5

1K 74 7
                                    

Ghiffar melihat dengan serius. Tampilan layar masih hitam. Beberapa detik kemudian muncul wajah Zenda. Ia duduk dan memangku Ghiffar. Sedangkan Rama duduk di samping sang umi. Zenda mengawali video dengan senyuman manis. Ia mengecup pipi Ghiffar dan Rama. Air matanya segera mengalir. Namun, ia cepat menghapus aliran itu.

"Assalamualaikum abang. Apa kabar? Ze tahu sih abang baik. Seperti yang Ze lihat. Tapi abang tak mengenali Ze.

Jeda sebentar dalam putaran video karena Rama mengusili adiknya. Zenda membuat Rama sibuk dengan permainan sendiri kemudian melanjutkan video.

" Hehe. Lihat anak kito usil sekali. Haha. Indak tahu kenapa Ze buat ini. Rasanya sudah ingin menyerah saja bang. Tapi aku indak bisa egois gitu bang. Bagaimana dengan jagoan kito ini. Manis, tampan, cerdas, dan soleh ya bang Rama?

Iya

Nih si adik tidur malah.
Bang, aku tulis cerita keseharian aku dan kembar di file Gravinfamily abang bisa baca apa yang abang lewatkan selama ini.

Oh ya. Semoga video ini tak sampai padamu bang. Malu harus merengek seperti ini. Doakan aku ya bang. I always love you. Anywhere, anything, semoga selalu dalam lindungan-Nya sayang.

Wassalam. "

Layar kembali menjadi hitam. Ghiffar baru saja akan menghapus air matanya. Ia akhirnya dapat mendengar kembali suara sang umi. Namun, terdengar suara isakan. Ia menoleh sang abi yang selalu tegar kini menunduk dengan air mata yang mengalir. Ghiffar memeluk Gravin.

Rama tidak tahan dengan adegan mengharu biru. Ia masuk ke kamar orang tuanya. Baru mengingat ada satu amplop biru muda di dalam almari pakaian. Ia mencari di slot terbawah. Membawa ke atas ranjang. Kotak manis dengan motif garis-garis. Sederhana dan polos sesuatu yang sangat disukai Zenda. Ia membuka kotak. Mendapati amplop itu masih rapi. Namun, tulisan di belakangnya membuat ia segera kembali ke ruang tamu.

" Abi... " Rama mengangsurkan amplop itu. Gravin menatap dengan kabur karena sisa air mata. Ghiffar melepas pelukan ia Juga menatap ke arah amplop. Gravin membuka dengan agak tergesa-gesa. Tetapi masih hati-hati. Ia tidak ingin amplop serta isinya rusak.

Kertas terlihat lusuh. Ia membuka lipatan dan membaca isinya. Air mata Gravin semakin mengalir deras. Ia bahkan tidak sanggup membaca sampai akhir. Rama menatap adiknya dengan bingung. Karena dirinya masih berdiri. Sang adik yang duduk dekat dengan abi. Ghiffar mengedikkan bahunya. Ia masih mengeluarkan ingus dengan tisu. Rama mendekati sang abi. Menepuk-nepuk punggung abinya. Ia menghela napas panjang.

" Isinya apa bi? " Rama bertanya penasaran.

" Bukan apa-apa. Oh ya abi mau pergi sebentar lagi. Kalian di rumah berdua tidak apa-apa kan? " Gravin telah tersenyum. Namun, senyum paksa yang terlihat memilukan. Rama dan Ghiffar hanya mengangguk. Sang abi pasti memerlukan waktu sendiri. Mereka akan selalu mengizinkan.

Gravin beranjak masuk ke kamar.

" Bang, nanti ikutin abi yuk... " Ghiffar menempel ke Rama dan berbisik.

" Ngapain? "

" Aduh, emang abang gak khawatir sama abi. Terlihat tertekan begitu aku gak tega. Gimana kalau gimana-gimana bang? Atau di jalan dicegat nyi blorong kan serem bang, " Ghiffar menepuk keningnya pelan. Rautnya sangat lucu. Membuat Rama tertawa. Ghiffar kesal semakin cemberut.

" Ih abang malah ketawa sih. Kan bener? "

Hahahaha

" Kalian kenapa? Tadi nangis-nangis sekarang ketawa. "

Beloved Brave (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang