Jeno tak pernah suka datang ke rumah sakit, pasti bukan kabar baik jika berhubungan dengan rumah sakit. Tapi jika neneknya yang kaya raya itu sudah memaksa dirinya dan Eric untuk menemuinya, mau di liang lahat pun Jeno harus datang. Maka dari itu sore ini dia dan Eric datang ke rumah sakit keluarga mereka—yang beberapa tahun kemudian sangat mungkin diwariskan kepada mereka— agak aneh memang kenapa beliau meminta bertemu di rumah sakit sementara banyak tempat lain di negara ini yang lebih cocok untuk berbicara santai nenek dan cucunya.
Hampir satu jam lebih berbincang, nenek akhirnya membiarkan Jeno pergi tapi menahan Eric saat cowok itu ikut beringsut mengekor kakaknya. Kata nenek ada yang harus mereka bicarakan dan Jeno tau apa itu, seminggu yang lalu Eric membuat seseorang dari sekolah tetangga masuk rumah sakit, Jeno tau jelas apa yang akan terjadi setelah ini, hanya membisikkan kata kata semangat setengah meledek kepada adiknya sebelum pergi dari ruangan itu meninggalkan Eric dengan tatapan memohon untuk diselamatkan padanya.
Ini sabtu sore dan Jeno berencana untuk langsung main ke rumah Hyunjin tapi secepat kilat rencana itu urung waktu melihat sosok cewek yang seminggu terakhir resmi sudah bekerja di rumahnya sebagai tukang bersih bersih merangkap tukang ngomel kalau dia terlu lama bermain game, kalau dia tak menghabiskan bubur yang dibelinya entah dari mana itu masuk ke sebuah ruangan yang Jeno tebak merupakan tempat kakaknya di rawat.
Jeno tak tahu bagaimana rasanya ada di posisi seperti Heejin. Jeno tak pernah tahu rasanya kehilangan seseorang. Jeno tak pernah tahu bagaimana rasanya saat orang di sekitarnya satu persatu pergi. Dan meski melihat Heejin tersenyum getir sambil mengajak ngobrol kakaknya dari balik pintu yang terbuka sedikit sudah terasa menyesakkan, Jeno tak akan tahu seberapa menyakitkannya sampai dia merasakannya sendiri.
Jeno tak berniat menguping, tak juga berniat mengintip. Hanya tak bisa menahan diri untuk tak melongok ke dalam sana saat melintas. Tapi saat Heejin berdiri dari duduknya, merapihkan rambut yang jatuh ke wajah kakaknya seraya menoleh ke arah pintu, bertatapan sejenak dengannya, Jeno panik bukan main. Buru buru beringsut mundur menjauh dari pintu dan berniat kabur meski tau itu terlambat karena Heejin sudah berada di hadapannya sekarang, melempar tatapan menyelidik.
"Lo ngapain di sini? Wah jangan bilang lo ngikutin gua—"
"Geer! Gua boleh bolak balik rumah sakit ini bahkan tanpa alasan sekalipun" potong Jeno, berbicara dengan nada sombong membuat Heejin berdecak pelan, melipat kedua tangannya di depan dada.
"Iyadeh iya, yang punya rumah sakit mah beda" ujar Heejin dengan nada meledek.
Jeno melipat kedua tangan di depan dada, mengangguk angguk menyetujui. "Tapi belum sih, masih empat sampai enam tahun lagi baru jadi punya gua" sahutnya membuat Heejin berdecak tak percaya, menatap Jeno agak kesal.
"Oh ya, lo belum ke rumah gua hari ini,
jangan lupa"Heejin mengangguk pelan.
"Iya abis ini juga mau kesana""Yaudah bareng aja kalau gitu, gua juga mau pulang"
"Bagus, gua jadi gak usah jalan, tunggu tunggu pamit dulu sebentar"
Jeno menatap Heejin yang terburu buru masuk lagi ke ruangan tempat kakaknya di rawat, merapihkan selimutnya, menyibak rambutnya, membisikkan sepatah dua patah kalimat sebelum kembali lagi tersenyum riang mengajak Jeno pergi sekarang.
***
"Jen liat deh, keliatannya enak kan? Gampang lagi di buatnya"
Jeno melirik pada layar ponsel Heejin yang menampilkan foto sebuah masakan lengkap dengan resepnya, kembali menatap jalanan, hampir tak fokus mengemudi karena entah kenapa Heejin yang memang sudah banyak bicara jadi lebih banyak bicara lagi hari ini.