Ghiffar tersenyum kecut. Ia keluar kelas dengan langkah gontai meskipun masih tegak. Rasanya tubuhnya bisa limbung kapan saja. Pikirannya carut marut. Ia menatap tubuh kokoh kawan lettingnya yang berjalan di depan.
"Kenapa?" Akuifer menurunkan suaranya agar hanya Ghiffar yang mendengar. Namun, ia lupa jika mereka dilatih untuk mendengar pergerakan sekecil apapun. Ghiffar menggeleng. Ia belum menemukan mood baiknya kembali. Akuifer tidak memaksa. Ia juga berjalan teratur dalam rombongan. Mereka masuk ke kelas observasi. Setelah meletakkan senjata di depan kelas mereka duduk di bangku masing-masing. Taruna yang duduk di barisan bangku depan mengambil peralatan secara patuh dan teratur. Begitu juga dengan barisan selanjutnya yang mendapat giliran. Layar proyektor menampilkan bagian-bagian dari senjata yang akan mereka pelajari kali ini. Ghiffar sudah lama menantikan momen ini. Senyum kecutnya menjadi senyum tipis yang manis.
Akuifer hanya bisa memandang punggung Ghiffar. Ia duduk jauh dari tempat duduknya. Akuifer membagi fokusnya untuk melihat layar, mendengar penjelasan, melihat rangkaian juga prosedur serta memperhatikan Ghiffar. Ia mungkin gadis yang sedikit tidak peduli dengan sekitarnya. Namun, di tempat ini pandangannya sedikit berubah.meskipun sisi tidak pedulinya masih lebih dominan.
*
Malam telah memasuki jam tidur. Ghiffar tidak bisa tidur. Ia hanya membolak-balikkan tubuhnya. Ia berharap matanya menutup lalu masuk ke alam mimpi. Harapan yang belum terealisasi. Bahkan satu jam setelah jam tidur matanya masih segar. Suara dengkuran hilir mudik melalui gendang telinganya. Ghiffar duduk lalu berjalan-jalan sedikit sebelum kembali duduk di tempat tidurnya. Ia menjambat rambut pendeknya yang susah untuk dijambak.
"Tak tidur kau Far?"
"Gak bisa tidur," Ghiffar meraup wajahnya. Kawan letting Ghiffar bangkit dari baringnya lalu duduk di sebelah Ghiffar. Ia menepuk-nepuk pundak Ghiffar.mulutnya menguap lebar masih mengantuk. Setelah diberikan puk puk Ghiffar mengantuk. Ia akhirnya bisa tertidur.
*
Ghiffar bangun kesiangan. Ia bahkan salah mengambil sepatu setelah salat tadi. Kini dirinya sedang mendapat hukuman. Bagaimana bisa ia memakai sepatu kakak lettingnya. Kakinya tidak memakai alas kaki. Sinar panas matahari terasa sampai bumi yang dipijaknya. Panas sangat terasa. Setiap kegiatan ia belum pernah tidak memakai alas kaki. Rasanya sangat menyakitkan. Ia sadar latihan kali ini juga tidak sebentar. Berdamai dengan keadaan ia akhirnya menikmati saja. Usai dengan kegiatannya, Ghiffar tak juga diizinkan memakai alas kaki.
"Tahu apa salahmu?" Kakak asuh yang biasanya berwajah manis kini terlihat garang. Ghiffar rasanya sedikit cemas.
"Siap salah," Tatapan mata Ghiffar tertuju pada kakak asuhnya. Ghiffar siap menerima hukuman apapun karena itu memang salahnya.
"Lari beban keliling lapangan 20 kali, mengerti?"
"Siap mengerti," Ghiffar dengan cepat mengganti PDU 1 dengan PDL. Ia mulai memutari lapangan.
Bhayangkara harapan bangsa
Mengemban tugas mulia
Berazaskan tri bhrata
Membangun bangsa sejahtera
Polisi Indonesia membangun tugas sempurna
Menegakkan hukum negeri
Menjadi pandu pertiwi
Lirik lagu Mars Bhayangkara menjadi penyemangatnya. Keringat bercucuran di pelipisnya. Ghiffar masih semangat. Ia berharap tidak melakukan kesalahan yang sama. Ia bahkan tidak yakin nanti ia bisa keluar untuk pesiar. Waktu jalan-jalan yang sangat disayangkan. Konsekuensi yang harus ia tanggung karena kelalaiannya sendiri. Hukumannya sudah selesai. Sepatunya juga telah kembali ke pelukan. Ghiffar menyeka keringatnya dengan punggung tangan. Akuifer melemparkan botol minum padanya. Gadis itu sudah gemas sekali Ghiffar. Bagaimana bisa ia melihat Ghiffar dihukum. Ia harus syukuran nanti untuk hukuman pertama Ghiffar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Brave (Tamat)
Novela JuvenilSekuel Future Pedang Pora nih. Hehe.😀😀😀 Ini adalah aku dengan tujuanku. Umi kuharap umi meridhoiku walau tidak di sini. Banyak yang harus aku korbankan. Tapi jika aku bisa apapun untuk ibu pertiwi akan kulakukan.