25. Cover

302 40 36
                                    

Jinu berlalu begitu saja dari hadapan Bomi. Tak ada sedikit pun simpati dari matanya. Pria itu nampaknya telah berubah. Benar, 4 tahun bukanlah waktu yang singkat. Seseorang mungkin akan dengan mudah melupakan kesalahannya. Namun untuk sebuah luka yang renta, mungkin akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.

Bomi tak pernah berpikir untuk memanfaatkan kebaikan Jinu waktu itu. Hanya saja, pria bermata rusa itu begitu bersimpati padanya. Tanpa Bomi sadari, rasa itu bukan hanya sekedar simpati melainkan cinta.

Gadis itu menatap mobil yang menjauh dari hadapannya. Bulir-bulir air mata meluncur bebas ke pipi. Buru-buru ia menyeka air matanya. Tak lucu juga jika ia menarik banyak perhatian orang hanya karna menangis di pinggir jalan

♡♡♡

Dua sahabat itu tertawa, membuat bilik rumah sakit yang mereka tempati begitu ribut.

"Ssstttt." Gadis yang berbaju pasien itu menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Kecilkan suaramu! Kita bisa mengganggu pasien yang lain," pintanya. Gadis satunya --si penjenguk-- menjawabnya dengan anggukan. Namun, lagi-lagi ia terkekeh dan tertawa lagi. Begitu sulit baginya menghentikan tawa, apalagi melihat obyek di depannya yang nampak cengo menatapnya.

"Aishh ... Kim Jisoo," protesnya. Gadis yang disebut kini menutup mulut, dan kembali berusaha menghentikan tawanya.

Baiklah, butuh beberapa menit untuk dua orang gadis itu hanya diam agar tak kembali tertawa.

"Kudengar hari ini kau sudah boleh pulang?" tanya Jisoo pada gadis di depannya.

"Kau benar. Jinu oppa akan menjemputku nanti." Gadis itu tersenyum lebar, membuat Jisoo begitu gemas hingga memutuskan untuk mengacak rambut sahabatnya itu.

"Jennie-yaa, bagaimana bisa kau seimut itu? Pantas saja Jinu oppa sangat tergila-gila padamu," ucap Jisoo. Jennie haya terkekeh pelan.

Seseorang masuk ke ruangan itu sembari membawa satu plastik penuh buah.

"Wooahhh ... Mino oppa, mengapa repot-repot?" seru Jennie.

"Aku yang menyuruhnya," bisik Jisoo memberikan kode bahwa buah-buahan yang dibawa Mino adalah atas saran Jisoo.

"Hehe ... Semoga lekas sembuh, Jennie." Mino meletakkan bawaannya di atas nakas.

"Terima kasih. Kalian sangat baik padaku." Jennie tersenyum menatap sejoli di depannya.

Mereka bertiga mengobrol sejenak. Namun, Mino mengajak Jisoo untuk pergi setelahnya untuk kencan. Sekarang tinggal lah Jennie seorang diri di ruangan itu. Ia menatap lurus ke depan, dan cepat saja tenggelam dalam lamunan. Ia mengingat-ingat perjalanannya yang begitu panjang hingga bisa kembali ke titik ini. Jennie pun merasa beruntung dengan kehadiran Jinu di hidupnya saat ini.

"Semuanya terjadi begitu saja, Jinu oppa." Bibirnya melengkung dengan sempurnya. Memang seperti inilah jika ia sedang memikirkan Jinu. Tanpa ia duga si 'Doggie' menyebalkan itu kini telah merenggut hatinya dan tak mau melepaskannya.

Jennie meraba dadanya, gadis itu kembali tersenyum. "Hanya dengan memikirkanmu saja, itu sudah bisa membuat jantungku berdebar-debar."

"Yaa ... Memikirkan siapa?"

Jennie tersentak, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk. Dimana sudah ada seseorang yang berdiri di sana.

Aishh ... Telinganya tak selebar itu. Bagaimana dia bisa mendengarkan gumamanku? Batin Jennie.

"Eung ... Rahasia," jawab Jennie sok cuek. Orang tersebut berjalan mendekat ke arah Jennie, kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Yaa ... Kau mau apa Doggie jelek? Kya—" Jennie memejamkan mata seolah siap menerima hantaman yang mungkin saja akan diterima oleh kepalanya. Namun rupanya bukan itu yang terjadi.

Lovely Stranger [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang