LSIH (2) - 15. Dia atau dia 💝

11.9K 642 46
                                    

"Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan) pasti apa yang akan diusahakannya besok"

- Quran Surah Luqman:34 -

💕

Taqi mengedarkan pandangannya ke sekeliling halaman luas. Halaman rumah yang hanya dibatasi pagar besi yang tidak terlalu tinggi menyatu dengan pondok pesantren putra. Sedangkan pondok pesantren putri terletak sekitar 5 kilometer dari rumah induk.

Tenda dan beberapa tikar serta kardus-kardus berisi gelas air mineral kosong masih tampak di halaman luas itu. Semalam diadakan syukuran pengajian kedatangannya kembali ke tamah air. Tentu saja bersama para santri dan pengajar serta pengurus pondok.

Setelah hampir 6 tahun meninggalkan tanah air, demi mencapai citanya,menekuni ilmu tafsir, akhirnya ia bisa kembali merasakan hembusan angin tanah kelahirannya.

"Sedang apa nak" ustadz Jauhar mendekati putra sulungnya yang kelihatan sedang takzim memandang halaman rumah.

"Sedang mengenang masa dahulu bah" jawab Taqi sambil tersenyum.

"Hmm...mengenang masa kecilkah? Atau lebih tepatnya sedang mengenang siapa?" Goda ustadz Jauhar membuat Taqi sedikit malu.

Iya. Memang dia sedang mengenang masa kecil. Berlarian bersama Husna adiknya juga beberapa teman santri putra disini. Di halaman rumahnya yang sangat luas. Tentu mereka bisa berlarian sepuasnya hingga berkeringat.

Tidak seperti anak masa kini yang lebih rela menunduk menajamkan mata tak peduli sekeliling asik dengan perangkat gadgetnya. Hingga menurut para ahli, gadget bisa menyebabkan obesitas karena kurang bergerak selain masalah lain seperti tumbuh kembang jadi lambat, menganggu pertumbuhan otak dan membuat mudah pikun.

"Ataukah mengenang gadis itu?" Ustadz Jauhar langsung menembak tepat ke sasaran.

Taqi tertawa. Tebakan abahnya sama sekali tak meleset. Di halaman ini juga dulu ia sering bermain bersama Kanaya. Membantu Kanaya mengerjakan pekerjaan rumahnya.

"Kamu sudah siap nak?"

"Siap apa bah"

"Ya siap menikahi nak Aya to le.."

Hehh...

Taqi menghela panjang, melepas sedikit ragu yang menyergap.

Mereka memang pernah menjadi teman kecil. Orangtua mereka juga sudah seperti saudara. Semua sangat senang jika mereka betul-betul menjadi keluarga dekat. Hingga menjodohkan dirinya dengan gadis itu.

Semalam, paklik Faqih, abi Kanaya bahkan sengaja melakukan video call dengan Kanaya saat acara tasyakuran selesai.

Taqi sempat sekilas melihat sosok Kanaya lewat layar ponsel abi Kanaya yang dipanggilnya paklik itu. Dan gadis kecil yang dulu pendiam dan sangat suka membaca buku serta paling seneng diajak main masak-masakan itu kini menjelma jadi seorang gadis yang sangat cantik.

Sudah lama, tepatnya sejak Taqi harus melanjutkan sekolah menengah atas di Jogya, kemudian lanjut ke LIPIA di Jakarta hingga ke Mesir, ia belum pernah berjumpa lagi dengan Kanaya.

"Kok malah ngelamun Qi..." teguran ustadz Jauhar menyadarkan Taqi atas ingatan masa kecil Kanaya.

"Bagaimana dengan dik Aya bah...kalau Taqi sih percaya pada pilihan abah sama umi" jawab Taqi pasti.

Love Story in Hospital 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang