30

765 62 7
                                    

Danu menghampiri Satria yang terduduk di pojok kelas, “Lu kenapa? Tumben amat galau.” Danu duduk disamping Satria, mengeluarkan kotak bekal dari tasnya.
“Mau gak? Kina yang buat loh…” Satria menoleh, dia tersenyum tak menyangka bahkan Kina masih sempat membuatkan bekal untuk Danu.
“Gue gak suka, habisin aja.” Danu hanya mengangguk tak menghiraukan, dia mengambil singkong keju dan memasukannya kedalam mulut, menikmati setiap gigitan singkong yang berbalur coklat dan keju yang menyatu menjadi satu dalam mulutnya.
“Oh ya Sat, semalem Kina nelpon gue.”
“Bahkan dia lebih milih buat nelpon lo dari pada nelpon gue.” Satria bangkit dari duduknya, melihat itu Danu menutup bekalnya.
“ets, mau kemana lo… sini gue mau nanya sesuatu sama lo.” Ujar Danu meminta Satria untuk duduk kembali, Satria menghela napasnya namun dia menurut.
“Lo kemarin kenapa tiba-tiba ngambek sama Kina?”
“Gak papa.” Ujar Satria seadanya.
“Lo cemburu sama Yusuf? Ternyata lo mulai cinta sama kina?”
“ENGGAK, GUE GAK CINTA SAMA KINA, GUE KASIAN SAMA DIA.” Setelah mengucapkan itu Satria pergi meninggalkan Danu. Mendengar itu Danu mengejar Satria, dan…

Bugh..

Satu pukulan mendarat di rahang Satria, “Gila lo… lo mau mainin Kina? Gue udah bilang, kalo emang lo gak suka jangan deketin.” Danu berada di atas Satria dengan tangan satunya yang mencengkram kerah baju satria. Disana Danu terlihat sangat marah, dia gak terima sahabatnya di lukai.
“Kenapa? Lo suka juga sama tuh cewe gendut.” Sungguh Satria tidak ingin mengatakannya, namun mengapa hati dan mulutnya tidak bisa sejalan.
Bugh..
Lagi, Danu memukul Satria. “Jauhin Kina!” perintah Danu.
Kemudian Danu meninggalkan Satria yang masih tersungkur dibawah. Satria memegang pinggir bibirnya yang berdarah, dia mengelapnya secara kasar, dia mengacak-acak rambutnya dengan kesal.
Satria melangkahkan kakinya menuju toilet, namun matanya terkunci saat melihat Kina di ujung sana dengan menatap kebawah. Satria menghela nafasnya gusar, “Apa kamu sengaja menunduk agar tidak melihatku?” ujar Satria saat mereka berpapasan.
Kina menoleh mendapati wajah Satria yang berdarah, tangan Kina reflek terulur untuk memegang wajah satria yang terluka itu. “Kamu kenapa?” Satria menangkup tangan Kina yang memgang pipinya dia menggelengkan kepalanya.
Kina menarik Satria untuk mengikutinya, dia mengajak Satria ke belakang gedung tempat biasa Satria menghabiskan waktu untuk membaca. Kina menyuruh Satria untuk duduk disana setelah itu Kina mengeluarkan plester dan obat merah yang selalu dia bawa dalam tasnya.

“Jangan berkelahi.” Ujar Kina, Satria tidak menjawab, dia hanya memandang Kina yang mengobatinya.
“Aku sangat takut saat kamu berkelahi.” Satria masih betah untuk tidak menjawab pertanyaan itu.
“aku minta maaf, karena aku kamu jadi bertengkar dengan teman-temanmu.” Kina menundukkan kepalanya, luka di wajah saria juga sudah dia obati.
Satria menghela nafas, “Kenapa kamu yang minta maaf.”
“Tadi Danu bilang kalau dia habis mukul kamu. Terus tadi pagi kamu juga berantem sama Yusuf.”
“Kamu tau kenapa aku sama Danu bertengkar?” Tanya Satria, dia mengubah posisi kina agar menghadapnya, dia juga menangkup wajah Kina agar menatap matanya, Kina menggeleng. “Danu bilang kalau aku harus jauhin kamu…” bohongnya.
“… dan mungkin ucapan Danu bener, aku emang gak pantes buat kamu.” Ujar Kina kemudian Kina menundukan kepalanya. Satria mendengar itu langsung dari Kina membuat hatinya sakit, Satria benar-benar dibuat bingung dengan perasaannya. Apa benar dia sudah jatuh sejatuhnya pada cinta Kina? Itulah yang dia pikirkan.

“Danu gak bener, kamu pantes untuk dicintai…dan aku cinta sama kamu.” Ujar Satria, Kina menatap mata Satria mencoba mencari kebohongan dari mata itu namun sialnya tidak ada, lalu mengapa, mengapa Satria mengatakan pada Danu bahwa dia tidak mencintainya, bahwa lelaki itu hanya kasian padanya, pikiran Kina terus kepada kata demi kata yang terucap oleh lelaki dihadapannya.
“Sat...” Satria berdehem sambil memperlihatkan senyum manisnya dan itu justru membuat pertahanan Kina hancur seketika, Kina benar-benar tidak bisa jauh dari Satria dia amat mencintai Satria, dia tidak masalah jika Satria hanya kasiahan padanya asal lelaki itu tidak pergi darinya.
Melihat Kina yang terdiam Satria mencoba membuyarkan lamunan gadisnya, “Kin…” tangan Satria kini sudah tidak lagi menangkup wajah Kina, melainkan menggenggam tangan Kina, mengusap tangan itu dengan ibu jarinya.
Kina tak bisa bertanya, mulutnya sangat kelu. Kina mencoba mengontrol dirinya, kemudian dia tersenyum. “Kenapa kamu gombal sekarang.” Kina benar-benar tak sanggup mengatakannya, niat ingin menanyakan perihal apakah benar Satria cemburu dengan Yusuf, namun kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Satria mengusap kepala Kina sayang, “Gak papa dong? kan sama pacar sendiri.”
“Aku iri sekali melihat Danu yang kamu buatin bekal.” Tiba-tiba Satria merajuk, ya tentu saja itu hanya bercanda. Bibirnya sudah dia majukan persis seperti anak kecil yang meminta dibelikan permen oleh sang ibu, dan itu benar-benar menggemaskan. Kina yang melihat itu hanya tersenyum.
“Ya kan kamu biasanya makan di kos. Itu Danu kan karena dia akan ada tugas di luar…” Kina teringat sesuatu.
“Astaga, aku lupa… hari ini aku ada praktikum di luar. Aku pergi dulu ya.” Pamit Kina, Satria menahan tangan Kina.
“Aku antar.” Kina menganggukan kepalanya.

……

Suara telpon bordering, Satria mengernyitkan dahinya melihat nomor yang tidak dia kenal. Satria membiarkannya dan memasukan kembali ponselnya, dia memakai helmnya dan pergi untuk menjemput Kina. Tadi Satria memaksa untuk menjemputnya kembali setelah selesai praktikum.
Motor Satria melaju dengan kecepatan rendah. Saat ini dia bisa bernafas lega karena Kina tidak marah padanya. Satria memarkirkan motornya di tempat parkir, Satria menunggu kedatangan Kina. Sambil menunggu Satria mendengar suara tangisan bayi. Satria menoleh ke kanan dan kekiri hingga dia menemukan sebuah kardus di bawah pohon, Satria menghampirinya dan syok saat melihat ada bayi di dalamnya.
Di lain tempat Kina yang menelpon Satria menggunakan ponsel temannya pun menghela nafas, “Mungkin lagi di jalan kali.” Dan benar saja tidak berapa lama lelaki itu datang. Kina yang belum selesai dengan praktikumnya menghela napas lega kemudian kembali fokus pada uji cobanya setelah melihat kedatangan satria.
“Sat…” panggil Kina yang ternyata sudah di belakangnya.
“Astagfirullah, bayi siapa itu?” Satria menggelengkan kepalanya, Kina langsung mengambil alih dan menggendongnya. “Kita lapor kepolisi?”
“Buat apa? Orang tuanya aja buang dia, pasti hasil dari hubungan gelap.” Ujar Satria.
“Terus kita harus apa?”
“Kita yang rawat.”
“Kamu serius, terus kalau kita kuliah gimana? Siapa yang jaga dia?” Tanya Kina sambil mengayun-ayun kan badannya mencoba membuat sang bayi tenang, dan itu berhasil bayinya sudah tidak menangis lagi. Satria yang melihat Kina begitu lihai dalam menggendong bayi itu tersenyum, dia mendekatkan tubuhnya pada Kina dan berbisik disana.
“Kamu cocok banget jadi ibu… ibu dari anak-anakku nanti.” Ujar Satria sambil tersenyum menggoda, Kina yakin kini wajahnya sudah seperti tomat, merah.
“Sat…”
“Nanti biar mamah yang jaga, sekalian mamah jadi temennya mamah.” Kina mengangguk namun masih belum merasa yakin.
….

Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Satria. Sesampainya dirumah, mereka masuk kedalam disana Alma sedang bersantai sambil merapikan tanaman hiasnya.
“Assalamualaikum mah…”
“Waalaikumsalam, astagfirullah… kalian bawa anak siapa itu.” Alma bangkit dan mengampiri Satria dan juga Kina yang menggendong bayi. Alma menyuruh mereka untuk duduk dan menceritakan semuanya.
“Jadi gitu mah, aku sama Kina sepakat buat ngerawat bayi ini mah.”
“Terus kuliah kalian? Siapa yang jaga bayi ini kalau kalian kuliah.”
“Kita nitip ke mamah ya, untuk keperluan susu dan popok Satria nanti kerja mah, kerja apapun. Ya kan Kin?” Satria menatap Kina, Kina hanya menganggukkan kepalanya.
“Iya tan, mungkin kalau malam akan Kina bawa di kos…” Alma berfikir sejenak.
“Terus nanti kalian bolak-balik gitu ke rumah cuman buat nganter bayi ini? Kasian, mending biar disini mamah yang urus. Kecuali kalau kalian menikah dan punya rumah sendiri.” Putus sang mamah, Satria menimbang dan mengangguk.
“Tapi untuk keperluan Satria janji mah bakal menuhi. Sekalian belajar jadi ayah yang baik.”
“Terserah kalian.”

Pagi.. semoga suka, ditunggu komentarnya.😘

Not perfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang