Sore itu. Setelah sekolah di bubarkan. Yerin tak langsung kembali ke rumah ataupun pegi kerumah sakit untuk menemui Sei. Gadis itu memilih pergi bersama Reihan.
Ya, seperti biasa. Mereka mampir terlebih dahulu di bawah pohon rindang belakang sekolah. Suasana sepi sore hari terkesan menenangkan ditambah dengan pemandangan hijau pepohonan, terkesan nyaman untuk di pandang mata.
Sore ini memang langit sedikit mendung. Sebagian tertutupi oleh awan yang terlihat menghitam. Namun hal itu tak menghalangi mereka yang memang nyaman berada di tempat itu.
Kedua orang itu bersandar. Memandang lurus kedepan. Sebenarnya belakang sekolah mereka cukup menarik untuk di kategori kan pemandangan. Pasalnya saja gedung sekolah yang dibangun di tanah yang lebih tinggi membuat pemandangan indah berupa atap-atap penduduk yang dapat dilihat dari belakang sekolah. Pantas saja Yerin serta Reihan betah berlama-lama di situ.
"Gimana? Lukanya dah kering?"tanya lelaki itu tanpa berpaling dari pandangannya.
"Udah kok. Tapi pipi gua masih sedikit sakit aja"
Reihan menghembuskan nafas pelan. "Gapapa. Nanti juga ilang sakitnya."
Anak laki-laki itu kembali menghela nafas samar. Di palingkan pandangan itu kearah Yerin.
"Gimana? Lo udah mulai suka sama gua? Atau mending kita akhiri?"
Setelah mendengar ucapan Reihan. Sontak Yerin menoleh kearah lelaki di sampingnya, di tautkan kedua alis itu, nyaris menyatu dengan sempurna.
"Kok gitu sih Rei. Gabisa. Gua udah nyaman sama lo, lanjut terus pokoknya. Lanjut sampek maut memisahkan"Reihan tersenyum, lantas tangan itu mengacak pelan rambut Yerin.
"Alay"Yerin berdecak."ini tuh bukan alay Rei. Tapi seperti ungkapan rasa cinta yang teramat dalam. Saking dalamnya gabakal ada yang memisahkan, selain maut"
"Serah elo aja lah."kekehnya." oh iya. Gimana keadaan sodara lo?"
Yerin mengulum bibirnya. Di palingkan pandangan itu dari lelaki di sampingnya.
"Udah baikan sih. Semalem papa hubungi orang tuanya. Katanya sih orang tuanya mau cariin orang yang mau transplantasi hati gitu. Tau lah. Males ngurusin dia"Reihan menaikkan salah satu alisnya. Memandang gadis itu dalam seketika."lah kenapa. Lo benci sama dia?"
Yerin menghela nafasnya kasar"bukannya benci. Tapi lo tau ga sih Rei?. Setiap gua nolongin dia gua di sangka celakain dia."
Reihan tersenyum samar." lo sabar aja. Dunia emang penuh orang yang suka main hakim sendiri. Tapi gua percaya kok kalau lo emang nolongin"
"Kenapa?"
"Karena lo orang baik!"
Yerin menunduk sejenak, senyuman muncul di wajahnya. Ditatapnya kembali anak laki-laki itu."emang gua baik. Lo aja yang ga sadar punya pacar cantik, baik hati, tidak sombong plus rajin menabung kaya gua"
"Langsung deh. Kumat.!" ujarnya sembari menoyor pelan kepala Yerin.
Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan." tapi enak juga ya jadi Sei. Punya orang tua double, yang peduli sama dia."
Yerin menoleh, menatap penuh kebingungan pada sosok laki-laki itu."kenapa emangnya?"
Anak itu tersenyum kecut, senyum yang ia paksakan tepatnya." gua iri aja gitu." ujarnya. "Kalian punya orang tua double. Sedangkan gua. Gua bahkan ga punya orang tua."
Yerin memandang lelaki itu. Sepertinya anak itu tengah menahan air matanya agar tak jatuh saat itu juga.
Sontak Yerin memukul pelan lengan Reihan."heh. Ngomong yang bener! Lo ini gimana sih Rei. Orang tua gua tuh orang tua lo juga"

KAMU SEDANG MEMBACA
This Love ( REVISI )
Teen Fiction"Bagaimana caraku mengungkapkan rasaku,jika aku pun tak mengerti dengan apa yang kurasa-" This Love