Setelah mendapatkan jawaban Bagas terkait restunya terhadap hubungan Karen dan Alexio, Dave yang sudah hafal dengan bagaimana keadaan jalanan ibukota di kala Jumat sore seperti ini, memilih untuk singgah dulu di sebuah kedai es krim yang telah menjadi favorit sang Mommy sejak masih berstatus lajang.
Begitu sampai di tempat tujuan, Dave langsung menuju ke sebuah meja yang berada di pojok ruangan. Sembari mengamati keadaan kafe, Dave tampam mengeluarkan buku agenda dari tas kecil yang sejak dibawanya itu.
Baru saja Dave akan membuka bukunya, "Selamat sore, Mas Dave." Pramusaji yang bernama Irwan sudah menyapa salah satu pelanggan setia di tempatnya bekerja itu.
"Sore," jawab Dave yang kemudian menyebutkan semuanya pesanannya.
Setelah Irwan berlalu, perkataan Bagas yang membuatnya merasa sangat bahagia, kembali berdengung. "Anggap saja kamu sedang makan siang dengan Papa sendiri."
Sebenarnya, tanpa diminta seperti itu, sejak kecil Dave sudah menganggap suami dari Nadine Serilda itu sebagai papanya sendiri. Bukan karena dirinya ingin menjadi anak menantu dari keluarga Setiawan-Hendratama, tapi kedekatannya dengan para ksatria dari keluarga tersebutlah yang tak ayal telah berhasil membuat Dave merasa menjadi anak kelima mereka.
"Papa sendiri..." gumam Dave seraya mulai menuliskan hal-hal yang harus dia lakukan untuk memperjuangkan rasa yang selama ini selalu ditampiknya itu.
Saat semangkuk es krim pesanannya datang, "Thanks ya, Wan," ucap Dave yang kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan otak yang sedang memutar sebuah memori manis yang sudah terjadi belasan tahun yang lalu itu.
Di Jumat sore kala itu, setelah semua siswa kelas dua belas mengikuti pelajaran tambahan, Kevin lantas mengajak Dave untuk main ke rumahnya.
"Kalau besok, bagaimana, Kev?" tanggap Dave sambil merapikan buku-bukunya.
"Hari Sabtu memang paling asyik buat renang terus bakar-bakar ikan sih," timpal Levin yang duduk tepat di seberang Dave.
"Kevin minta Dave main ke rumah itu buat ajarin matematika yang tadi loh, Mas," terang Kevin yang membuat Levin mendesah kecewa.
"Jadi, bagaimana, Kev? Lev?" tanya Dave yang dengan tas yang sudah berada di punggungnya.
"Besok jam sembilan bisa, Dave?"
Belum sempat Dave merespon Kevin, "Kenapa ngga dari jam enam, Kev? Jadi kita bisa olahraga bareng dulu terus setelahnya baru deh belajar." Levin sudah kembali mengajukan idenya.
"Mas ngga jalan sama anak-anak MG?" tanya Kevin sambil mulai merapikan buku-bukunya.
"Besok gue mau ke Dufan sama Jesika," sahut Aufar yang duduk di samping Dave.
"Nah, itu salah satu alasannya," sahut Levin yang kemudian mengatakan bahwa Ardhan akan melakukan hal yang sama dengan Aufar sedangkan Bara akan pergi ke rumah saudaranya.
Sekian detik menimbang, akhirnya Dave mengiakan ide sang mantan ketua OSIS tersebut. "Gue datang jam enam tapi awas ya, kalau lo berdua masih molor!" Sedikit tertawa, kedua siswa dengan wajah serupa itu pun mengangguk hampir bersamaan.
Berbeda dengan Levin yang katanya masih ada urusan dengan para ketua ekstrakurikuler serta Kevin yang akan menemui Alvin dan Icy di kantin, setelah membuat kesepakatan itu, Dave lantas bergegas menuju ke tempat parkiran.
Tidak berniat untuk langsung pulang, siswa tercerdas di sekolahnya itu justru memilih untuk mampir terlebih dahulu ke toko cokelat milik Rara.
"Kamu lagi kamu lagi," ucap Dave sesaat setelah dia masuk ke dalam toko dan melihat Karen di sana.
Mendengkus kesal, "Kalau mobil yang dibawa Kang Diman ngga mogok, Kak Dave juga ngga akan ngeliat Karen masih di sini," tanggaop Karen yang sudah berada di sini hampir dua jam lamanya.
Setelah menyapa sang aunty, Dave kembali memusatkan perhatiannya pada gadis cantik tersebut. "Memangnya kamu ngga bisa pulang sendiri, ya?" tanyanya dengan nada setengah mengejek.
"Karen bisa kok!"
"Terus kenapa ngga pulang?"
Belum sempat Karen menjawab,"Yang namanya princess, pasti menunggu diantar pulang oleh sang pangeranlah, Mas." Varsha yang baru saja keluar dari dalam ruang produksinya pun mengeluarkan suaranya.
Dengan wajah yang dibuat segalak mungkin, "Jangan kebanyakan baca buku dongeng kamu, Sha!" Tanpa bisa dicegah, Dave lantas menghujani sepupunya yang masih SD itu dengan sejumlah kalimat-kalimat yang berisi penuh dengan nasihat.
"Varsha benar kok, Kak Dave," bela Karen yang tentu saja membuat Dave menghentikan ucapannya.
"Memangnya ada yang mau jadi pangeran kamu?" tanya Dave yang sebenarnya ingin menanyakan siapakah pangeran yang sedang ditunggu oleh Karen itu.
"Ya ada dong..." jawab Karen seraya mengibaskan rambut panjangnya.
"Siapa?" tanya Dave dengan perasaan tidak suka yang tiba-tiba saja menyeruak di dalam hatinya.
"Kok Kak Dave jadi kepo?" Karen bertanya seraya bangkit dari tempat duduknya lalu mendekat ke arah Dave.
Menolak untuk menjawab, Dave yang sudah hampir melepas jaketnya, tiba-tiba saja mengangkat paper bag berisi semua cokelat yang telah dibeli Karen dari toko yang diberi nama MoCla's Chocolate tersebut.
"Daripada kamu membuat kegaduhan di sini, lebih baik sekarang kamu pulang deh."
"Kak Dave ngusir, Karen?" tanya Karen dengan mata yang sudah membulat sempurna serta ekspresi wajah yang dibuat sekaget mungkin.
"Bukan hanya ngusir, tapi saya akan pastikan kamu benar-benar enyah dari tempat ini." Tanpa menunda, Dave segera berpamitan pada Rara dan Varsha.
"Mas pinjam helm kamu ya, Sha?"
"Iya, Mas," jawab Varsha di sela-sela cekikikannya. Meski masih berseragam putih merah, putri sulung Reno itu punya firasat yang mengatakan kalau sang kakak sepupu punya perasaan lebih pada pelanggan setia toko mamanya itu.
Dengan keadaan tangan yang masih ditarik Dave, "Kak Dave mau nganterin Karen sampai rumah?"
"Hemm.." jawab Dave yang semakin mempercepat langkahnya.
Sesampainya di dekat motor Dave, "Tapi na--"
"Ngga ada nana nana," potong Dave yang lantas menyerahkan helm yang ada di atas motor Rara itu.
Sesaat akan melajukan motornya, "Pegangan kamu!" Dave dengan mulut petasan bantingnya kembali bersuara. Membuat Karen mendengkus sekaligus menuruti perintahnya itu.
"Jalannya jangan ngebut-ngebut ya, Kak," pinta Karen yang kini sudah berpegangan dengan jaket Dave.
"Kenapa jangan?"
"Karena Karen takut jatuh sama Kak Dave." Alih-alih memperjelas makna dari jawaban bersifat ambigu itu, Dave justru memacu motornya secepat mungkin hingga membuat Karen kaget dan tanpa sadar melingkarkan kedua tangannya di pinggang Dave lalu memeluknya dengan sangat erat.
Dave pun menghentikan ingatan itu lalu menuliskan empat rencana untuk mengganggu hubungan Karen dan Alexio. "Seharusnya waktu itu aku mendengarkan perkataan Daddy. Seharusnya aku mengakui perasaan ini lalu bertanya langsung padanya," sesal Dave di dalam hati.
Jangan lupa untuk vote dan beri komentar kalian ya😘
Terima kasih dan superluv dariku💞💜💕
.
.
.
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Davendra✔ (Completed)
General FictionSeri ketiga dari The Trisdiantoro's Love Story "Kalau matahari saja bukan satu-satunya bintang di alam, seharusnya kamu juga bukan satu-satunya perempuan yang membuatku jatuh hati." Davendra Nadithya Trisdiantoro terus saja mengingkari perasaannya...