19. Hanya Banyangan

12K 1.2K 327
                                    

Aku sadar jika aku hanyalah sebuah bayangan hitam yang mengusik hidupmu, namun terima kasih telah mengizinkanku menjadi bayangan itu meski hanya sementara.

• Ainur Syazani Albirru • 

• Ainur Syazani Albirru • 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













Akbar membukan pintu kamar Biru, aroma bayi dari minyak telon yang selalu Biru pakai, menyeruak di hidung Akbar.

Dia berjalan ke arah ranjang yang biasa ditiduri oleh sang istri. Akbar menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas ranjang itu.

Satu tangannya menutup mata, deru napasnya berembus kasar.

Sejak kejadian sore itu, Biru memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Sudah dua hari dia tinggal di sana dan Akbar diam dalam rasa yang begitu menyiksa.

“Rasanya aneh, padahal saya gak penah anggap kamu ada tapi saat kamu pergi saya seperti orang kehilangan!”

“Bukan begini caranya jika memang Mas Akbar ingin aku pergi. Baiklah aku nyerah Mas, tidak usah menunggu dua minggu atau dua bulan.

Kamu juga berhak bahagia, dan aku juga ingin bahagia.”

Akbar memejamkan matanya sejenak, dia tidak menyangka jika Biru pada akhirnya mengatakan, menyerah.

“Aku tahu bagaimana tersiksanya Mas Akbar hidup denganku. Maaf jika aku hanya menjadi parasit dalam hidup Mas pada akhir-akhir ini.

Aku bukan istri yang baik, aku hanya bisa buat Mas Akbar malu,” lanjut Biru dengan derai air mata.

“Aku juga capek jika Mas Akbar terus menerus menuduhku memiliki hubungan lebih dengan Ibram.
Serendah-rendahnya aku, aku gak akan pernah melakukan hubungan terlarang!”

“Biru dengarkan saya...”

“Aku selalu mendengarkan Mas Akbar, semua perkataan Mas Akbar aku dengarkan tapi tetap saja berakhir dengan rasa sakit.

Apa aku begitu hina di mata Mas Akbar? Apa karena aku buta jadi Mas Akbar tidak akan pernah mau menerimaku?”

Akbar menghela napas frustasi. Untuk kesekian kalinya, dia melihat Biru menangis karena ulahnya.

Namun kali ini hati Akbar ikut merasakan apa yang Biru rasakan yaitu, sakit.

"Aku ingin pulang," ucap Biru disela-sela tangisnya.

"Ya?" Akbar melotot tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Ke rumah orang tuaku," lanjutnya.

"Fine Biru! Saya minta maaf! Tapi jangan pulang ke rumah orang tuamu. Kalau seperti ini, keluarga kita bakal tahu bahwa kehidupan rumah tangga kita tidak baik-baik saja."

I am Your Eyes [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang