Truk telah berhenti. Mesin telah dimatikan. Satu persatu taruna Akademi Kepolisian turun dari truk. Mereka membentuk barisan rapi. Truk-truk berjejer rapi di pinggir hutan. Pakaian tebal, helm, ransel, dan senjata telah siap pada masing-masing taruna. Tanah lapang berada di depan truk digunakan untuk berbaris. Seorang pelatih menjelaskan tentang latihan kali ini. Meskipun hanya latihan mereka harus mengerahkan seluruh kemampuan agar dapat menjalani latihan dengan baik.
Meskipun pada akhirnya mereka ditempatkan di mana. Dalam keadaan apapun mereka tunduk di bawah azas tribhrata. Taruna di kelompokkan dalam beberapa tim. Mereka menelusuri hutan. Perut Akuifer terasa tidak enak. Panas juga melilit. Ia tidak mungkin terkena penyakit lambung. Selama ini dirinya sehat juga di akademi jadwal makan sangat teratur. Ia sedikit meringis karena sakitnya menusuk-nusuk.
" Fer, kamu samping kiri depan! " Suara komandan dalam tim kecilnya telah memberi instruksi.
" Siap! " Akuifer segera menempati posisi barisan. Mereka siap dengan senjata masing-masing. Pelatih sudah menyiapkan plot tempat-tempat dengan berbagai jebakan. Latihan keras ini tidak main-main. Jika ada yang tidak bisa melewati latihan bisa dipastikan tubuhnya cedera bila terkena jebakan. Badan Akuifer pegal-pegal. Tadi sebelum latihan, ia memang sudah merasakan pegal di tubuhnya. Ia bisa bernapas lega saat kembali ke lapangan dekat truk. Dirinya meminta izin untuk masuk ke toilet portable yang disediakan oleh pelatih.
Dong dong dong
Pintu toilet portable diketuk keras. Akuifer mematikan kran air. Ia baru tahu penyebab nyeri perutnya adalah datang bulan. Bersyukur ia selalu membawa pembalut di dalam ransel meskipun sedang tidak datang bulan. Wajah Ghiffar yang nyengir di depan pintu menyambut Akuifer.
" Resek banget sih. Tahu kan kalau toilet ditutup ada orangnya? Gak sopan tahu gak, " Akuifer membuka lebar pintu toilet lalu keluar. Ghiffar buru-buru masuk ke toilet. Akuifer melirik dua pintu toilet lain yang masih tertutup. Akuifer kembali ke barisan tim setelah meminta izin pada komandan timnya. Mereka sedang posisi sikap duduk. Meskipun terik matahari terasa menyengat kulit, namun udara dari oksigen pohon sedikit memberi kesejukan.
*
Taruna memasuki komplek Akademi Kepolisian setelah waktu dhuhur. Mereka yang beragama muslim telah salat di masjid pinggir jalan saat perjalanan kembali ke akademi. Ghiffar menyusul Akuifer yang masih dalam mode jutek.
" Masih sakit perutnya? " Ghiffar menyamakan langkah dengan Akuifer. Ia menyingsing senjata di tangan kanan. Lengan kirinya memegang lengan kanan Akuifer.
" Kalau masih sakit kenapa emang? " Akuifer melirik Ghiffar tajam.
" Ya gak tahu juga sih. Selama ini kalau kamu sakit karena PMS juga gak minta bantuanku. "
" Kamu tahu aku PMS dari mana? " Akuifer penasaran. Apakah tadi mukanya benar-benar terlihat menahan sakit. Ia tidak memegang perut juga tadi untuk meredakan sakit. Tetapi memang banyak ringisan kecil saat sakitnya menusuk.
" Oke yang pertama dari turun truk kamu udah ngeringis nahan sakit. Kedua latihan selesai langsung ngicir ke toilet. Jarang kamu langsung kencan sama toilet kalau gak darurat, " Akuifer menggelengkan kepalanya. Sahabatnya itu sudah berubah menjadi cenayang atau apa.
" Ya ya analisamu benar sih. Pinggangku aduh rasanya gak karuan juga nih. Gak enak, habis ini alhamdulillah bukan kelas lapangan. Kelas fisik in door, tapi kalau lagi gini mau gerak atau duduk sama-sama gak enak. "
" Aku gak ngerti gimana bantu kamu biar gak sakit, Pel, " Akuifer tertawa kecil.
" Gak papa sih. Tiap bulan sakit, nanti juga sembuh sendiri. Apalagi kita banyak kegiatan jadi aku gak bakalan mikirin perutku yang lagi nyeri. Tuh dah sampai barakmu, " Akuifer menunjuk dengan dagunya. Ghiffar pamit ke baraknya sendiri. Ia merapikan peralatan sebelum memakai seragam beladiri. Kelas fisik in door bersama dengan Akuifer juga. Ghiffar memastikan tata urutan penempatan barang sudah benar. Bisa gawat jika ia salah meletakkan barang. Pernah ia salah meletakkan kopel karena terburu ada kelas. Setelah kelas usai, polisi taruna yang juga kakak asuhnya. Ia mendapat teguran keras juga hukuman.
Pelatih sudah ada di dalam ruangan in door. Ghiffar nyaris terlambat karena keteledorannya sendiri. Beruntung ia masih berada dalam toleransi belum memasuki waktu kelas. Meskipun itu hanya berselang satu menit. Ia belum sempat menetralkan napas. Ghiffar yang datang paling akhir menjadi pemandu untuk pemanasan. Ghiffar mengambil napas panjang sebelum memberi aba-aba.
Satu minggu lagi ada ujian kenaikan tingkat untuk beladiri. Ghiffar sudah bersiap. Ia tidak tahu bagaimana bentuk ujiannya. Tetapi ia optimis bisan naik tingkat. Masa hukuman karena datang paling terakhir saat latihan masih berlanjut. Ghiffar menjadi kelinci percobaan untuk memperagakan teknik tingkat tinggi. Rasanya badan sudah seperti dipelintir. Berkali-kali Ghiffar belum sanggup menangkis serangan.
" Akuifer, " Akuifer maju saat namanya dipanggil.
" Siap! "
" Coba kamu praktikkan gerakan. Setelah gerakanmuu benar, nanti baru bisa latihan dengan komposisi pasangan seperti biasa, " Ghiffar siap menjadi samsak untuk Akuifer. Ia belum diizinkan menjadi penonton. Akuifer memusatkan tenaga agar gerakannya tidak lemah. Ia sudah memasang kuda-kuda. Meskipun berbeda gender, namun tidak menutup kemungkinan bila pada kenyataannya nanti Akuifer tidak hanya harus melawan perempuan. Tenaga laki-laki dari segi fisik memang lebih kuat. Namun, latihan seperti bisa membuatnya memiliki solusi tersendiri apabila ada keadaan mendesak.
*
Saat ada waktu istirahat seperti ini memang membuat barak Ghiffar lebih ramai. " Kawan ini punya siapa taruh sembarangan? " Kawan satu barak Ghiffar mengangkat tinggi-tinggi handuk kecil berwarna putih. Yoen melihat handuk putih itu. Handuk itu memang miliknya. Tadi ada yang meminjam belum dikembalikan. Sekarang handuk itu melayang-layang berpindah tangan. Yoen lelah mengejar handuk itu.
" Punyaku itu, mana sini, " Yoen berdiri di depan ranjang. Selain Ghiffar, kawan satu baraknya memang tengil semua.
" Yoen gak asih lah. Sini doang ambil sendiri, " Ghiffar duduk di atas ranjang yang paling dekat dengan pintu. Yoen berlari secepat kilat untuk mengambil handuknya. Handuk itu sudah terlempar ke arah Ghiffar. Namun, lemparannya meleset. Handuk itu mendarat di kepala seseorang yang baru muncul di ambang pintu barak. Semua penghuni barak menatap ke arah pendaratan handuk. Orang itu mengambil handuk yang mendarat di atas baretnya. Semua menahan napas. Seragam yang digunakan sudah menyatakan jika orang itu salah satu penegak keamanan di lingkungan Akademi Kepolisian.
" Handuk siapa ini? " Tatapan matanya berkeliling mengamati penghuni barak. Mereka semua berdiri dan baris. Yoen maju untuk menjawab pertanyaannya.
" Siap, izin handuk itu milik saya, " Meskipun berhadapan dengan poltar membuat jantungnya memompa lebih keras. Yoen menatap manik mata abang tingkatnya.
" Siapa yang melemparnya? " Raut wajahnya sangat datar. Wajahnya terlihat tidak seram. Beberapa kali Ghiffar juga mengobrol bersama dengannya. Tetapi baru kali ini ia melihat ada pelanggaran di depan mata yang disaksikan polisi taruna. Bahkan dia menjadi korban keisengan kawna-kawannya.
" Siap, izin terakhir tadi saya yang melempar, " Seringai kecil muncul di bibirnya. Ghiffar tahu, pasti satu barak akan terkena imbasnya. Ia dan kawan-kawan satu baraknya berlari mengelilingi barak. Poltar itu mengawasi dengan naik sepeda gunung. Hari ini Ghiffar tidak bisa bernapas dengan santai. Leaf meminta maaf pada poltar karena sudah melempar handuk. Meskipun, dirinya tidak sengaja.
" Si eta mah sableng. Kenapa di lempar ke abang coba? "
" Mau kulempar ke Ghiffar itu meleset. Kena deh kepala abang. Mana tahu lagi di ambang pintu juga, " Ghiffar menoyor kepala kawan lettingnya itu. Dirinya masih bisa membela diri di depan kawan-kawannya. Namun, bila di depan poltar tidak bisa berkata-kata.
" Huu payah, " Akuifer ikut duduk bersama kawan lettingnya yang baru selesai dihukum.
" Enak gak lari-lari lagi, haha? " Akuifer memang hanya berniat meledek. Ia tidak benar-benar bersimpati pada mareka.
" Pel bocor. "
Assalamualaikum, apa kabar? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.
Kelamaan gak up yah. Ini spesial karena kemarin tanggal 6 abang-abang taruna Akmil wisuda. Happy reading 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Brave (Tamat)
Dla nastolatkówSekuel Future Pedang Pora nih. Hehe.😀😀😀 Ini adalah aku dengan tujuanku. Umi kuharap umi meridhoiku walau tidak di sini. Banyak yang harus aku korbankan. Tapi jika aku bisa apapun untuk ibu pertiwi akan kulakukan.