18

1K 84 13
                                    

Hari ini benar-benar melelahkan untuk kina, setelah perang dengan perasaannya kina juga harus kena marah oleh atasnnya ditempat kerja karena ketidak fokusnya dalam bekerja, dia menumpahkan coklat panas salah satu pelanggan walaupun sebenarnya bukan kesalahannya tapi tetap saja dia harus mengganti coklat panas itu, belum lagi coklat panas itu mengenai lengannya.

“pake ini dulu.” Ucap ayu, yang memberikan gel penghilang rasa panas pada luka bakar.
“makasih yu.” Ayu menghela nafasnya, “lagian ko bisa sih?”

“akunya kurang fokus aja tadi.”

“yudah istirahat aja dulu, pekerjaan kamu aku yang handel.” Kina menganggukkan kepala.

Kina menatap lengannya yang baru saja dioleskan gel oleh ayu, dia merutuki kebodohan dirinya. Selalu saja hatinya akan tidak karuan karena masalah sepele, kadang dia ingin sekali membuang perasaannya pada satria, dia lelah jika harus merasakan sendiri, berjuang cinta yang sebenarnya tidak terlihat.

Air mata kina mengalir dari ujung matanya mengapa hidupnya tidak sesempurna teman-temannya, dia ingin seperti yang lain, bisa kumpul dengan keluarga, becanda, makan bareng, bermain, bahkan liburan besama.

Jam terus berjalan menunjukkan pukul Sembilan malam, dan ini saatnya kina untuk pulang. Kina memijat lehernya yang terasa pegal, dia menatap jalanan Bandung yang masih rame dimalam hari, kina melangkahkan kakinya menaiki angkutan umum, sambil menunggu angkutan, kina duduk di kursi yang disediakan.

Berkali kali kina menguap, menyalurkan rasa kantung yang menjalar tubuhnya, sesekali kelopak matanya akan terjatuh karena rasa kantungnya. Kina mengucek matanya kemudian meraih permen lollipop yang dia bawa di dalam tas, setidaknya ini bisa mengurangi rasa kantuk tersebut.
Ponsel kina bordering, dengan malas kina mengangkatnya.
--iya..-- belum sempat menjawab, suara danu sudah membombardir telinganya.

--kamu dimana? Gue di depan kos--

--aku baru pulang, ini lagi nunggu angkutan, tapi belum ada..--

--dimana? shareloc, gue jemput--

Sambungan pun terhenti, kina juga langsung mengirim lokasi kepada danu. Tak menunngu waktu lama danu pun sampai, “ayo.” Dengan malas kina bangkit dan naik motor. Setelah memberi helem pada kina, danu menancapkan gasnya, menyusuri kota bandung yang dingin ini.

“lagian kenapa gak bilang jemput sih?” Tanya danu, tidak ada jawaban danu pun menatap sepionnya, danu memutar bola matanya, “malah tidur dia” danu mengambil tangan kina dan menaruhnya melingakari pinggang laki-laki itu, takut-takut kina terjatuh, sedangkan kina mencari posisi ternyaman bersandar pada pundak Danu. Danu pun segera membawa kina pulang ke kos.

Entah mengapa walaupun terkadang sikap danu sangat menyebalkan, tapi dia selalu ada disaat seperi ini, menemani kina dalam kesedihan bukan hanya dalam bahagia. Tangan danu menggenggam tangan kina yang ia lingkarkan dipinggangnya, mengusapnya lembut. Pasti lo lelah banget ya ki.
Dibelakang, sebenarnya kina tau apa yang ditanyakan oleh danu, namun dia sudah sangat lelah untuk menjawab semua pertanyaan yang ingin ditanyakan danu, dia ingin menenagkan pikirannya. Kina menyandarkan kepalanya pada pundak danu, tak lama Danu mengeratkan pegangan Kina.
Butuh waktu sepuluh menit untuk sampai kos, motor danu berhenti didepan kos. “ki.. bangun. Udah sampai.” Ya seperti ini lah danu, dia akan hangat saat menghadapi kina yang kacau. Dan saat Danu kacau kina malah memarahinya, bukannya kesal itu malah menjadi mood boster tersendiri untuk Danu.
Kina berdehem, dia bangkit dan turun dari motor Danu. Tanpa menunggu kina langsung menyerahkan helem pada danu dan pamit untuk masuk, namun danu menahan kina, “ada apa?”

Danu menyerahkan sebuah undangan pada kina, “satria ngundang lo buat dateng ke acara ulang tahunnya lusa.” Kina menatap tak percaya pada kertas itu, kina belum mengambil undangan itu dia masih menatap, “malah bengong.” Kina menatap danu, “buat aku? Dari satria?” danu mengambil tangan kina kemudian menaruh surat itu tepat diatas telapak tangan kina.
“iya.. tadi dia nyariin lo di kampus. Yaudah sekarang lo istirahat, gue tau lo butuh sendiri sekarang.” Kina tak menjawab dia hanya menatap danu, “udah jangan lihat gue, ntar lo malah naksir lagi.”danu menyalakan motornya.
“gue balik dulu.” Kina mengangguk. Setelah kepergian danu, kina melangkahkan kakinya masuk ke kost, membuka pintu kemudian kina menaruh tasnya serta surat undangan itu diatas meja. Kina langsung naik ke atas kasur membaringkan tubuhnya. Dia menatap langit kosan yang dihiasi lampu saja.

Menatap lurus entah apa yang sedang kina pikirkan, namun rasa sakit di dadanya mendadak muncul kembali, kina benar-benar membenci rasa ini, rasa sesak yang kadang-kadang muncul yang membuat semua aktifitasnya terganggu.

Kina menoleh menatap surat undangan yang dia letakkan di atas meja, tak lama kina bangkit dan mengambil surat itu. Kina duduk di kursi belajarnya membuka surat undangan itu. “satria mengundangnya? Apa benar satria mencarinya tadi”
Terpampang jelas nama dirinya disurat itu, kina menyandarkan dirinya pada punggung kursi menghela nafas sambil membolak-balikan surat itu, kina ragu untuk datang ke pesta tersebut. Pasti pestanya akan diadakan sangat mewah, dan kina tidak punya baju bagus. Tidak mau pusing kina memilih untuk meletakkan dan kembali kekasurnya untuk tidur.

Di lain tempat, satria dan anak-anak sedang nongkrong di kafe babe. “udah lo kasih ke kina?” Tanya satria pada danu yang asik dengan mie rebus telurnya danu mengangguk, dia mengunyah mie di dalam mulutnya dan menelannya kemudian dia mengambil es kopi itu meminumnya dengan perlahan.

“udah ko, barusan gue abis jemput dia kerja…”
Satria diam, mempersilahkan danu untuk cerita, namun tidak ada kata yang keluar dari mulut danu. Itu membuatnya sedikit kecewa, dia berharap bahwa ada informasi yang dia dapatkan.
“lo biasa nganter jemput dia?”

“engga sih, tadi gue yang pengen jemput aja.” Satria mengangguk paham.
“tapi gue gak bisa mastiin kalau kina akan datang.” Ucap danu tiba-tiba. Dan itu berhasil membuat satria menoleh, dia mengernyitkan dahinya menatap danu. “maksudnya?”

“ya lo bisa Tanya itu langsung ke dia, dia dateng apa engga nanti.” Berbeda dengan satria dan danu yang asik mengobrol, yusuf lebih memilih menggoreskan penanya pada selembar kertas kosong, entah apa yang sedang yusuf buat satria dan danu sama sekali tak peduli.

Walau yusuf fokus pada urusannya namun dia juga memperhatikan alur pembicaraan dua sahabatnya, “ah ya, gimana kemaren kan lo sama kina pergi bareng.. kemana?” Tanya Danu
“gak gimana-mana, gue cuman ngajak dia ke rumah pelangi.”

“tapi kenapa lo repot-repot buat ngajak dia kesana? Lo ada rasa sama dia?” satria diam, dia tak menjawab. Dia juga engga tau kenapa dia mengajak kina kesana.

Malam semua, ternyata udh 3 chapter sebelum hari Jumat..

Semoga suka ya..

Not perfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang