Beberapa hari berlalu sejak malam itu dan Jeno tak pernah berinteraksi lagi dengannya. Heejin, meski beberapa kali berpapasan dengan Jeno, tak berniat menyapanya meski hanya untuk sekedar basa basi. Meski terdengar aneh, sejujurnya Jeno agak sedikit kecewa sampai suatu hari Jeno mendapatinya menangis di sudut perpustaaan, sebisa mungkin tak mengeluarkan suara agak tak menarik perhatian. Dia terlihat kuat saat mereka berpapasan di koridor tapi saat sedang sendirian seperti saat ini, Heejin rapuh.
Sebenarnya terbersit di pikiran Jeno untuk datang menghampirinya, menpawarkan bahu sebagai sandaran. Memeluk menenangkan seperti waktu itu. Tapi dia tak bisa, urusan mereka sudah selesai malam itu jug, Pikir Jeno, dan berakhir dia meninggalkan perpustakaan dengan perasaan campur aduk.Di hari lain, saat Jeno sedang berjalan sendirian di koridor yang agak sepi seseorang memanggilnya, dengan setengah berlari mendekat saat Jeno menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara.
"Heejin-"
"Jeno makasih!"
"Hah?"
"Kalau gak ada lo gua gatau lagi bakal kaya apa situasinya sekarang"
"Jin-"
"Nih gua bayar segini dulu, sisanya gua cicil, maap ada recehnya"
Jeno tak bisa berkata kata waktu Heejin menarik tangannya dan secara paksa menaruh sebuah amplop yang dia yakini berisi uang yang entah berapa jumlahnya.
"Tapi gua-"
Heejin menghela napas panjang, menatap Jeno sungguh sungguh. "Terima aja ya jen, gua gak biasa nerima sumbangan begitu, gua anggak utang dan pasti gua bayar"
"Heejin..."
"Jeno..."
Jeno menghela napas panjang, menyerah pura pura tak tahu. "Lo tau dari siapa?" tanyanya lagi, seingat dia, dia sudah mewanti wanti semua pihak rumah sakit yang bersangkutan untuk tidak menyebut namanya tak peduli seberapa banyak Heejin bertanya.
Heejin mengangkat bahu pelan, di detik pertama mendengar kabar kakaknya akan segera di operasi pun pikiran Heejin langsung tertuju ke Jeno apalagi saat mengetahui fakta kalau LDH Hospital adalah milik neneknya Jeno yang sekarang di wariskan kepada ayahnya lagi pula tak sulit mengorek informasi dari Eric.
"Okelah gak penting lo tau dari mana, tapi tetep aja gua gak bisa nerima ini" ujar Jeno, menarik tangan Heejin dan menaruhnya secara paksa disana membuat Heejin membesarkan matanya menolak.
"Jen jangan gitu lah tolong, gua tau duit lo banyak tapi gua nya gak enak" ujar Heejin, mempoutkan bibirnya agak kesal. Jeno tidak tahu apa ya kalau dia bekerja keras beberapa hari terakhir demi uang ini?
"Udah ya gua mau ke kelas-"
"Ehh tunggu!" Heejin menahan Jeno lagi, berpikir cepat kemudian memilih menarik tangan Jeno dan meletakkan amplop berisi uang itu secara paksa di tangan Jeno lagi. Di pikirkan berapa kali pun Heejin tetap tak bisa menerima uang sebesar itu begitu saja.
"Terima aja ya Jen pleaseeee~"
Jeno menatap Heejin tersenyum tipis, saking tipisnya hampir tak terlihat, geleng geleng pelan sebelum akhirnya memilih mengalah dan memasukkan amplop itu ke sakunya.
"Operasi kakak lo lancar?" tanya Jeno, kembali mendongak menatap Heejin hanya untuk menyadari darah merembes dari sela sela jari Heejin yang sedang membekap mulut dan hidungnya.
"Astaga, lo kenapa?" tanya Jeno agak panik.
Heejin menggeleng pelan, wajah Jeno menjadi buram, dunianya terasa berputar sebelum kegelapan yang pekat menyelimutinya dan setelahnya dia tak tau lagi apa yang terjadi.