25

7K 247 32
                                    

   Talita melangkahkan kakinya dengan gontai menyusuri lorong koridor yang cukup senggang, karena tentu saja kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung disetiap kelas. Kecuali kelas X IPS-2, yang saat ini akan menuju perpustakaan untuk mengerjakan tugas dari guru bahasa Indonesia mereka_yang tidak bisa hadir lantaran tengah sakit.

Tapak kaki Talita sangat jauh tertinggal dari teman-teman kelasnya, seolah ada batu berat yang membuat langkah cewek itu menjadi sangat pelan.

Sebenarnya bukan kaki, namun hati yang lebih terasa berat, hingga membuat Talita begitu sesak. Dan seakan begitu singkron, semangat nya pun terasa menguap terserap habis oleh terik matahari yang mulai meninggi.

Bagaimana tidak, sejak kemarin Talita benar-benar dibuat kalang kabut oleh sikap Noah yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Bagaimana ia bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, jika Noah saja seolah lenyap ditelan bumi?

Bahkan semalam saat Talita mendatangi rumah Noah, entah kebetulan atau disengaja, cowok itu tidak ada ditempat. Dan yang lebih parah, pesan-pesan dan panggilan dari Talita tidak mendapat tanggapan satupun hingga sekarang.

Talita menarik nafas dengan berat saat pandangannya menangkap sosok yang saat ini tengah memenuhi fikiran. Dan tanpa berfikir panjang, cewek itupun segera melesat menghampiri Noah yang berada di koridor seberang.

Tampaknya Noah sedikit terkejut mendapati Talita yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Lebih tepatnya mem-blokade jalan, hingga membuat ia harus menghentikan langkah.

"No, gue mau ngomong." Kata Talita tanpa cela, sebelum kesempatan yang ia miliki hilang.

"Yaudah, kita duluan." Jay berucap, lalu kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti bersama Marvel dan Rion.

"Apa?" Tanya Noah tanpa minat, seraya memandang kepergian tiga temannya menuju ruangan rapat. Bahakan ia seolah enggan menatap kearah Talita.

Talita mengerjap seraya merasakan nyeri dalam hatinya, mendapati sikap Noah saat ini. Mungkin karena selama ini ia biasa diperlakukan begitu manis oleh Noah, hingga membuat dirinya terasa begitu rapuh mendapat perlakuan demikian.

"Kemaren... Nggak seperti yang lo liat..." Cicit Talita pelan. Bahkan suaranya seolah enggan keluar untuk berhadapan dengan sosok Noah yang acuh.

"Pegangan tangan?" Kini Noah yang bertanya dengan dingin.

"Kemaren Nando nembak gue, terus sangkin kagetnya, gue sampe nggak sadar kalo dia megang tangan gue." Jelas Talita dengan tegas. Mencoba menyingkirkan terlebih dahulu perasaan perih dalam hatinya.

"Terus lo terima?" Masih dengan datarnya Noah kembali bertanya. Seolah tidak mau menyadari bagaimana keadaan cewek yang ada dihadapannya.

Talita cepat-cepat menggeleng. "Nggak mungkin lah gue terima---"

Talita menelan pahit antara sesak dalam hati nya dan rasa frustasi yang menyeruak bersamaan. Menenggelamkan segala kalimat yang telah ia rancang untuk membuat Noah kembali luluh.

Karena nyatanya, sikap cowok itu saat ini benar-benar membuat Talita remuk.

"Udah, kan? Rapatnya udah mau mulai." Noah melirik arloji dipergelangan tangannya, mengakhiri pembicaraan dalam sepihak.

Tanpa suara atau anggukan, Talita hanya mampu menatap cowok dihadapannya dengan mata yang semakin perih. Membiarkan kaki jenjang Noah kembali terayuh semakin berjarak dengan dirinya.

Dititik ini akhirnya Talita sadar, semencoba kuat bagaimanapun ia selama ini, nyatanya ia hanyalah seorang perempuan yang berhati lunak. Hingga ia harus mati-matian menahan sesak agar air mata yang sudah menggenang tidak tumpah.

Couple GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang