Ya ampun, kira-kira masih ada yg nunggu gak ya..
Maaf ya baru sempat nulis😭😭
Semoga suka
Kina menghampiri Ayu, Ayu yang melihat itu memberikan helm kepada Kina, kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka. “Thanks ya Yu…” Ayu tersenyum dan menganggukan kepala. Setelah kepergian Ayu, Kina masuk kedalam kos-kosan nya. Dia melepas sepatu dan juga tasnya kemudian Kina masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Suara telpon berbunyi, namun Kina tak mendengarnya karena sedang mandi.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan memakai piyama dengan rambut yang dia lilitkan dengan handuk. Kina pun berjalan menuju kasurnya, sebelumnya dia mengambil ponselnya dan mendapati lima panggilan tak terjawab dari Lastri dan juga satu pesan dari Satria.
Kina dengan cepat langsung mebghubungi balik sang ibu, hati Kina mulai tidak tenang, dia takut terjadi sesuatu kepada ibunya atau sang adik. Dering ke tiga Kina pun dapat mendengar suara Lastri.
“Ada apa bu?” Tanya kina yang mulai khawatir.
“Begini nduk… adik mu mau sepatu baru, tapi ibu belum ada uang.” Kina bernafas lega, kemudian tersenyum lega.
“Oh… Yasudah besok Kina transfer ya bu? Kebetulan hari ini Kina gajian, terus Alhamdulillah dapet sedikit bonus.”
“Alhamdulillah, kamu disana sehat nduk? Adik mu kangen banget katanya sama kamu.”
“Alhamdulillah sehat bu, ibu sama adik sehat kan? Terus adik mana bu?”
“Sehat Alhamdulillah, udah tidur dia, yasudah ibu tutup dulu ya… kamu kan harus istirahat. Assalamualaikum.”
“waalaikumsalam.” Sambungan telpon pun terputus.
Kina yang sudah lelah memutuskan langsung tidur. Bahkan dia sampai lupa dengan pesan singkat yang dikirim oleh Satria kepadanya. Di lain tempat Satria tanpak gelisah menanti balasan dari Kina, sampai pada akhirnya Satria juga terlelap dari tidurnya.
……“Satria?” Kina yang sedang pergi bersama sang ibu terkejut mendapati Satria yang berada di depok. Kina menghampiri Satria yang duduk diatas motor, Kina bingung bagaimana bisa Satria sampai disini.
“Satria?” satria tersenyum melihat wajah bingung Kina, “Ko kamu bisa ada disini?” Kina benar-benar dibuat bingung. Satria hanya mengusap kepala Kina dengan tenang, tak lama lestari datang dan mengajaknya pulang. Satria tak mengeluarkan suara sedikitpun, bahkan saat Kina pergi Satria hanya menatapnya dari kejauhan begitu pun dengan Kina, kina yang berusaha melihat kearah belakang terjatuh dari motor dan itu membuatnya tersadar dari tidurnya.Kina menatap kamar kos nya, kemudian mengambil ponselnya dan mendapati tiga panggilan tak terjawab dari satria, tak berapa lama ponselnya berdering dan terdapat nama Satria disana. Dengan cepat kina langsung mengangkatnya.
“Waalaikumsalam Sat… kamu udah di depan?” Kina dengan cepat bangkit dari tidurnya dan mengintip dari balik jendela kosnya dan benar ternyata Satria sudah berada di depan kos, Kina yang panik kemudia menutup kembali kordennya, dia mendapati jam yang sudah menunjkan pukul delapan pagi.
“Iya, sebentar.. aku siap-siap.” Kina mematikan sambungan tersebut kemudian bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap. sekitar tiga puluh menit Kina pun keluar dan mendapati Satria yang sedang duduk di kursi depan kosnya sambil bermain ponsel.
“Udah?” Kina mengangguk.
Mereka kini sudah sampai di kampus. Kina turun dari motor dan memberikan helm kepada satria, setelah itu mereka berjalan menuju kelas. Namun saat di sepertiga lorong mereka berpisah karena kelas yang mereka ambil berbeda.
Satria mengusap kepala Kina dengan sayang. Kina tersenyum kemudian pergi meninggalkan Satria. Ternyata seperti ini rasanya diperhatikan, rasanya dicintai, Kina benar-benar bahagia saat ini dan dunia berasa milik berdua. Kina melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas, dia duduk disamping Fitri dan teman-temannya. Kina memilih untuk diam, karena memang Kina tidak terlalu suka untuk berinteraksi dengan mereka.
Sementara Fitri yang melihat Kina menoleh, “Kin…” Kina yang sedang bermain ponsel menoleh mendapati bahwa Fitri berada dihadapannya. “Iya ada apa?” ujar Kina hati-hati, Kina tak ingin menjalin pertemanan dengan siapapun, dia takut mereka hanya akan memanfaatkannya, dan juga tujuan dia kuliah untuk membanggakan kedua orang tuanya dengan kelak mendapatkan pekerjaan yang layak.
Fitri tersenyum, namun entah mengapa Kina tidak suka dengan senyum yang Fitri perlihatkan kepadanya. “Boleh nanya sesuatu?” Kina mengangguk, namun dalam hati dia bingung ‘Tumben sekali Fitri nanya sesuatu kepadanya.’ pikirnya.
“Aku lihat kamu deket sama Satria…” Fitri menggantungkan kalimatnya, Kina masih terdiam dan menunggu kalimat yang akan keluar dari Fitri. Dilihat Fitri yang mencoba menetralkan dirinya untuk mengatakan sesuatu kepadanya. “hmm.. gini, Satria sama Yusuf kan temen satu tongkrongan, tidak menutup kemungkinan kamu juga ketemu sama Yusuf kan?” Kina mengangguk seolah mengerti namun dia masih tidak mau bersuara dan membiarkan Fitri meneruskan maksudnya.
“Aku boleh titip ini?” mata Kina menoleh mendapati Fitri yang menyodorkan sesuatu kepadanya, “Apa ini?” Fitri tersipu malu, “Bukan apa-apa, tapi boleh kan aku titip kamu buat sampaikan ini ke dia? Tapi jangan bilang kalau ini dari aku… bilang aja ada yang nitip.” Kina menerima dan mengangguk, Fitri tersenyum dan berterimakasih kepada Kina.Fitri kembali duduk diposisinya, tak lama dosen pun datang. Di lain tempat Yusuf sedang duduk di bawah pohon rindang dengan beberapa kanvas yang tak pernah dia lupakan. Berbeda dengan Satria yang akan menghabiskan waktu luangnya dengan membaca, Yusuf lebih memilih meluangkan waktunya dengan menggoreskan pena diatas kanvasnya.
Tanpa sadar goresan itu mulai terbentuk. Dia tak menyangka, wajah Kina yang terlukis disana, Yusuf tersenyum saat melihat hasil gambarnya, saat itu bertepatan Danu datang mengejutkannya, Yusuf segera menyimpan hasil karyanya dan memasukan kedalam tas. “Hayo… kenapa senyum-senyum?” ejek Danu menggoda Yusuf. Yusuf benar-benar dibuat jantungan karena kedatangan Danu, untung saja Danu tidak melihatnya.“Makan yuk, laper gue.” Ajak Danu sambil mengelus-ulus perutnya. Yusuf langsung mengangguk dan mengajak Danu untuk ke kantin. Dikantin Yusuf tak hentinya memikirkan Kina, dimana awal mereka bertemu di bus, di pendopo, senyumnya saat mengajari anak-anak asuhnya saat itu terus terngiang di benaknya, hingga akhirnya dia mengetahui bahwa Kina menyukai sahabatnya sendiri, Satria.
Keasikan melamun, Yusuf merasa bahwa Kina ada dihadapannya tersenyum amat manis, Yusuf yang melihat itu membalasnya. Hingga sebuah tepukan mendarat di pipinya membuatnya tersadar dari lamunannya, “Lo kenapa?” Yusuf tersadar dan menggelengkan kepalanya, “Suf..” panggil Kina yang benar-benar berada dihadapannya.
Yusuf mencoba menetralkan detak jantungnya dan bersikap seperti biasa. “iya gimana?” yusuf memperhatikan Kina yang sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, “Ini tadi ada yang nitip ke aku, buat kamu.” Kina menyodorkan sebuah kotak kepada Yusuf, Yusuf yang tampak bingung tetap mengambilnya, “Dari siapa?”
“Katanya gak boleh dikasih tau sih, aku suruh kasih aja.” Jelas kina.
Dari jarak yang tidak jauh dari mereka, Fitri tersenyum saat melihat Yusuf mau menerima barangnya. Fitri akhirnya angkat kaki meninggalkan kantin. Setelah kepergian Fitria, Yusuf mengembalikan kepada Kina, Kina mengernyitkan dahinya, “Ko dibalikin?”
Yusuf menghela nafasnya, “Kasih tahu, siapa yang kasih.” Yusuf tak mengerti mengapa masih ada orang yang model seperti ini, terlalu kuno.
“Mending kamu buka, siapa tahu ada pengirimnya disana.” Usul Kina, Kina paham bagaimana rasanya ditolak, walaupun Kina tidak terlalu dekat dengan fitri, tetapi dia juga wanita.
“Tumben gak sama Satria?” Tanya Kina. Danu yang asik makan tak menghiraukan, dia lebih memilih untuk menghabiskan mie ayam di depannya dari pada menyauti pertanyaan Kina.
“Masih kelas dia. Kamu gak kelas?”
“Kelas, tapi sudah selesai ko.” Setelah itu tidak ada pembicaraan diantara mereka, Yusuf masih memperhatikan siapa yang memberikannya hadiah, sementara Kina membuka ponselnya dan mendapati satu pesan dari editornya yang menyuruhnya untuk segera melanjutkan novelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not perfect
Teen Fictionsequel the fat dreams. "apa jika aku cantik aku bisa berada di dekatnya?" wanita itu memandang lelaki yang tengah duduk tenang di taman kampus sambil membaca sebuah buku.