Sean keluar dari ruangan kerja Hanjun dengan raut wajah yang sedih. Namun pria ini buru buru mengubah raut wajahnya sebelum dirinya kembali menghampiri yang lain.
"Hubby," panggil Jenniefer ketika menyadari sosok Sean.
Sean tersenyum tipis "Daddy bilang dia mau istirahat. Kita pulang sekarang ya,"
Jenniefer tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya itu namun dia memutuskan untuk menahan dirinya daripada memberikan pertanyaan.
"Mom, kita pulang dulu ya," pamit Jenniefer kepada Yura.
"Iya. Hati-hati," balas Yura.
"Lo baik-baik saja?" bisik Limario menghampiri Sean.
"Besok gue ceritakan," balas Sean ikutan berbisik.
Setelah selesai berpamitan, Sean dan Jenniefer akhirnya berlalu pergi dari sana.
Disepanjang perjalanan pulang, hanya suasana hening yang menyelimuti keduanya. Sean kelihatan fokus menyetir sementara Jenniefer kelihatan memikirkan tingkah aneh suaminya itu.
Ingin melontarkan pertanyaan namun dia tahu sekarang bukan waktu yang tepat.
30 menit kemudian, mereka akhirnya tiba di mansion.
Tanpa bersuara, Sean keluar dari mobil lalu dia berganjak memasuki mansion membuat Jenniefer buru-buru mengikuti langkahnya.
"Hubby," panggil Jenniefer setelah mereka tiba dikamar.
Sean menarik tangan Jenniefer dengan pelan sehingga keduanya kini sudah duduk diatas kasur.
Pria itu tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kenapa?" tanya Jenniefer menatap Sean dengan penuh perhatian.
Bukannya menjawab, Sean malah memeluk Jenniefer bahkan dia menenggelamkan mukanya diceruk leher Jenniefer.
"A-Aku hampir gila," bisik Sean dengan suara seraknya "Daddy kamu meminta aku menceraikan kamu,"
Jenniefer tersentak ketika mendengar kata kata yang terlontar dibibir suaminya itu.
Sean pula semakin memeluk Jenniefer dengan erat bahkan kedua tangannya sudah melingkar di perut sang istri "Jangan tinggalin aku. Aku mohon jangan pergi,"
Untuk pertama kalinya, Jenniefer melihat Sean menangis. Pria itu sepertinya sudah tidak mampu menahan rasa sesak dihatinya lagi.
"Aku tidak akan meninggalkan kamu," seru Jenniefer mengelus kepala Sean dengan pelan walaupun saat ini dia ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Sean juga bingung dengan dirinya sendiri. Dia tidak pasti apa yang dirasakan olehnya itu namun yang pasti, hatinya terasa sesak ketika membayangkan dirinya harus menceraikan Jenniefer. Dia tidak rela. Dia tidak sanggup. Jenniefer adalah segala-galanya untuknya. Dia sudah cinta mati sama Jenniefer. Cintanya kepada Jenniefer sudah terlalu besar sehingga dirinya sanggup memohon agar Jennifer tidak pergi meninggalkannya.
"J-Jangan, j-jangan pergi," lirih Sean.
"I'm here with you," balas Jenniefer dengan lembut.
Hatinya ikut merasa sakit ketika melihat betapa rapuhnya sosok Sean. Hatinya juga merasa haru karena Sean terlalu mencintai dirinya. Sejujurnya dia sadar kalau dirinya tidak pantas untuk mendapatkan cinta tulus Sean. Masih banyak wanita diluar sana yang pantas untuk mendapatkan cinta Sean tapi kenapa Sean memilih dirinya? Apa dirinya mampu untuk membahagiakan pria itu?
"Tenangkan diri kamu. Jelaskan semuanya kepada aku," ujar Jenniefer setelah isakan Sean tidak lagi kedengaran.
Sean melepaskan pelukannya lalu dia menatap Jenniefer.
Wanita itu terkekeh kecil "Ututu, bayi besar aku lucu," ujarnya menangkup kedua pipi gembul sang suami.
"Janji jangan tinggalin aku?" tanya Sean.
Jenniefer menghapus sisa air mata dipipi Sean "Aku janji,"
Disetiap hubungan itu membutuhkan kejujuran makanya Sean memutuskan untuk jujur kepada Jenniefer.
Tanpa ragu, dia menceritakan semuanya kepada istrinya itu.
"Kenapa orang itu ingin menhancurkan hubungan kita?" lirih Jenniefer setelah Sean selesai menceritakannya.
"Manusia tidak pernah puas dengan apa yang mereka ada. Mereka pasti cemburu dengan kita," balas Sean.
"Kamu yakin kalau anak Jovanka itu bukan anak kamu?" tanya Jennifer menggigit bibir bawahnya.
"Aku yakin. Aku dulu memang cowok brengsek. Tapi aku tidak pernah tidur sama mana-mana wanita. Aku masih menghargai wanita. Tolong percaya sama aku,"
Jenniefer tersenyum tipis. Tangan mungilnya beralih mengelus kepala Sean "Aku percaya sama kamu, bayi besar aku,"
Sean akhirnya mampu bernafas lega. Tidak lupa juga dia melontarkan kalimat syukur karena istrinya itu mempercayai dirinya.
"Aku akan berusaha menyelesaikan semua masalah ini. Dan aku harap kamu akan terus berada disamping aku," ujar Sean.
Dia menggenggam tangan Jenniefer lantas dia mengecup tangan itu dengan lembut "Aku tidak kuat sayang. Aku butuh kamu sebagai kekuatan aku,"
Jenniefer mengelus tangan Sean "Kita lalui semua ini bersama,"
*
*Sementara itu di sebuah rumah yang kecil, terlihatlah sosok dua orang wanita bersama seorang anak kecil.
"Lo yakin sama rencana lo ini?"
"Gue yakin! Ini juga demi kebaikan anak gue,"
"Tapi rencana ini bahaya,"
"Makanya gue butuh bantuan dari lo!"
"Maaf, gue tidak bisa membantu lo,"
"Lo teman gue atau bukan si!?"
"Gue memang teman lo Jovanka! Tapi rencana lo ini rencana gila! Lo juga tahu kalau Sean sudah menikah! Lo tega ingin menghancurkan rumah tangga Sean!?"
Sosok yang dipanggil Jovanka itu terkekeh sinis "Demi uang, gue sanggup melakukan segalanya," smirknya.
Tekan
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Be Mine✅(TERBIT)
FanfictionHubungan yang terjalin gara-gara perjodohan ternyata tidak terlalu buruk. Cinta yang perlahan-lahan muncul membuat Sean dan Jenniefer berusaha mempertahankan ikatan pernikahan mereka namun kehadiran sosok ketiga mula menghancurkan segalanya. Dendam...