LSIH (2) - 16. Worried 💝

11K 671 37
                                    


Ya Allah, berilah aku seseorang yang kelak akan mengenggam tanganku menuju surga

💕

Mobil yang dikemudikan Taqi perlahan memasuki area parkir sebuah rumah makan. Rumah makan bernama lesehan bambu yang terletak di dekat kampus ITN tersebut lumayan nyaman. Setidaknya hanya itu tempat makan yang diketahui oleh Kanaya. Dulu ia pernah makan bersama Rissa di sana. Selebihnya biasanya ia hanya membeli makanan di warung-warung kaki lima dekat rumah kos jika ingin makan.

Mereka bertiga duduk di sebuah meja yang posisinya agak di pinggir. Agar lebih leluasa ngobrol tanpa suara berisik berlebihan.

"Dik Aya mau pesan apa?" Tanya Taqi ketika mereka sudah duduk nyaman.

"Minum aja kak...es jeruk" sepulang jaga malam tentu saja Kanaya sudah sarapan. Itu untuk energinya hari ini. Sarapan sebungkus nasi campur yang dibelinya di kedai depan rumah sakit sudah cukup mengenyangkan dirinya.

"Kamu pesan apa Na?"kali ini Taqi bertanya pada adik perempuannya yang duduk di sebelah Kanaya.

"Sama aja kak Taqi, Husna nurut aja" jawab Husna sambil

Suasana hening sejenak ketika pelayan sudah mencatat semua pesanan mereka. Dan kini mereka sedang menunggu pesanan datang.

Kanaya hanya bisa diam. Samasekali ia tak punya ide tema pembicaraan yang asyik untuk diobrolkan. Sesekali ia melihat  Taqi yang ketara sekali juga sedikit gugup.

"Eh...dik Aya kerasan ya tinggal di sini..." akhirnya Taqi memulai obrolan.

"Ya lumayan. Sudah hampir 6 tahun Saya kos disini, jadi sudah adaptasi dengan lingkungan disini..." Kanaya menjawab sebisanya.

"Mm...kira-kira berapa lama lagi dik Aya lulus?"

Sejenak Kanaya diam. Pertanyaan yang sama seperti yang dilontarkan abinya kapan hari.

"InsyaAllah kalau lancar ya sekitar 2-3 bulan lagi"

"Alhamdulillah...Sebentar lagi" Taqi tampak senang mendengar jawaban Kanaya.

Obrolan terhenti ketika pelayan menata pesanan mereka di meja.

"Ayo dimakan..." Taqi menyuruh Kanaya dan adiknya untuk menikmati beberapa kudapan yang dipesannya.

"Eh...maaf..bolehkah kakak bertanya masalah kita?" Setelah hening sejenak sambil menikmati makanan dan minuman yang sudah dipesan, akhirnya Taqi kembali membuka obrolan.

Husna yang duduk bersama mereka, lebih seperti obat nyamuk pengusir serangga. Cuma diam dan takzim mendengarkan serta sesekali memainkan gawainya.

Kanaya mengangguk. Ia memang bisa menduga akhirnya kesanalah arah pembicaraan Taqi.

"Tentang perjodohan kita,menurut dik Aya gimana?" Taqi hendak mengorek isi hati gadis cantik teman masa kecilnya itu. Ia hanya tak ingin egois memaksakan diri menuruti perjodohan orangtuanya jika Kanaya tak bersedia.

Kanaya menunduk. Selain lelah fisik, ia sebetulnya mulai dihinggapi lelah psikis. Sejujurnya ia sedang tak ingin membicarakan masalah perjodohan, menikah dan sejenisnya.

"Sangat wajar jika kedua orangtua kita melakukan hal itu, tetapi..." kalimat Kanaya menggantung.

"Tetapi apa dik?" Taqi seolah tak sabar menunggu kalimat lanjutan dari Kanaya.

"Tetapi jujur saya belum bisa memberi jawaban bersedia atau tidak pada abi"

Hehh...

Sungguh berat hendak menjawab iya atau tidak. Akhirnya yang keluar dari lisan Kanaya justru cuma jawaban yang menggantung.

Love Story in Hospital 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang