[Satu tahun kemudian]
Ditengah kekacauan dunia sihir yang terjadi karna ulah Voldemort dan para pengikutnya. Draco yang sangat bertanggung jawab dan tangguh itu pergi berlibur ke pemandian air panas Széchenyi di Budapest, guna menghilangkan depresinya tentang yang terjadi dalam dunia sihir.
"Menurutmu bagaimana air disini bisa panas? Menurutku, ini ulah penyihir jaman dulu yang iseng." Lelaki dengan celana pendek berwarna hijau dengan corak bunga ungu bersandar tenang diujung kolam. Matanya menatap mata abu suram milik temannya "Drake, menurutmu?"
"Pengeboran di panas bumi?" Draco menjawab ragu.
"Bagaimana menurutmu Jun?" Alf melirik lelaki bermata sipit yang sedang memperhatikan para gadis yang memakai bikini.
Jun lalu berputar menatap Alf kesal karna sudah menganggu kesenangannya. "Menurutku air disini panas berawal saat dulu Poseidon berduel dengan helios sang dewa matahari untuk mendapat kota Korinthos. Tapi Zeus turun tangan dan menjadi penengah. Akhirnya Helios dapat wilayah Acropolis, dan Poseidon dapat Isthmus." Jelas Jun sambil menertawakan ekspresi kedua temannya yang malas mendengar dongeng darinya. "Yang berarti tidak masuk akal seperti jawaban kalian berdua."
"Intinya?" Draco masih menahan emosi.
"Ini semua berasal dari langit." Jun memberi tepuk tangan atas jawabannya sendiri.
"Go to hell please." Alf menggeleng tak tahan.
"Itu tidak masuk akal Jun, kau bayangkan saja air yang suhunya sepanas ini jatuh dari air, dan--" Draco mencoba menjelaskan bahwa jawaban Jun bahkan tidak masuk akal lagi. Tapi sial, benda aneh dengan kecepatan tinggi tiba-tiba jatuh tepat diatas kepalanya, membuatnya menghentikan penjelasannya. "Apa itu barusan?" Tanya Draco sambil mengelus kepalanya.
Jun tertawa geli, sebelum akhirnya mengambil surat yang sudah terlanjur basah terkena air kolam. "Lihat Drake! kau baru saja kejatuhan surat dari langit. Apalagi air dari langit kan?" Jun membuka bungkus surat penasaran.
"Surat dari langit?" Draco langsung melihat langit siang itu. Seekor burung hantu baru saja melintas. Yang berarti itu surat dari seseorang dan bukan langit di siang bolong. "Apa isinya?"
Jun menunjukan tulisan singkat, padat, dan jelas pada surat itu.
Pulang
"Tidak ada pengirimnya?" Draco merebut perkamen itu lalu membolak-balikannya kesegala arah.
"Mungkin hanya orang iseng." Alf menyepelekan.
Jun memegang bahu Draco tatapannya dalam dan sepertinya ia akan berkata suatu hal penting, "Mungkin sekarang waktunya."
"Tidak, aku tidak akan kembali." Draco menggeleng.
"Tentu harus, kau tidak bisa lari begitu saja dari ini semua, nanti kau bisa membusuk di Azkaban. Kau harus menyelesaikannya, mengerti? Ini bukan lomba maraton yang cara menyelesaikannya adalah dengan lari." Dalam tujuh belas tahun hidupnya itu adalah kata-kata paling bijak yang diucapkan Jun selama hidupnya. "You just need to kick You-Know-Damn-Who Ass, and said fuck you to all the death eater."
"Tidak semudah itu Jun. Kau-tahu-siapa itu penyihir hitam terkuat didunia." Gumam Alf.
"Semua orang akan mati, yang terkuat sekalipun pun bisa mati." Jawab Jun.
"Tapi Jun benar, aku hanya harus mengalahkannya ya kan?" Ucap Draco sambil menatap Jun penuh yakin. "Dia jelas tidak boleh menang, bagaimana nasib para penyihir disana? Nasib para kelahiran muggle?"
"Sejak kapan kau punya empati pada orang?" Mata Jun menyipit mengintimidasi. "Oh, pasti karna sedang jatuh cinta dengan Herlina kan? Ya kan?" Jun melingkarkan lengannya di leher Draco ingin mencekiknya agar mengakui hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through The Uwu Side [Dramione]
FanfictionTahun keenam di Hogwarts tampak berwarna bagi Hermione saat mengenal murid pindahan dari Durmstrang. Draco Malfoy. Namun, semua berubah saat negara api menyerang. Ga deng boong. Saat perbedaan visi menyerang. Nah eta. . [Completed]