Semenjak Karen mendengar pengakuan atas perasaan Dave selama ini, maka tidak ada hari yang dia lewatkan tanpa bertemu dengan pria tersebut. Meski keberadaan Alexio dan juga adiknya masih menjadi misteri bagi semua orang yang mencarinya, nyatanya hal itu tidaklah mengusik interaksi penuh kasih sayang yang tengah terjalin di antara keduanya.
"Karen potongin buah apel, ya, Kak?" tanya Karen begitu dia keluar dari kamar mandi dan melihat Dave tengah menonton televisi.
"Makannya disuapin, kan?" tanya Dave balik dengan senyum yang sedikit lebih lebar jika dibandingkan dengan senyumnya di dua hari yang lalu.
"Manja banget sih!"
Alih-alih merajuk atau melemparkan gombalan, Dave justru mematikan televisinya lalu meminta tolong pada Karen untuk mengambil sebuah kotak yang sejak tadi berada di atas meja pendek dekat dengan sofa.
Saat benda berukuran cukup besar itu sudah berada di tepi ranjang dan Karen sudah duduk di dekatnya, "Sebenarnya sudah sejak lama aku mau kasih kamu ini."
Tidak memberikan kesempatan untuk Karen berkomentar, Dave pun menyuruhnya untuk membuka kotak tersebut. "Dibuka, Princess," suruhnya lagi pada Karen yang justru memasang wajah penuh tanda tanya.
Tidak ingin membuat rasa penasarannya semakin memuncak, Karen bergegas membukanya.
Satu detik setelahnya, "Kyaaaa! Ini lucu bangeeeet!" Karen pun berteriak lantaran mendapati sebuah boneka angsa putih di dalamnya.
"Ini buat Karen, kan, Kak?" Dave mengangguk pelan tapi lengkap dengan senyum manisnya.
"Uuuuuu.... Makasih banyak, Kakak Galakku!" Karena belum bisa tertawa, Dave mengiakan ucapan tersebut dengan senyum.
Setelah puas memeluk-meluk boneka tersebut, Karen yang melihat adanya sebuah kotak kecil berwarna merah di dalam sana, seketika meruncingkan pandangannya. Seraya menunjukkannya pada Dave, "Wah ini apa, Kak?"
Dengan senyum yang seakan sudah terlukis abadi di bibirnya, "Itu juga untuk kamu," Dave kembali menyuruh Karen untuk membukanya.
Berbeda dengan respon sebelumnya, kali ini Karen justru harus mati-matian menahan diri untuk tidak menggemparkan satu rumah sakit. Sungguh dia tidak pernah menyangka kalau Dave akan memberikan benda seindah itu padanya.
"Mungkin kalung ini tidak semahal yang pernah diberikan Al--" Karen langsung menghentikan ucapan Dave dengan jari telunjuk yang dia tempelkan pada bibir Dave.
"Jangan pernah membandingkan diri dengan siapa pun karena apa pun yang berkaitan dengan Kak Dave, Karen selalu menyukainya," ujarnya dengan tegas hingga membuat pria di depannya itu tersenyum dan juga mengangguk paham.
"Aku pakaikan, ya, Kar?"
"Memangnya tangan Kak Dave nggak sakit?" Melihat Dave menggeleng, "Kok, tadi minta disuapin sama Karen?" Karen kembali mengajukan pertanyaan yang tentu saja membuat Dave tersipu malu.
Merasa gemas dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini, Karen mengambil kalung itu, memasangnya di leher lalu memutar pengaitnya hingga berada di bagian depan. "Kak Dave pegang pengaitnya dan Karen pegang lubangnya," ucapnya yang kemudian merunduk di dekat tangan Dave.
Mengerti dengan maksud Karen, Dave segera melaksanakan instruksi tersebut. Meski harus merasakan nyeri akibat sedikit menaikkan tubuhnya, kalung berbandul angsa itu berhasil melingkar cantik di leher jenjang milik Karen.
"Tetaplah menjadi Princess angsa yang berisik, manja, centil dan cerewet karena aku menyayangi dan mencintaimu yang seperti itu, Karenina."
Dengan mata yang terlihat berkaca-kaca, "Kak Dave juga harus tetap menjadi Kakak Galaknya Karen, ya? Jangan sering-sering berlaku super manis karena Karen nggak akan kuat menghadapinya," balas Karen yang membangkitkan jiwa usil seorang Davendra.
"Jadi, kamu lebih kuat kalau aku galakin?"
Decakan kesal terdengar dari bibir Karen. "Mood Karen untuk unyu-unyuan langsung hilang deh!" ungkapnya dengan sengit.
"Bukannya hilang, tapi kamu memang tercipta hanya untuk melakukan aktivitas kepo-kepo berisik."
"Hisssh.... Kak Dave nyebelin banget sih! Untung Karen cinta! Cinta banget pula."
"Terima kasih, ya, Sayang."
Merasa bahagia tak kepalang akibat mendengar panggilan itu, Karen pun bersorak dan saat hampir saja dia mencium alis Dave,
"Karen?"
Seketika Karen menghentikan aksinya dan menoleh ke arah datangnya suara. "Papa? Kok, Papa ngaak ketuk pintu dulu, sih?" tanyanya dengan perasaan malu bercampur kesal. Iya, kesal karena tidak jadi mencium pria kesayangannya itu.
"Kami tuh sudah ribuan kali mengetuk pintu, tapi pastinya tidak akan terdengar oleh kalian yang sedang asyik mesra-mesraan begitu," sahut Nadine yang ternyata berjalan tepat di belakang Bagas.
"Mama sama Papa kok datang ke sini? Hari ini kan gilirannya Karen yang nungguin Kak Dave."
Tanpa disangka, pintu yang masih terbuka itu pun memunculkan Radith dan Neona.
"Loh? Daddy dan Mommy kenapa ada di sini juga?" tanya Dave dengan ekspresi yang terlihat bingung dan juga tak terima.
"Karena kami semua ingin mengawasi kalian," jawab Radith yang membuat Dave dan Karen saling melempar pandang.
"Kami berdua sudah nggak ribut lagi kok, Om."
"Justru karena itulah kami di sini." Nadine kembali mengeluarkan suaranya,
"Loh, kok gitu sih, Ma?"
"Seandainya kalian masih ribut, kemungkinan terburuknya hanyalah saling pukul lalu masuk penjara. Tapi kalau sudah saling cinta dan sayang-sayangan begini, kami berempat takut ada cucu yang hadir sebelum kalian pergi ke KUA."
Mendengar jawaban Nadine, wajah Karen dan juga Dave terlihat memerah sempurna. "Mama buat Karen malu saja sih!" seru Karen sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
Sementara Karen terus melontarkan protesnya pada sang mama, Dave juga sibuk membantah beraneka ragam tuduhan yang dialamatkan Radith padanya.
Setelah sekian menit berlalu, Bagas dan Neona lantas mengingatkan semuanya bahwa ada kudapan yang tengah menanti untuk dinikmati.
Seperti yang sudah keduanya duga, dalam hitungan detik, semua protes dan tuduhan yang sedang dilayangkan itu lenyap. Perhatian mereka pun beralih sepenuhnya pada siomay buatan Bagas dan juga bolu pisang buatan Neona.
Sejak dahulu, makanan memang selalu berhasil mendamaikan pertengkaran kecil dalam sebuah keluarga, begitulah pengakuan yang dilakukan oleh semua orang yang ada di ruangan itu.
Happy reading! Terima kasih sudah bersedia mampir ke lapaknya DavRen..💕💞
.
.
.
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Davendra✔ (Completed)
Narrativa generaleSeri ketiga dari The Trisdiantoro's Love Story "Kalau matahari saja bukan satu-satunya bintang di alam, seharusnya kamu juga bukan satu-satunya perempuan yang membuatku jatuh hati." Davendra Nadithya Trisdiantoro terus saja mengingkari perasaannya...