪⌟

Jalanan di musim dingin saat ini cukup licin, dengan sangat hati-hati sekali, ku langkahkan kakiku menuju sekolah bersama hantu tengil, Nana.

Mataku meliriknya sekilas, lalu kutabur senyum di wajahku saat manik matanya ternyata sedang membalasku. Nana, lelaki itu benar-benar menepati janji saat aku memintanya untuk selalu berada disisiku.

"Eh, ada akang Jeno!" interupsinya saat pandangannya menangkap Lee Jeno yang baru saja turun dari bus dan berjalan kearah kami.

"Nam," sapanya dengan mata bulan sabitnya yang menyipit karena tersenyum.

Aku sedikit terkejut dibuatnya, karena ketangannya yang tak pernah ku kira. "Jeno, kok kesini? Nggak langsung ke Sekolah?" tanyaku heran.

Saat ini, posisi kami berada ditengah-tengah antara rumah dan sekolahku. Dan halte bus di depanku adalah tempat orang-orang menunggu bus dari arah rumah dan juga sekolahku.

"Pengen berangkat bareng kamu Nam, hehe" terangnya.

"Nam," suara berat lelaki itu terdengar serius secara tiba-tiba. Nana yang saat ini berada disisi kiriku juga tampak menyumbul karena terkejut dibuatnya.

"Wae?"

Jeno menatapku dengan senyum tipisnya yang terkesan memaksa, lalu menggenggam pergelanganku. "Itu... cincin kamu masih belum bisa lepas ya?" mata bulan sabitnya menatap intens jari manisku.

Jujur, aku gugup jika Jeno harus menanyakan tentang cincin ini seperti hari itu. Aku tidak tahu harus menjawabnya dengan kalimat seperti apa. Karena otakku benar-benar kosong jika harus membahas  cincin ini.

Kulirik Nana yang saat ini ada di sebelah kiriku yang sedang membuang muka menatap kearah lain. Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada Jeno?

"Sebenarnyaㅡ"

"ANDWAE!" tiba-tiba saja, hantu itu mencegahku sambil memegang pundakku dan hampir membuatku berkata latah.

"Jangan pernah mengatakan rahasia ini kepada orang lain. Terutama pacarmu!" aku pun terkejut saat itu juga. Padahal, saat Yuqi mendapati cincinku di hari pertama, Nana seolah bahagia sekali. Kenapa hari ini dia tiba-tiba berubah pikiran?

"Hm?" Jeno menunggu pernyataanku lebih lengkap. Tatapannya sangat dalam dan serius.

"Sebenarnya... aku sudah mencoba melepas cincin ini berkali-kali. Tapi, tetap tidak bisa." aku menjawab pertanyaannya sambil membalas tatapan matanya, takut.

NANA 2020 [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang