Heejin menghela napas panjang, menatap angka angka di atas bukunya lelah sebelum akhirnya mengangkat kepala menatap sosok di ujung meja yang sukses membuatnya tak fokus pada apa yang tengah dia pelajari padahal ini adalah hari terakhir untuk mereka punya durasi belajar lebih panjang sebelum penilaian akhir semester senin besok di mulai.
Heejin tak tau apa yang mengganggu Jeno. Cowok itu berkali kali mendengus, berkali kali mencoret bukunya, mematahkan pensilnya, mengacak rambut frustasi bahkan tak sengaja menyenggol mug berisi kopi hitam miliknya di atas meja hingga jatuh dan pecah-huh, semua kelakuan Jeno itu sukses membuat fokus Heejin menggelinding entah kemana.
"Lee Jeno..." panggil Heejin waktu lagi lagi Jeno mengacak rambutnya yang sudah berantakan dengan kasar, membuatnya mendongak melempar tatapan kelewat datar pada Heejin.
"Gua gak bisa fokus" lanjut Heejin, bahunya merosot menatap Jeno lelah.
"Istirahat dulu, otak lo capek" sahut Jeno pendek, kembali menatap buku di hadapannya meski Heejin tau cowok itu bahkan lebih tak bisa fokus dari pada dirinya.
"Gua gak bisa fokus karena lo tau..."
"Sorry"
Jeno bahkan tak balas menatapnya, hanya menyahut pendek, terlihat ogah ogahan.
"Ada masalah apa?" tanya Heejin lagi.
"Gak ada"
Huft, Lee Jeno itu memang paling jagoan kalau urusan memendam sesuatu.
"Kalau gak berniat ngebagi masalah lo seenggaknya jangan bersikap kaya gini, lo bikin gua jadi gak nyaman belajarnya" ujar Heejin, menatap Jeno lembut berharap cowok itu berhenti bersikap aneh.
Jeno menghela napas panjang, meletakkan pensilnya di atas meja dengan agak kasar sebelum berujar dingin tanpa menatap lawan bicaranya. "Lo boleh pulang kalau ngerasa gak nyaman, gua gak maksa lo ada di sini"
Heejin menatap Jeno tak percaya, tubuhnya yang lelah karena intensitas belajar yang meningkat membuatnya mudah sekali merasa kesal pada ucapan kelewat dingin begitu.
"Gua pulang!" ujar Heejin ketus, tanpa melihat apa reaksi Jeno dia langsung membereskan buku bukunya, memasukannya ke dalam tas dan pergi dari sana secepat mungkin meninggalkan Jeno yang ternyata masih tak merubah posisinya. Entahlah, Jeno terlalu pusing dengan masalahnya sampai sampai tak sempat untuk merasa bersalah saat ini.
Heejin rasa keputusan untuk pergi dari rumah Jeno itu sudah tepat, tapi sesampainya di rumah dan berniat untuk melanjutkan acara belajarnya yang sempat tertunda itu dia malah menyadari kalau dia masih sama tak fokusnya atau bahkan lebih parah dari sebelumnya, entahlah fokusnya itu menggelinding sejauh apa.
"Sialan Lee Jeno..." maki Heejin pelan, memutuskan untuk mengistirahatkan otaknya sejenak dengan berbaring di atas kasurnya. Suasanya yang tenang dan cuaca yang agak mendung membuat Heejin begitu mudahnya jatuh tertid-