"Shiro-kun¹!"
Pemilik nama itu tersentak. Kedua bahunya bergetar bersamaan dengan kesadaran yang berangsur-angsur terkumpul. Kepala yang semula terbenam di antara dua tumpukan lengan di atas meja, ia angkat pelan-pelan. Matanya agak berair dan sedikit merah. Tatapan itu bertemu pada wanita paruh baya, yang memegangi selembar kertas di sebelah tangan.
Shiroichi memang tak begitu terkejut tertangkap basah saat tidur di kelas. Ia bahkan terang-terangan melakukan hal tersebut meski duduk pada barisan kursi paling depan. Namun, bukan berarti ia sering melakukannya. Ia bersikap santai lantaran sudah terlalu sering dimarahi. Gendang telinganya sudah terlalu kebal untuk menerima segala omelan serta makian.
"Jangan kebanyakan tidur di kelas." Sang guru menyodorkan kertas yang digenggam. Suaranya tegas, tapi tak terdengar penegasan yang menunjukkan amarah. "Coba lebih banyak belajar lagi, lebih giat lagi, supaya nilaimu tidak jelek terus."
Usai berkata demikian, di balik wajah sayu sehabis bangun tidur, ia menyadari Shiro terlihat murung. Hal yang tak lumrah ia temui. Anak ini memang nakal, selalu buat ulah. Tetapi selama ini belum pernah menampakkan kemurungan di wajah itu.
"Kau kenapa, Shiro? Sedang ada masalah?" Nada suara sang guru melunak. Sedikit menunduk, ia tilik air muka anak itu lebih jelas lagi seraya bertanya selembut mungkin.
"Tidak kok, Sensei²." Dengan malas Shiro menjawab.
Sang guru tahu anak ini berbohong. Ia menyunggingkan senyum, dengan nada amat ramah berkata, "Nanti sepulang sekolah, mohon temui saya di ruang guru."
Shiroichi acuh tak acuh mendengar perintah itu. Pun tidak melihat tatapan meneduhkan yang tadi disodorkan padanya. Sibuk sekali ia perhatikan hal lain. Kemudian, terdengar langkah hak pantofel yang menjauh, menandakan sang guru telah kembali ke singgasananya.
Tiga.
Hanya itu nilai yang terlihat pada selembar kertas yang teronggok layu di atas meja. Bahkan angka yang terkadang bertengger di belakang koma pada nilai murid lain pun, tak sudi mendampingi. Lagi dan lagi. Angka sial ini rupanya belum lelah menghantui.
Shiro melirik keadaan di sebelahnya. Atau lebih tepatnya, pada angka milik teman sebangku yang bertengger manis di selembar kertas putih nan rapi, dengan tulisan teramat jelas dibaca dan tanpa cela sedikit pun. Angka yang menjadi pusat perhatiannya begitu gagah. Begitu sombong. Seolah mengejek dalam diam. Nilai yang sempurna.
"Maaf ... apa sudah boleh kusimpan?"
Lirikan Shiro beralih dari angka yang menyebalkan itu, ke wajah teman sebangkunya. Anak laki-laki berambut tipis dengan poni samping itu menunjukkan cengiran aneh. Cengiran yang bagi Shiro menandakan mental pecundang, tapi tentu saja bukan dalam hal akademik.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are My Dogwood [Extended Ver.]
RomanceTakasugi Shiroichi sudah tidak mau lagi menaruh harapan pada cinta. Ia menjadi seorang Casanova demi mempermainkan hal itu, mempermainkan kaum wanita yang telah menghancurkan kehidupannya. Hanya satu yang saat ini mampu menyelamatkan Shiroichi dari...