Tidak pernah Karen bayangkan bahwa laki-laki yang selalu berbicara ketus, memasang ekspresi galak nan menyebalkan hingga ternobatkan sebagai musuh abadinya itu, kini bisa berubah menjadi sosok yang begitu manis dan juga hangat.
Selain mengatakan jika dirinya akan mengantar pulang, Dave juga mengajak putri bungsu pasangan Bagas dan Nadine itu untuk menikmati es krim bersama.
Meski sedikit merasa janggal, Karen yang juga merupakan pecinta es krim itu memilih untuk mengiakannya saja. Apalagi Dave juga mengatakan bahwa dirinya akan mentraktir. Kapan lagi ditraktir Kakak Pelit? begitu pikir Karen.
Dengan menggunakan sepeda motor, keduanya akhirnya sampai di salah satu pusat perbelanjaan yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Di sana, terdapat sebuah kedai es krim yang telah menjadi saksi bisu atas kisah cinta milik kedua orangtua Dave.
Begitu Dave dan Karen sudah duduk, seorang pelayan ber-name tag Didi datang menghampiri. "Kamu mau rasa cokelat, kan?" Dave bertanya dan hanya dijawab dengan anggukkan oleh Karen. Bukan tidak mau berbicara, tapi nada suara Dave yang begitu lembut, cukup membuat Karen terkejut hingga kehabisan kata-kata.
"Kalau begitu, saya pesan es krim rasa cokelatnya tiga ya, Mas," ucap Dave pada pelayan yang langsung tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Sepeninggal Didi, Karen yang tengah sibuk mencari bahan obrolan, akhirnya memilih untuk mempertanyakan jumlah pesanan yang Dave sebutkan tadi. "Pesan tiga itu karena ada yang mau datang lagi ya, Kak?"
Tidak langsung menjawabnya, Dave justru memperhatikan wajah Karen dengan jarak yang dibuat sedekat mungkin. Sekian detik memandang, semburat merah pun mulai terulas di pipi gadis cantik di depannya. "Memangnya kenapa kalau ada yang mau datang lagi? Kamu takut ada yang tahu kalau kita jalan berdua?"
Mengingat bagaimana usahanya untuk dapat pulang bersama Dave tanpa diketahui oleh ketiga kakaknya, Karen pun mengiakannya dengan anggukkan berkali-kali.
"Siapa sih yang kamu takuti?"
Karen tampak mengerucutkan bibir sekaligus mengembungkan pipinya, "Ngga usah pura-pura ngga tahu deh, Kak!" omelnya pada Dave.
Dave tertawa singkat, "Kalau yang kamu takutkan adalah Levin dan Kevin, maka bisa saya pastikan mereka tidak akan bisa datang ke sini." Dave lalu menjelaskan bahwa kedua anak kembar itu sedang mengikuti kelas tambahan begitu pun dengan para anak-anak MG, Rimba dan Nicholas.
"Loh, hari ini Kak Dave kok ngga ikut kelas tambahan?" tanya Karen dengan permukaan dahi yang terlihat berlipat-lipat dan juga alis yang terangkat sebelah.
"Sejarah mencatat bahwa nilai matematika seorang Davendra Nadhitya Trisdiantoro selalu seratus."
Secara refleks, Karen memukul lengan tangan Dave. "Kak Dave sombong banget, sih!"
"Lebih baik sombong daripada sok-sokan merendah untuk meroket," tanggap Dave yang kemudian terkekeh lataran melihat bibir Karen yang kembali mengerucut lucu.
Berselang sekian detik, Didi yang datang dengan sebuah nampan pun bergegas menyajikan pesanan tersebut. "Terima kasih Mas Didi," ucap Dave dan Karen bersamaan.
"Sama-sama. Selamat menikmati!" balasnya yang kemudian berlalu.
"Kata Levin, kamu juga ngga bisa matematika, ya?" Dave bertanya sambil mulai menikmati es krimnya.
Karen mengangguk dengan cepa. "Iya dan sejujurnya, di rumah Karen tuh yang pinter matematika cuma Papa dan Mas Alvin," terangnya sembari ikut mulai menikmati sajian manis nan dingin yang tampak begitu lezat di matanya.
Terlihat manggut-manggut, "Kamu ngga ada niatan untuk pinter matematika gitu?" Dave pun memulai aksi modusnya.
Alih-alih memuluskan rancangan aksi Dave, "Eh, Kak Dave tanya begini dalam rangka menyuruh Karen untuk les sama Tante Neona, ya?" Karen justru membuat laki-laki di depannya itu tersedak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Davendra✔ (Completed)
General FictionSeri ketiga dari The Trisdiantoro's Love Story "Kalau matahari saja bukan satu-satunya bintang di alam, seharusnya kamu juga bukan satu-satunya perempuan yang membuatku jatuh hati." Davendra Nadithya Trisdiantoro terus saja mengingkari perasaannya...