Part 19

1.9K 279 25
                                    

Pagi harinya, Sean akan berangkat ke perusahan namun dia akan menghantar Jenniefer ke butik duluan.

"Kamu selesai kerja jam berapa?" tanya Sean setelah tiba didepan butik Jenniefer.

"Biasanya jam 2 si," sahut Jenniefer.

"Aku jemput kamu jam 2 terus kita makan siang ya," ujar Sean.

Namun Jenniefer kelihatan ragu "A-Aku sudah ada janji untuk makan siang sama teman aku. Apa boleh?"

Sean tersenyum "Boleh kok. Nanti kamu kabarin aku saja kapan kamu pulang. Aku akan menjemput kamu,"

Jenniefer ikut tersenyum "Aku duluan," pamitnya sebelum berganjak keluar dari mobil.

Setelah memastikan Jenniefer masuk kedalam butik, Sean langsung saja melajukan mobilnya untuk menuju ke perusahan.

Drtt drttt!

Dengan satu tangannya yang memegang stir mobil, Sean beralih mengambil earphone miliknya yang sudah tersambung ke ponsel lalu dia memakainya ditelinga.

"Halo Ma,"

"Sean. Kamu baik baik saja?"

Dahi Sean mengernyit "Aku baik baik saja Ma. Kenapa memangnya?"

"Mama hanya khawatir. Sudah lama juga kamu tidak menghubungi Mama. Apa kamu sudah lupa sama Mama setelah kamu punya istri?"

Sean terkekeh kecil "Aku tidak mungkin lupa sama Mama kok,"

"Dimana Jenniefer?"

"Aku baru saja menghantar dia ke butik. Sekarang aku lagi on the way ke perusahan,"

"Bagaimana dengan pernikahan kamu itu? Kamu bahagia?"

"Aku bahagia Ma. Mama tenang saja. Pilihan Mama sama Papa sudah tepat kok. Jenniefer memang yang terbaik untuk Sean,"

"Syukurlah. Mama senang mendengarnya. Kapan kapan kamu bawa Jenniefer ke mansion ya,"

"Iya Ma. Nanti pas libur aku bawa Jenniefer ke mansion,"

"Mama harus pergi. Papa kamu sudah memanggil,"

"Baiklah Ma,"

Tut

Panggilan akhirnya dimatikan. Sean hanya tersenyum dengan pandangannya yang fokus menatap jalanan.

"Pilihan Mama sama Papa memang tepat," gumamnya.

*
*

Singkat ceritanya, waktu sudah menunjukkan pukul 2.15 menit petang dan Sean akhirnya mampu meregangkan badannya setelah berjam-jam dirinya duduk dibangku kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Tupai," Limario berjalan memasuki ruangan Sean dengan santai.

"Enak saja lo manggil gue tupai," gerutu Sean.

"Sadar diri lah. Tuh pipi lo gembul seperti pipi tupai," balas Limario.

Sean memutar bola matanya dengan malas "Ada apa lo keruangan gue?"

"Ayo makan siang,"

"Lo traktir?"

Limario berdecak kesal "Iya deh iya. Gue traktir. Ayo cepatan,"

Sean tersenyum lalu dia langsung bangkit dari bangkunya.

"Ayo adik ipar," ajak Sean merangkul Limario keluar dari ruangannya.

"Makan dimana nih?" tanya Limario setelah memasuki mobilnya.

"Terserah," sahut Sean.

"Dih, jawaban lo seperti cewek," dengus Limario menjalankan mobilnya untuk pergi dari sana.

"Pengalaman banget ya lo,"

"Gue memang punya pengalaman si. Nuna lo suka banget bikin gue frustasi sama jawabannya itu,"

Sean terkekeh kecil "Namanya juga cewek,"

"Terus bagaimana sama Nuna gue?"

"Nuna lo? Tidak ada masalah si. Dia juga memang belajar untuk mencintai gue,"

"Baguslah. Gue senang karena Nuna gue sudah bisa melupakan Hantae,"

Sean hanya mengangguk. Dia juga memang merasa senang karena sekarang dia sudah kehilangan saingannya.





Baru saja ingin menikmati makanan yang terhidang didepannya, tatapan Sean malah tertuju kearah sosok Jenniefer yang juga berada di restaurant yang sama dengannya itu.

Seketika nafsu makan Sean menghilang ketika dirinya menyadari kalau Jenniefer lagi menikmati makan siangnya bersama sosok Hantae.

"Lo bilang mereka sudah putus. Tapi sekarang kenapa bisa makan siang bareng?" bingung Limario.

"Mereka memang sudah putus tapi mereka tetap menjadi teman," jelas Sean.

Limario mengangguk faham "Terus sekarang kenapa lo kelihatan kesal?"

Sean mengusap wajahnya dengan kasar "Jenniefer bilang sama gue kalau dia bakalan makan siang bersama temannya. Tapi kenapa Jenniefer tidak jujur saja kalau dia makan siang bersama Hantae? Kenapa dia harus menyembunyikan semuanya dari gue?"

"Gue juga bingung sama masalah lo ini," keluh Limario.

Sean mengambil ponselnya lalu dia memutuskan untuk menghubungi Jenniefer.

"Hubby. Ada apa?"

"Kamu ada dimana?"

"Aku lagi makan siang diluar bersama teman aku. Bukannya aku sudah bilang sama kamu tadi pagi?"

"Siapa nama teman kamu itu?"

Dari posisinya, Sean bisa melihat kalau raut wajah Jenniefer berubah. Istrinya itu kelihatan ragu untuk menjawab pertanyaan darinya.

"Wifey?" panggil Sean gara gara tidak mendapat sahutan.

"S-Sumin. Nama teman aku ini Sumin. Dia teman aku di butik"

"Selesai makan langsung pulang. Aku akan menjemput kamu di butik"

Tut

Sean bergegas mematikan panggilan itu sebelum dirinya mendengar sahutan dari Jenniefer.

"Dia tidak jujur sama gue. Dia bilang dia makan siang bersama temannya yang bernama Sumin," keluh Sean mengusap wajahnya dengan kasar.

"Gue harap lo bisa bicarakan hal ini baik-baik ya. Jenniefer Nuna memang kelihatan keras kepala tapi hatinya lembut. Gue harap lo tidak bikin dia menangis walaupun dia memang bersalah," ujar Limario khawatir.

Sean tersenyum tipis bagi menenangkan sahabatnya itu "Lo tenang saja. Gue tidak akan menggunakan kekerasan kok. Gue juga memang tidak suka melihat Jenniefer menangis,"

Limario akhirnya ikut tersenyum "Gue percaya sama lo,"




Tekan
   👇

Please Be Mine✅(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang