Ch.55 | End of Summer

70 16 0
                                    

Musim panas yang teramat kering baru saja berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim panas yang teramat kering baru saja berlalu. Kini dedaunan berwarna kuning, jingga, sampai kemerahan memenuhi pemandangan di sepanjang kota. Pemandangan yang sangat menyatu kala senja menyapa, karena keindahan dan rupanya yang sama. Dedaunan kering berjatuhan. Jalan kota bagai tertutupi oleh permadani, dari ujung ke ujung, dari sudut ke sudut.

          Sepasang roda baru saja lewat. Juga langkah dari sepasang kaki, yang mengiringi roda tersebut. Mereka melindasi dedaunan kering yang belum tersapu pada trotoar, serta pada pinggiran jalan. Dalam setiap pergerakan itu turut terlalui pula pohon-pohon yang masih betah meluruhkan beban dari tangkainya. 

          Sampai di depan gerbang sekolah, langkah itu terhenti. Membiarkan para pelajar lain yang semula jalan di belakang, atau jalan bersisian, mendahului untuk masuk ke sana.

          Gadis yang tengah terduduk di kursi roda ini mengatur napas serta mentalnya. Sang nenek yang mengantar pun, turut memandangi gerbang sekolah dengan perasaan campur aduk.

          "Sebetulnya bisa saja kau homeschooling lagi, atau pindah ke tempat khusus disabilitas." Nenek mulai angkat bicara, lalu bergerak mengubah posisi tubuh agar berhadapan dengan cucunya. "Tapi karena sudah diputuskan seperti ini, dan kau juga sudah bertekad kuat, maka tidak boleh kendur sedikit pun. Aku akan selalu siap siaga jika semangat itu sudah mulai goyah."

          "Oke. Aku akan mengandalkan Nenek." 

          Sudut mata Mizuki tertarik membentuk senyum. Bibirnya pun begitu. 

          "Kedepannya, Nenek tidak perlu sering-sering mengantar-jemput aku. Dengan usiamu yang sudah setua ini, mana tega aku membiarkan Nenek berjalan jauh terus setiap hari? Lagipula aku bukan anak-anak. Sudah sepatutnya mandiri dalam kondisi apa pun."

          "Dasar kau anak nakal." Nenek memitas gemas batang hidung Mizuki yang meresponsnya dengan cengiran jahil. "Biarpun usiaku sudah tua, staminaku tetap tidak kalah dengan anak seusiamu."

          "Iya ... iya. Aku percaya." Mizuki memeluk pinggang sang nenek. "Terima kasih sudah menemaniku."

          Kehangatan menjalar ke sekujur tubuh Ume, yang kemudian turut memeluk cucu satu-satunya ini. Ia usap kepala Mizuki dan menciumi kening penuh kasih sayang. Kekhawatiran akan anak ini tidak pernah pudar. Rasa sayangnya pun tentu demikian. Namun sekarang, ia juga harus mulai memberikan kepercayaan pada sang cucu. Kepercayaan bahwa Mizuki dapat melewati hari-harinya seperti biasa, meski dalam kondisi fisik yang tidak normal secara jelas.

          Mereka berpisah usai Mizuki berpamitan. Ume masih mengawasi cucunya yang menggerakkan sendiri kursi roda dengan penuh semangat memasuki gerbang, tersenyum penuh haru akan sikap optimis Mizuki yang tidak pernah hilang. 

          Ia pun berbalik dan berjalan pulang dengan perasaan lega. Semoga, hari-hari baik Mizuki tidak hanya ditampakkan dari luar saja.

          Tangan Mizuki cekatan mengatur laju serta arah roda. Ia menatap lurus kedepan, tersenyum sekenanya pada orang-orang yang melirik di koridor. Ada keterkejutan pada mimik wajah dari mereka yang melihatnya. Ada yang menatap prihatin serta iba. Ada yang memandang heran, seperti jarang sekali melihat disabilitas. Lantas berbisik-bisik. Entah membicarakan keburukan atau kebaikan.

You are My Dogwood [Extended Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang