11. Makan Malam

370 55 48
                                    

Masih masalah kolong meja, Jennie merasa kesal dibuatnya.

"Dasar doggie sialan,"

Setidaknya sudah hampir setengah jam ia terus saja mengucapkan mantera itu. Ditatapnya Kim Jinu yang kini duduk di hadapannya. Pria itu menampakkan raut tak enaknya pada Jennie.

"Aku kira itu mimpi,"

Jennie membelalakkan matanya. Mimpi? Jadi hal senyata itu masih ia pikir bahwa itu mimpi? Jennie tak tahu harus bagaimana menyikapi ini, kesal, marah atau maklum saja.

"Kau pasti sering mimpi basah," Entah mengapa dugaan jorok itu tiba-tiba tercetus dari mulut Jennie. Gadis itu terdiam dan merasa aneh dengan kosa kata yang ia ucap barusan.

"Aishh.. Lupakan saja!" Jennie beranjak dari tempat duduknya, namun sesuatu tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Sepertinya gatalku semakin parah," Ucap Jinu yang kini menahan lengan Jennie.

"La-lalu, apa hubungannya denganku?" Tanya Jennie. Sumpah ia tak peduli dengan alergi Jinu, lagi pula bukan dia juga penyebab munculnya ruam di kulit Jinu.

"Aku malu keluar ke apotek dengan keadaan begini-"

"Jadi kau menyuruhku untuk ke apotek, begitu?" Potong Jennie.

"Aku akan menunggu di mobil, dan kau yang beli obatnya!" Jawab Jinu dengan nada paksaan.

♡♡♡

Brakkkk.

Jennie membanting pintu mobil dengan keras hingga Jinu yang termangu beberapa saat yang lalu terkejut.

"Yakk!! Apa tidak bisa pelan-pelan," protes Jinu.

Gadis itu menyodorkan sebuah plastik kecil berisikan obat alergi pada Jinu, "Ini, simpan saja sendiri," ucapnya kesal sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Cuek saja, Jinu menerima bungkusan itu kemudian kembali mengemudi.

Sesampainya di rumah, Jinu mendapati Rei dan Bei tertidur di atas sofa ruangan tengah. Ia tersenyum kemudian mengusap lembut kepala kucing-kucingnya itu.

"Sayang-sayangku, kalian begitu menggemaskan," ucapnya.

"Yakk.. jangan sentuh mereka," Jennie menampik tangan Jinu.

"Apa masalahmu?!"

Gadis itu melotot, "Kau sedang alergi, bagaimana jika alerginya semakin parah?"

Jinu merengut, kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Jennie. Ia berjalan menuju dapur untuk meminum obat, dan makan beberapa kudapan.

Jennie duduk di samping Rei dan Bei, tiba-tiba gadis itu teringat pada 2 anjingnya yang ia titipkan pada temannya dulu.

"Kalian membuatku ingat pada Kai dan Kuma, kira-kira bagaimana ya, kabar mereka?" Gadis itu bergumam. Kemudian ia kembali melirik ke arah Jinu yang baru saja keluar dari dapur dan masih sibuk menggaruk-garuk kulitnya.

"Tak bisakah kau berhenti menggaruk, itu akan membuat alergimu makin parah," ujar Jennie. Pria di depannya hanya memiringkan kepala, kemudian kembali bersikap acuh pada Jennie.

"Aishh, dia itu, apa dia tak punya telinga?" Gurutu Jennie. Untuk sesaat ia terdiam dan kembali memegangi bibirnya, "Aku bahkan masih merasa sedikit canggung, lalu mengapa dia bersikap secuek itu?" Gadis itu merasa kecewa. Ia berjalan menatap ke arah jendela, pemandangan teras belakang rumah yang permai membuat Jennie kembali tersenyum.

'Pilih ruangan itu, atau buat tenda camping di teras belakang?'

Pertanyaan Jinu kembali terngiang di telinga Jennie. Rasanya seperti baru kemarin mereka bertemu, dan Jennie tak menyangka jika mereka akan berakhir dalam sebuah sandiwara 'pacaran' yang tak sengaja mereka buat.

Lovely Stranger [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang