Hulaaaaa....
Kina memutuskan untuk pulang, hari sudah semakin gelap. Kina tampak gelisah, dia ingin berpamitan tapi mulutnya terasa kelu. Satria yang duduk di kursi lain sambil membaca buku sesekali memperhatikan kina. Kenapa kina terlihat gelisah, satria masih diam dia ingin tau apa yang akan dilakukan kina.
Sangat jelas rasa tak nyaman menghinggapi kina, "emm..sat." ujar kina gusar, satria yang menutupi wajahnya dengan buku pun mengulas senyum kecil. Dia menurunkan buku itu dan menatap kina. Satria berdehem menanggapi sautan kina.
Tangan kina sudah keringat dingin, "aku..ak--" suara ponsel kina berdering, dia segera mengangkatnya. Kina mendengar suara sang ibu yang terdengar khawatir juga bingung, isakan tangis ibunya terdengar.
"Ibu..ada apa Bu?" Kina ikut panik mendengar suara ibunya yang tertahan isakan. Satria menurunkan buku dan ikut memperhatikan, satria hanya diam, dia tak ingin mengganggu. Mungkin nanti setelah selesai nelpon, pikirnya.
"Cepat pulang..ayah ka.. ayah." Ucap ibunya, kemudian telpon itu mati. Kina panik, dia mencoba menghubungi sang ibu tapi telponnya tak bisa dihubungi. Seketika semuanya berhenti, kina tidak dapat merasakan tubuhnya bahkan pendengaran nya mendadak menghilang, tanpa memikirkan apapun kina langsung pergi dari rumah satria, dia mengambil tas dan keluar satria yang melihat itu mencoba bertanya, "ada apa?" Kina hanya menatap satria, dia menggeleng perasaan cemas menghantuinya. Kina bingung harus berkata apa.
Melihat kecemasan di wajah kina satria pun berinisiatif untuk mengantar wanita itu pulang, satria bangkit dari duduknya dia menyuruh kina untuk menunggu setelah itu dia ke kamar untuk mengambil jaket juga kunci motor.
"Ayok."
Kina mengekori satria di belakang.
Satria ke garasi untuk mengambil motornya, dia menyerahkan helm kepada kina, kina pun menerimanya kemudian kina naik.
Sepanjang perjalanan kina tak hentinya berdoa agar apa yang di pikirkan tidak terjadi, setelah memberikan alamat rumah satria langsung menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. "Pegangan." Kina sempat terdiam, namun penjelasan satria membuat akhirnya dia berpegangan, hanya memegang pinggir jaket.
....
Perjalanan yang ditempuh sekitar satu setengah jam ini akhirnya tiba di sebuah rumah sederhana di daerah Depok. Keadaan rumah nampak ramai, perasaan kina semakin tak karuan. Terpampang jelas bendera kuning di sudut rumahnya, para tetangga duduk memenuhi rumahnya beberapa orang ada yang bercengkrama dan ada juga yang memanjatkan doa.
Langkah kina perlahan memelan, dia tak tau apa yang harus dia lakukan. Langkah nya begitu berat untuk memasuki rumah yang dulu sempat dia tinggalkan.
"Mbak kina.." Rina berlari menghambur dan memeluk kina. Hanya sebatas perut karena Rina yang masih kecil. Rina menengadah kepalanya menatap kina, wajah Rina yang terlihat tegar tampak sekali.
"Gendong." Rengek rina, kina pun membawa adiknya untuk masuk kedalam. Hati kina semakin takut, dia takut apa yang dia pikirkan menjadi kenyataan. Apa yang pernah dia doakan terkabulkan, dia belum siap itu.
Kina melangkahkan kakinya masuk ke dalam, dia melepas sepatu dengan Rina yang masih dalam gendongannya, Rina tak mau turun. Sementara satria mengikutinya dari belakang, satria hanya diam dia tak ingin banyak bicara.
Kina melihat ibunya yang menangis disana, kina menurunkan Rina dari gendongan nya, "sebentar mbak mau ke ibu dulu." Ucap kina pada sang adik, Rina mengangguk dan berlari ke luar rumah. Lastri yang melihat kina pun langsung bangkit dan memeluk anaknya, sedari tadi kina tak mampu berkata apapun, disana ayahnya sudah tertidur pulas, kina mendekat ke sang ayah yang kini sudah berbalut kain kafan putih. Tangis kina pecah saat membuka penutup kain yang menutup tubuh ayahnya sampai kepala.
Disana ayahnya tersenyum bahagia, kina memegang wajah sang ayah yang mulai mendingin. Hatinya kian menjerit saat tangannya memegang wajah ayahnya, ini pertama kali dia memegang wajah pahlawan yang sudah membesarkan. Kina menundukkan kepalanya, memejamkan matanya mencoba menguatkan hatinya, dia tak boleh bersedih, dia tak ingin ayahnya kesakitan disana.
Kina bangkit kemudian pergi ke kamar mandi, mengambil wudhu kemudian dia membaca ayat suci Alquran tepat dihadapan sang ayah. Ayat demi ayat terlontar indah disana. Satria yang mendengar itu terpana akan kemerduan suara kina yang melantunkan ayat suci Alquran, walau sesekali isakan di tengah ayat terdengar.
Pak kyai datang dan memimpin shalat jenazah, tetangga yang hadir mensalatkan jenazah, satria disana juga ikut bergabung.
....
Suasana malam ini begitu tenang, setelah acara pemakaman berakhir semua tetangga pun pulang, ada juga beberapa tetangga yang datang ke rumah hanya untuk mengucapkan belasungkawa. Satria duduk di kursi ruang tamu bersama lestari dan juga kina, Rina sang adik sudah terlelap tidur di kamar. "Satria sekeluarga ikut belasungkawa Tante, semoga almarhum Khusnul Khatimah." Ucap satria memulai pembicaraan.
"Terimakasih nak."
"Saya..teman kina di kampus." Satria memperkenalkan diri.
"Sekali lagi terimakasih." Satria membalas dengan senyuman. Satria menatap arloji di pergelangan tangannya yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
"Maaf Tante, saya pamit pulang" ucap satria. Lestari melihat jam dinding dan rupanya sudah larut malam, "sebaiknya nak satria menginap saja, sudah malam juga nanti biar disiapkan kamar oleh kina."
"Tidak usah bu.."
"Apa gak nginep aja sat? Rumah mu juga jauh kan."
Satria bingung, dia menimbang tawaran keluarga kina, namun belum sempat dia menjawab lestari sudah meminta kina untuk menyiapkan kamar. "na..kamu siapkan kamar untuk temenmu." Perintah lestari pada kina, kina pun bangkit dan pergi menyiapkan kamar.
Sementara di ruang tengah kini hanya satria dan juga lestari. "Maaf Tante, boleh tau. Sebelum nya almarhum apa mengidap sakit?"
"Komplikasi."
Kina kembali dengan membawa nampan yang berisi jahe hangat, yang dia buat setelah menyiapkan kamar.
"Diminum nak.." satria mengangguk.
"Kalau begitu ibu tinggal dulu. Rina sendirian dikamar." Satria kembali mengangguk.
Kina terduduk diam disana, tidak ada yang membuka suara setelah kepergian sang ibu. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. "Emm..na, pengen ke toilet." Kina pun menunjukkan arah toilet dan memberi tahu bahwa kamar yang akan ditempati satria tak jauh dari sana.
Satria mengangguk dan bangkit dari sana. Sepeninggalan satria kina menyenderkan badannya pada kursi kayu itu, memejamkan matanya mencoba mengistirahatkan pikiran.
Ponsel kina berdering, nama Danu tertera disana.
-iya nu..-
-kamu pulang ke Depok? Kenapa?-
Rasanya kina lemas sekali.
-ayah meninggal nu.." ucap kina lemas, air matanya kembali terjatuh.
-aku memang bukan anak yang baik nu.. sekarang aku tau, aku tuh bukan anak yang berguna.. aku cuman bisa ngabisin uang ayah, dan disaat terakhir ayah pun aku ga bisa di sampingnya.-
Di ujung sana Danu mencoba menenangkan kina, Danu mengatakan kina tidak boleh mengatakan seperti itu semua ini sudah menjadi jalan Tuhan.
Di belakang sana satria menguping pembicaraan kina. Entah apa yang satria pikiran, ada rasa ingin sekali mendekap wanita itu. Memberitahu bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi Satria tak mampu, dia memilih untuk masuk ke kamar.
Misi numpang lewat 🚶🚶
KAMU SEDANG MEMBACA
Not perfect
Teen Fictionsequel the fat dreams. "apa jika aku cantik aku bisa berada di dekatnya?" wanita itu memandang lelaki yang tengah duduk tenang di taman kampus sambil membaca sebuah buku.