13. Pernyataan

388 59 45
                                    

"Ah .. tidak.. tidak," Jinu mencoba menepis apa yang baru saja ia pikirkan. Namun, ditatapnya lagi wajah Jennie yang terlelap. Pria Kim itu tersenyum tipis, "Rest in peace."

Bodohnya Jinu yang melontarkan kalimat itu, langsung saja seperti otak sudah mengkomando Jennie yang semula pulas. PLAK! Sebuah tamparan melayang di pipi Jinu. Beberapa detik kemudian, Jinu memegangi pipinya dan menatap Jennie yang tiba-tiba bangun dengan linglung.

"YAKK.. KATTIE BODOH," seru Jinu tidak terima. Sedangkan Jennie masih tampak linglung, "Aku mimpi kau mengataiku."

Bodoh, itu bukan mimpi. Batin Jinu. Wajah tampannya menyiratkan raut datar seperti ikan. Bahkan tangannya masih menempel di pipi.

"Maaf," Jennie memasang raut manisnya yang terus terang saja nampak begitu menggemaskan. Jinu menghela napas pelan, "Ya, tidak apa-apa."

"Oh ya, aku memasak bulgogi. tapi ini sudah dingin, jadi aku panaskan dulu ya!" Ucap Jennie. Gadis itu kemudian memindahkan bulgoginya ke wajan dan menyalakan kompor.

"Kenapa kau tidur di meja makan?" Tanya Jinu. Jennie meliriknya sekilas, "Aku menunggumu pulang."

Jinu mengangguk paham, entah mengapa Jennie melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh para istri pada suami. Jinu tersenyum mengingat betapa manisnya sikap Jennie belakangan ini.

Yah.. dia membuatku nyaman. Besit Jinu dalam hati.

Tak berapa lama hidangan itu siap. Jennie membaginya menjadi dua dan menyodorkannya pada Jinu, "Selamat makan," gadis itu tersenyum manis.

Deg!

Jinu agak membulatkan mata, ia masih menatap Jennie dengan lekat hingga membuat gadis di depannya salah tingkah.

"Mengapa kau melihatku seperti itu?" Tanya Jennie. Gadis itu meremas-remas kaosnya dan menunduk. Rona merah menguasai wajahnya, dan tubuhnya mulai memanas. Gugup dan canggung. Tapi, senang juga. Aneh bukan, perasaan Jennie saat ini?

"Kau cantik," jawab Jinu. Ah. Ini gila. Bahkan pria itu mulai tak bisa mengendalikan apa yang akan mulutnya katakan. Sama halnya dengan Jennie, pria itu kini ikut gugup. Susah rasanya menyesuaikan moment, apalagi saat ini perutnya sedang lapar. Benar, Jinu lapar. Tapi hasrat makannya seolah tertunda sebelum ia bisa menyampaikan uneg-uneg dalam hatinya.

"Te-terima kasih," Jennie membungkukkan badannya sesaat, kemudian mulai menyendok makanan yang ada di piringnya. Ia terkejut ketika tiba-tiba Jinu meraih sebelah tangannya. Gadis itu menatap pria yang duduk di depannya. Ditatapnya wajah Jinu yang saat ini seolah bingung harus melakukan apa, "Ke-kenapa?"

Jinu mengatur napasnya, kenapa dahinya berkeringat? Padahal udara cukup dingin malam ini. Jinu mengusap dahinya dan menyeka keringat, diraihnya satu lagi tangan Jennie. Pria itu menggenggamnya cukup erat hingga membuat Jennie makin gugup.

"Ah. Entahlah!" Bodoh, mana bisa Jennie tahu apa yang akan dia ucapkan. Gadis itu memiringkan kepalanya. Mengapa Jinu tiba-tiba jadi aneh? Jennie benci dengan pikirannya saat ini. Tak mungkin 'kan Jinu mau mengungkapkan perasaannya.

Hanya dalam mimpimu saja Nona Kim! Tegas Jennie pada inner-nya. Greb! Makin erat. Jennie mebulatkan matanya, Jinu hampir saja membuat jemari Jennie patah jika dia menggengamnya lebih erat lagi.

"Jennie Kim," pria itu akhirnya membuka mulut. Jennie menatap wajah tampan di depannya, "Ya."

Jinu masih mencoba mengatur napasnya —sementara keringat masih mengucur di dahinya—, "Entah mengapa belakangan ini aku merasa sangat nyaman berada di sisimu."

Lovely Stranger [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang