Begitu kesadarannya terkumpul, Karen membuka matanya secara perlahan lalu menyapukan pandangan sejauh yang dia bisa. Dikarenakan hanya mendapati kegelapan, gadis cantik itu memilih untuk kembali memejamkan kedua netra indahnya.
Dengan kondisi mulut yang dilakban dengan kedua tangan dan kaki yang terikat kuat, Karen berupaya mati-matian untuk menghalau perasaan takut yang tengah mengergapnya. Selain dengan merapalkan beraneka doa di dalam hati, dia juga memaksa otaknya untuk mengingat sekaligus mengenali wajah dari seseorang yang ditemuinya di depan kamar mandi tadi. Seseorang atau lebih tepatnya pria yang telah membekapnya hingga tak sadarkan diri dan berada di sini.
Pasti pria itulah yang telah membawaku ke sini, begitu yakinnya.
Di saat Karen tengah sibuk menebak siapa gerangan yang tega melakukan kejahatan ini padanya, tiba-tiba saja suara pintu terbuka yang diikuti cahaya pun tertangkap oleh kedua inderanya.
Sementara Karen menyesuaikan kemampuan penglihatannya, sosok yang tak lain adalah Alexio Andromeda Gustoro, tampak mendekat ke arah sang kekasih."Halo, Sayang," sapanya lengkap dengan seulas senyum yang sontak membuat bulu kuduk Karen meremang. Alih-alih berpikir jika dirinya akan diselamatkan oleh Alexio, dia justru yakin bahwa pria inilah yang menculiknya. "Do you miss me, hm?" Putra sulung keluarga Gustoro itu bertanya seraya berlutut dan menangkup wajah Karen dengan kedua tangannya.
Melihat beberapa butir air mata menitik di atas pipi milik perempuan di hadapannya, "Mengapa menangis, Sayang?" Alexio kembali bertanya dan mengusap ujung-ujung mata Karen dengan kedua ibu jarinya.
"Kamu menangis karena kangen sama Mas, ya?"
Tidak menunggu jawaban Karen, "Eh, Mas punya hadiah untuk kamu loh." Alexio lalu bertepuk tangan hingga empat pria muncul lengkap dengan dua kantong plastik besar yang mereka gotong bersama.
Tanpa menoleh apalagi bangkit dari sikap berdiri dengan lututnya, "Buka!" Alexio berteriak pada keempatnya.
Berbeda dengan Alexio yang semakin tersenyum lebar, saat Karen melihat isi dari masing-masing kantong tersebut, dia langsung menangis histeris lalu meronta-ronta minta dilepaskan.
Mengabaikan tangisan Karen yang perlahan berubah menjadi raungan, Alexio yang masih berlutut itu, menyuruh para anak buahnya itu untuk keluar dari ruangan.
"Mayat mereka bagaimana, Bos?"
"Biarkan Bima dan Devina tetap di ruangan ini," jawabnya yang langsung diangguk patuh oleh semuanya.
Saat pintu sudah tertutup rapat, Alexio lantas mengambil pisau lipat dari dalam saku celananya. Dia lalu menangkup wajah Karen dengan keadaan tangan kanan yang sudah menggenggam benda tajam tersebut.
"Demi keselamatan kamu, Mas rela untuk membunuh mereka," ucap Alexio yang kemudian menjelaskan bahwa dirinya tahu kalau sang adik dan juga kekasih barunya itu memiliki rencana untuk mencelakai Karen tepat setelah keduanya berhasil membunuh Dave dan juga Nicholas.
"Andai saja mereka tidak menjadikanmu target, sudah bisa dipastikan Mas akan membantu Bima untuk menghabiskan Davendra Nadithya dan juga sahabatnya itu, Sayang."
Mendengar penjelasan itu, Karen refleks menggelengkan kepalanya. Sungguh, dia sama sekali tidak bisa mengerti dengan jalan pikiran Alexio. Jika memang benar pria itu ingin melindungi dan menyelamatkannya, mengapa dia harus membunuh keduanya seperti ini?
Tanpa aba-aba, Alexio pun menarik lakban dari mulut Karen dengan kasar dan sangat cepat hingga gadis itu menjerit kesakitan. Mengabaikan darah yang keluar dari bibir sang kekasih, "Apakah kamu masih mencintai Mas?" Alexio bertanya seraya menempelkan pisau di leher Karen. Baru saja dia akan memainkan sisi tumpul dari benda tersebut, netranya sudah menangkap sebuah kalung berbandul angsa di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Davendra✔ (Completed)
General FictionSeri ketiga dari The Trisdiantoro's Love Story "Kalau matahari saja bukan satu-satunya bintang di alam, seharusnya kamu juga bukan satu-satunya perempuan yang membuatku jatuh hati." Davendra Nadithya Trisdiantoro terus saja mengingkari perasaannya...