Heejin mendengus pelan, menahan diri untuk tak melepas pukulan pada lengan cowok di sampingnya itu. Tak ada kakek kakek genit. Semuanya terlihat layaknya pebisnis pada umumnya. Bahkan ada beberapa pengusaha muda yang menarik perhatian Heejin-- oh ayolah, dengan wajah setampan itu siapa yang tidak tertarik.
"Dia udah nikah tujuh bulan yang lalu"
Heejin menoleh cepat ke arah Eric yang melipat kedua tangan di depan dada, menatap Heejin sambil tersenyum tipis.
"Siapa yang udah nikah?""Cowok yang lo liatin terus dari tadi"
Heejin terkekeh.
"Mana mau juga dia sama anak sma""Lo liat cewek hamil itu?" tanya Eric lagi, menunjuk ke suatu arah dengan dagunya.
"Itu istrinya- baru lulus sma waktu mereka nikah""Serius?!" seru Heejin, tatapannya terpaku pada perempuan dengan perut yang mulai membesar itu, cantik dan muda. Tapi kalau boleh sok tahu, Heejin tak melihat kebahagiaan di wajahnya.
"Kenapa? Lo berencana nikah muda juga?" kini Jeno yang sedari tadi hanya sibuk memperhatikan sekitar menyahut, melirik Heejin sekilas.
"Tergantung" sahut Heejin, "Kalau dilamar yang modelan begitu sih mana mungkin nolak"
Eric tertawa pelan sementara Jeno hanya memutar bola mata malas dan kembali pada kegiatan awalnya, memperhatikan sekitar.
"Dia kenapa sih?" bisik Heejin pada Eric, muak juga lama lama melihat Jeno bertingkah seperti intel yang mengintai seseorang.
Eric mengangkat bahu. "Emang gak jelas anaknya- udah pernah metik apel dari pohonnya belum?"
Heejin menggeleng.
"Mau nyoba?"
"Boleh?" tanya Heejin semangat, memetik buah lebih menarik bagi Heejin dari pada harus mendengar obrolan tamu lain yang topiknya tak jauh jauh dari saham dan hal hal yang bahkan Heejin tak mengerti.
"Boleh, ayoo" ajak Eric, mengulurkan tangannya yang langsung di sambut dengan senang hati oleh Heejin. Setelah berjalan beberapa saat meninggalkan Jeno yang sama sekali tak peduli pada keduanya, Heejin dan Eric tiba di sisi halaman rumah oma yang lain dimana di sudut halaman terdapat pohon apel yang menjorok ke dalam pagar, buahnya lumayan banyak membuat mata Heejin berbinar takjub melihatnya.
"Gila ric! Gua kalau jadi lo kayanya betah banget di sini"
"Enggak kalau punya nenek modelan kaleng rombeng- bawel nauzubilah"
Heejin tertawa, mendekat ke arah pagar itu.
"Boleh nih di petik?""Boleh"
Heejin berseru senang, tangannya terulur ke arah buah apel yang paling mudah di jangkau, menariknya dan kembali berseru takjub saat buah itu sudah ada di genggamannya membuat Eric diam diam tersenyum gemas melihatnya.
"Bisa di makan kan ini?" tanya Heejin lagi.
"Bisa lah bodoh!"
Heejin mendelik pelan, "Tapi warnanya gak meyakinkan yang ini- masih agak ijo"
Eric terkekeh, mengangguk setuju.
"Suruh siapa ngambil yang itu?""Ya orang nyampe nya yang ini"
"Oh iya lupa, kan lo pendek"
Heejin sekali lagi mendelik. "Heh gua gak pendek ya! Lo nya aja yang kelebihan kalsium"
Eric hanya balas mengangguk meski masih dengan tampang mengejek, tanpa basa basi naik ke atas pagar membuat Heejin agak kaget melihatnya. "Ngapain anjir udah keren keren masa manjat pager?! Kebiasaan di sekolah jangan lah di bawa bawa ke sini, malu maluin!!"