03. Penawaran

1.3K 179 0
                                    

Atmosfer di ruang tengah rumah Jeno ini terasa aneh. Jeno tau tak seharusnya dia membiarkan cewek itu masuk ke rumahnya sementara hanya ada mereka di sana, gawat sampai ada tetangga yang melihat kemudian bergosip yang iya iya, tapi tanpa perlu dikatakan secara gamblang pun Jeno tau Heejin sedang tidak baik baik saja. Beberapa saat duduk berhadapan namun masih belum ada percakapan diantara mereka. Jeno dengan tatapan dinginnya memperhatikan gelagat Heejin yang jelas menunjukan kalau dia tengah gelisah, sibuk menimang nimang sesuatu dalam hati.

"Ini udah larut, mendingan lo pulang sekarang kalau gak ada yang mau di omongin" ujar Jeno pada akhirnya membuat Heejin refleks mendongak seraya menatap ke dalam netra legam Jeno terlihat memohon.

"Gua butuh uang" ujarnya pendek.

Jeno heran tapi wajahnya tetap sedingin sebelumnya, bersandar pada sandaran sofa sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Maksud lo?" tanyanya, berpikir cewek ini mau meminjam uang kepadanya seperti Haechan yang juga sering meminjam uang kepadanya di akhir bulan.

"Gua..."

Ucapan Heejin tertahan di tenggorokan, menghela napas panjang panjang meyakinkan diri atas keputusan yang dia ambil sebelum kembali memberanikan diri menatap Jeno. "Gua menawarkan diri buat tidur sama lo-"

Rahang Jeno mengeras, alisnya naik sebelah seraya menatap Heejin bingung.

"Jen please..." ujar Heejin lagi menyadari ada raut ketidaksukaan di wajah Jeno saat mendengar ucapannya.

"Kenapa?" tanya Jeno.

"Udah gua bilang, gua butuh uang"

"Bukan, bukan itu pertanyaan gua" ujar Jeno dengan tatapan yang kian tajam. "Kenapa lo dateng ke gua sementara banyak cowok lain yang lebih tajir dari gua?"

Heejin menggeleng pelan, dia juga tak tahu, nama Jeno tiba tiba terlintas begitu saja di benaknya.

Jeno berdecak pelan, bangun dari posisi duduknya sambil memasukan kedua tangan ke kantung celananya, menatap Heejin yang kelihatan panik.

"Gua gak mau, mending lo pulang sebelum kita di grebek!" ujarnya pelan, berbalik kemudian bermaksud pergi ke kamarnya tapi tertahan karena Heejin tiba tiba menahan lengannya dengan mata memerah.

"Jeno please..."

Jeno mendengus pelan, tak habis pikir kenapa gadis yang kelihatan seperti gadis baik baik ini malah berniat menjual dirinya begitu. "Pergi atau-"

"Bukannya lo udah biasa tidur sama jalang hah?! Kenapa gua gak bisa jadi salah satu jalang jalang itu?! Kenapa?!"

Alis Jeno terangkat sebelah, menatap Heejin tersinggung. Terbiasa tidur dengan jalang katanya? Gosip dari mana itu? Apa karena Heejin memergokinya berciuman dengan Nancy di rooftop? Jeno mengakui dia memang brengsek, banyak gadis menangis gara gara dia campakkan atau gara gara di tolak cintanya. Tapi membayar jalang untuk tidur dengannya...

Oh tidak tidak, Jeno tak sebejad itu.

"Lee Jeno please-"

Kalimat Heejin menggantung di udara sementara Jeno dengan gerakan cepat menarik Heejin dan mengapitnya diantara dirinya dan tembok. Penasaran sampai mana cewek itu berani bertindak.

"Jangan nyesel" ujar Jeno membuat tubuh Heejin meremang, nafas hangat beraroma mint itu menerpa wajah Heejin saking dekatnya posisi mereka.

Tak ada penolakan, tak ada respon apapun, hanya memejamkan matanya rapat rapat menyembunyikan rasa takut yang terpancar jelas dari matanya sementara Jeno terus mengikis jarak diantara mereka.

Demi Jungkook...

Demi kakak satu satunya...

Jeno menghela napas panjang merasakan cewek itu mencengkram kuat sisi bajunya, menatap lamat lamat wajah agak kusam yang tetap terlihat cantik itu sampai setetes air mata meluncur begitu saja dari sudut mata Heejin seraya menggigit bibirnya sendiri menahan isakan. Melihatnya begitu membuat Jeno bertanya tanya dalam hati masalah apa yang sedang dihadapi gadis di hadapannya ini sampai bertindak sejauh itu. Degup jantung Heejin semakin tak beraturan, menyiapkan diri dengan apa yang akan terjadi selanjutnya-

"Gua gak bisa"

Heejin sontak membuka matanya hanya untuk langsung bertatapan dengan netra legam Jeno, posisi mereka masih sama dekatnya seperti tadi.

"Tapi..."

Jeno entah bisikan dari mana menangkup wajah Heejin, mengusap air mata di pipi gadis itu membuat Heejin terkejut bukan main, membuat sesak yang di tahannya sejak tadi tiba tiba meluap dan untuk pertama kalinya Heejin menangis di depan orang asing.

Jeno terdiam, tak pernah dia melihat tangis lirih perempuan seperti ini. Hatinya tergerak untuk merengkuhnya kedalam pelukan tapi gengsi nya lebih dominan, berada dalam posisi seperti ini sambil mengusap air matanya saja sudah cukup aneh bagi Jeno, apalagi memeluk sambil melontarkan kata kata menenangkan, Jeno tak bisa membayangkannya.

***
J

eno menaruh cangkir berisi teh hangat di atas meja kemudian duduk bersebrangan dengan Heejin yang malah jatuh tertidur di sofanya setelah menangis sekitar dua puluh menitan di dalam rengkuhan Jeno...

Yah pada akhirnya Jeno tak tahan juga untuk tak menariknya dalam pelukan.

Jeno meraih ponselnya di atas meja, mencari cari kontak seseorang sebelum mengucapkan beberapa kalimat dan menutupnya lagi. Memandang ke arah Heejin yang tak menunjukan tanda tanda akan segera bangun dari tidurnya sebelum akhirnya cowok itu beranjak pergi ke kamarnya. Dia juga ngantuk. Membiarkan Heejin tidur disana lebih baik dari pada membangunkannya, Jeno tidak tega.

***

Maaf udah ngira lo cowok gak bener
Maaf udah ngerepotin lo
Maaf nangis di depan lo
Maaf banget buat semuanya
Juga...
Makasih udah nenangin gua, Lee Jeno.

-Jeon Heejin.

Jeno tak menunjukan reaksi apapun. Ini baru jam tiga pagi dan entah keajaiban dari mana cowok itu sudah terbangun. Buru buru melangkah keluar kamar sambil membawa selimut tambahan miliknya hanya untuk mendapati Heejin sudah tak ada di sana meninggalkan post it berisi tulisan tangannya tertempel di cangkir yang sudah tandas isinya.

Jeno terdiam menatap gelas di atas meja, meraih ponselnya setelah beberapa saat kemudian mencari kontak seseorang dan pada nada panggil yang kedua telfon tersambung.

"Ini Lee Jeno...."

***

Sementara itu Heejin yang baru sampai di rumah sakit dibuat terkejut setengah mati saat pihak rumah sakit mengatakan kalau kakaknya akan segera di operasi dan yang harua dilakukannya hanya menandatangani surat persetujuan. Tapi tak peduli seberapa banyak Heejin bertanya siapa yang mau mengeluarkan uang yang tak sedikit itu untuk operasi kakaknya sebanyak itu juga pihak rumah sakit menolak menjawab.

Tapi Heejin tak punya pilihan berakhir dengan Heejin yang menandatangani surat persetujuan itu, masalah siapa yang membiayai operasi kakaknya bisa di urus belakangan. Kakaknya lebih penting sekarang.









-tbc,

Lean On Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang