23

447 25 1
                                        

" Hah? " Akuifer membuka mulutnya. Dia masih bingung. Dia akhirnya melihat di belakang celana. Noda merah agak melebar. Akuifer segera berlari ke baraknya sendiri.

*

Pagi buta sebelum subuh Ghiffar sudah bangun. Matanya masih agak menyipit. Terompet subuh yang digunakan untuk membangunkan taruna belum dibunyikan. Ia sudah membawa peralatan mandi. Tembok yang ada di kamar mandi ditubruknya. Wajahnya terasa berdenyut-denyut. Mata yang tadi menyipit kini terbuka lebar. Ia menyentuh wajahnya yang terasa berdenyut. Tidak ada luka. Mungkin hanya memar. Ghiffar bergegas untuk mandi.

" Wajah kau kenapa Far, bonyok gitu? " Ghiffar merapikan peralatannya sesuai dengan ketentuan. Kalau tidak, ia bisa saja dihukum poltar. Ghiffar tersenyum lega setelah peralatannya tersusun rapi.

" Nabrak tembok kamar mandi, " Yoen tertawa keras. Ghiffar sudah tahu nanti akan jadi bahan ledekan. Ia melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. Sebentar lagi waktunya terompet subuh akan ditiup. Yoen membangunkan kawan satu baraknya yang belum bangun. Bisa jadi mereka akan dihukum berjamaah jika masih ada yang belum bangun. Yoen memang memiliki tugas menjadi sie yang membangunkan di barak Ghiffar. Meskipun Ghiffar yang sering bangun lebih pagi daripada Yoen. Sejak kecil Ghiffar memang tidak suka jika disuruh-suruh. Ia selalu melakukan kegiatan sebelum disuruh. Hal itu membuat Ghiffar menjadi nyaman. Ia akan sedikit moody bila sampai terlambat dari jadwalnya sendiri.

" Subhanallah Ustaz Ramadhan Ghiffari Bamantara sudah rapi, " Ghiffar tertawa kecil. Mereka masuk ke masjid bersama. Ghiffar tadi sudah berwudhu setelah mandi. Ia segera berbaris di saf depan. Suara muazin mengumandangkan iqomah segera membuat Ghiffar berdiri. Ia meresapi bacaan indah sang imam. Salah satu surah yang dibaca yaitu At-Taghabun. Surah favorit Ghiffar, ia sudah hapal dan sering melafalkan. Saat memiliki waktu luang jika pesiar, ia akan menyempatkan untuk memurajaah hapalan. Meski kegiatan pendidikan sangat padat, Ghiffar tidak ingin hafalannya hilang. Ia juga menambah hafalan meski sedikit-sedikit.

" Bharatutar Ramadhan Ghiffari Bamantara! " Seorang poltar berada di depan Ghiffar. Dirinya baru saja selesai mengikat simpul tali sepatu. Ghiffar sigap berdiri.

" Siap! " Ghiffar segera mengikuti arah sang abang poltar. Langit gelap beranjak terang. Namun, sinarnya belum memancar terang. Udara pagi ini terasa sejuk. Ghiffar selalu suka meskipun udara di sini tidak sesegar di rumahnya.

Bang Kolis mengajaknya ke tempat penyimpanan alat-alat drum band. Sehabis sarapan nanti memang ada jadwal latihan drum band Corps Cendrawasih. Alat-alat tersimpan rapi dalam tempat penyimpanan. Sebagai senior, Kolis memang sangat telaten mengajarkan kepada adik-adik lettingnya. Ia berharap corps drumband semakin maju. Adik-adik lettingnya pasti memiliki ide-ide baru yang masih segar untuk membuat corps drumband lebih baik.

*

Surat dinas yang berisi perintah kepindahan dinas Gravin telah sampai di tangan Gravin. Dirinya sudah memindahkan barang-barang ke rumah pribadinya. Barang lainnya akan ia bawa ke tempat dinas yang baru. Rumah pribadinya memang belum ditempati keluarga kecil Gravin. Kedua anak kembarnya masih pendidikan di akademi masing-masing. Ia juga masih menikmati menempati rumah dinas. Meskipun pahit ketika ia selalu terbayang kegiatan Zenda di rumah dinas.

Orang-orang batalyon mengadakan acara perpisahan untuk dirinya. Acara ini sekaligus untuk menyambut anak buahnya yang baru pindah ke batalyon. Kemarin tepat saat ulang tahun bhayangkara POLRI, Gravin telah rapi dengan seragam dinasnya. Ia dan rombongan terlebih dahulu melaksanakan ibadah salat subuh di masjid kesatrian. Usai melaksanakan ibadah bagi yang muslim, mereka secara senyap menuju kediaman kapolres. Kapolres AKBP Hindra Guilang terkejut melihat kerumunan prajurit di depan rumah dinasnya. Gravin membawa kue ulang tahun dengan lilin menyala. Mereka menyanyikan lagu ulang tahun. Hal ini berbeda dengan perayaan ulang tahun bhayangkara sebelumnya. Hindra meniup lilin dan memanjatkan doa agar harapan terbaik dapat tercapai.

Gravin masih sibuk dengan berkas-berkas di kantor. Masih ada dua hari lagi sebelum ia resmi pindah dinas. Sebagian barang-barang yang akan dibawa sudah dikirim Gravin dengan truk. Ia sudah berkoordinasi dengan anak buahnya di tempat dinas yang baru.

" Masuk! " Salah satu bawahan Gravin melakukan hormat. Setelah diberi izin oleh Gravin, dirinya baru masuk.

" Siap, izin ada tamu di depan, " Gravin menganggukkan kepalanya. Bawahannya izin untuk memanggil tamunya masuk. Senyuman Zerva terlihat saat memasuki ruangan Gravin.

" Sibuknyo, " Gravin tertawa. Ia mempersilakan Zerva duduk di sofa yang tersedia. Ia beranjak duduk di sebrang Zerva.

" Sebentar lagi pindah. Jadi membereskan apa yang menjadi tanggung jawabku penting. Tumben kemari gak kasih kabar. "

" Sengaja, kalau ada waktu makan keluar sebentar yuk, " Zerva meminum soda yang disajikan oleh Gravin. Adik iparnya terlihat sama. Namun, kantung matanya terlihat hitam.

" Oke wait for fifteen minutes, " Zerva mengangguk. Ruangan Gravin terlihat rapi dan teratur. Sebuah foto terletak di atas meja. Foto kembar dengan Zenda. Zerva sendirian di ruangan yang bernuansa biru itu. Gravin baru saja keluar setelah menerima telepon. Tetapi lelaki itu akan kembali lima belas menit lagi sesuai janjinya. Zerva tersenyum melihat stoples kue kering di atas meja. Meskipun adiknya sudah tiada, Gravin masih suka dengan kue kering.

*

Gravin duduk di sofa ruangannya. Ia sedang melakukan video conference dengan kedua anak kembarnya. Anak-anak yang dulu selalu menjailinya kini sudah beranjak dewasa. Mereka telah belajar mengemban tanggung jawa sejak kecil.

" Abi lagi apa sih? " Ghiffar melirik-lirik dari layar ponselnya. Ia tak menemukan hal aneh di latar belakang sang abi.

" Ngapain sih Far? Lagi goyang kepala apa gimana? Haha, " Rama tertawa. Ia sangat gemas melihat kelakuan adik satu-satunya itu.

" Atuh bukan bang, penasaran aja sih sama abi. Tapi gak kelihatan. "

" Abi lagi duduk di ruangan baru abi. Nih ruangannya, " Gravin memindah jadi mode kamera belakang. Ia mengedarkan ke seluruh bagian ruangan. Topi dan baret berada dalam gantungan bertingkat.

" Bagus bi, tapi jauh lah kalau abang sama adik ke sana haha. Kangen bi kangen ngen ngen ngen, " Gravin dan Rama terkekeh geli.

" Abi juga kangen sama kalian. Nanti juga ada waktunya pasti kita bisa ketemu. Long distance dulu, yah? " Ghiffar melakukan sikap hormat.

" Siap abi, katanya Bang Rama habis latihan apa sih bang di luar kota? " Rama melihat kilat penasaran di wajah abi dan adiknya.

" Rahasia dong, mau tahu aja sih Far, " Ghiffar cemberut. Selalu rahasia.

" Rahasia terus, abang makin ngeselin aja sih bang. "

*

Gravin memenuhi undangan makan malam salah satu rekannya sesama TNI. Sebenarnya itu merupakan undangan keluarga. Tetapi karena anak-anak Gravin berbeda kota dengannya, ia hanya hadir sendiri. Belum banyak yang tahu jika dirinya merupakan duda dengan anak kembar. Gravin agak familiar dengan wajah rekannya itu. Sepertinya ia pernah berjumpa dengannya di waktu yang lalu.

" Silakan duduk, " Gravin duduk di salah satu kursi. Meja di depannya sudah penuh dengan makanan.

" Terima kasih, maaf saya datang sendiri. Anak kembar saya masih pendidikan di Semarang dan Magelang, " Gravin tersenyum kikuk. Ia agak tidak enak melihat mereka ternyata menyambut dirinya dengan tangan terbuka.

" Ah tidak apa-apa. Pak Gravin punya anak kembar, perempuan atau laki-laki? "

" Iya alhamdulillah, keduanya laki-laki. "

" Kuliahnya di dua tempat berbeda, pak? "

" Ah ya mereka memiliki cita-cita masing-masing. Saya sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan mereka. "

" Mereka di univ apa, om? Aku juga pingin kuliah di sana, " Gravin menatap anak laki-laki yang sepertinya masih SMA. Anak dari rekannya.

" Rama anak saya yang pertama di Akmil Magelang sementara Ghiffar adiknya di Akpol Semarang. "

" Ah begitu, maaf jika istri Pak Gravin? "  

Beloved Brave (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang