Seventeen

489 23 1
                                        

Gravin merindukan kedua putra kembarnya. Rumah yang biasanya riuh karena Ghiffar sekarang sepi. Ia menelisik ke dalam sampai dapur. Dapur yang selalu membuat Zenda tersenyum jika membuat makanan. Peralatan masak Zenda masih tersimpan rapi.

Gravin mengambil panci kecil. Zenda biasa merebus air untuk mengetim coklat menggunakan panci ini. Gravin mengambil tepung beras, gula pasir, soda kue, vanili, telur, dan coklat batang. Ia masih ingat prosedur membuat brownies kukus coklat yang pernah ia buat bersama Zenda. Gravin menimbang tepung beras 150 gram, gula pasir 200 gram. Ia memarut coklat batang sebanyak 100 gram menggunakan parutan keju. Kemudian meletakkan coklat yang telah diparut ke wadah.

Gula pasir yang telah ditimbang dikocok bersama 4 butir telur dan vanili 1 sdt. Gravin tidak menggunakan mixer. Ia mengaduk dengan garpu searah jarum jam. Setelah gula larut, ia menambah tepung sedikit demi sedikit seraya mencairkan coklat batang sebanyak 50 gram. Ia menyimpan 50 gram coklat untuk hiasan di akhir.

Pengukus sudah ia panaskan tadi. Coklat yang leleh ia campur dengan adonan. Loyang berbentuk balok sudah dilapisi minyak agar tidak lengket. Gravin menuang adonan perlahan ke dalam loyang. Warnanya coklat menggugah selera.

😥

Gravin menikmati brownies kukus coklat yang sudah jadi. Biasanya kedua anak kembarnya akam berebut. Saat ini tak ada yang mengganggunya. Satu loyang penuh bisa ia nikmati sendiri.

Gravin belum mencuci peralatan memasaknya. Kalau Zenda masih ada, wanita itu pasti sudah mengomel panjang lebar. Ia masih meletakkan peralatan di washtable. Saat suapan terakhir masuk ke mulut, pintu rumahnya diketuk. Gravin membuka pintu. Seorang gadis berkuncir kuda tersenyum.

" Assalamualaikum paman. " Sapa gadis itu ceria. Gadis yang selalu bersama Rama ketika sang putra belum menempuh pendidikan militer.

" Wa'alaikumussalam, Breach. Masuk sini. " Breach duduk rapi.

" Em, sebenarnya Breach mau menyampaikan pesan Rama. " Breach duduk dengan gelisah. Ia bingung akan memulai pembicaraan dari mana. Gravin menyimak.

" Yaudah kamu santai aja dulu. Paman buatkan minum. " Baru Breach mau menolak agar tidak merepotkan, tetapi Gravin sudah pergi ke dalam. Tangan Breach berkeringat dingin. Ia benar-benar gugup. Suara tarikan dan hembusan napasnya terdengar.

Gravin membawa baki berisi minum dan potongan brownies kukus coklat. Breach meminum air putih dengan anggun setelah Gravin menawarkannya.

" Jadi kamu kuliah di Magelang? " Breach buru-buru meletakkan gelas ke meja. Ia menatap Gravin hormat.

" Iya paman. " Gravin mengangguk.

" Ambil program studi apa? "

" Teknik Sipil, paman. Breach pernah beberapa kali ketemu Rama, paman. " Gravin menatap penuh minat. Ia juga sambil menikmati keripik.

" Oh, selama pesiar Rama pergi sama kamu terus? " Breach menggeleng. Tidak setiap hari pesiar Rama gadis itu bertemu.

" Ah engga juga paman. Awal ketemu itu di bioskop. Breach bahkan gak tahu kalau Rama pendidikan di Magelang. " Gravin tersenyum. Anaknya yang satu itu benar-benar tidak terduga.

😥

Breach menenteng paper bag berisi brownies buatan Gravin. Tadi ia juga sudah mencicipi rasanya enak. Gravin merasa tidak sanggup menghabiskan satu loyang sendiri. Jadi ia membaginya ke Breach.

" Dari mana kamu tuh? Dicari papa tu. " Breach menyerahkan paper bag ke tangan mamanya kemudian berlari ke dalam mencari sang papa. Ia memang belum bertemu papa sejak pulang tadi malam.

Beloved Brave (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang