20

2.5K 175 5
                                    

Hari Minggu pagi harusnya menjadi hari yang menyenangkan untuk siapapun, udara segar dengan mentari yang hangat membuat suasana hati pun ikut menghangat.  Sayangnya, itu tidak berlaku untuk Jungkook.

Seokjin hampir saja menangis jika tidak ditemani oleh Namjoon.
Namjoon keluar dari kamar mandi dan mengambil baju ganti untuk Jungkook.
Jungkook berdiri sambil menahan tubuhnya pada wastafel, ia sangat lemas setelah hidungnya mengeluarkan darah yang begitu banyak untuk kesekian kalinya.
Jungkook memegang kepalanya yang terasa sangat sakit.
"Sshh, eomma.."
"Adek? Kenapa?" Seokjin mulai panik.
"Akhh," Jungkook tiba-tiba tersungkur, badannya bergetar, bahkan tangan dan kakinya bergerak tidak karuan.
"Adek! Astaga bagaimana ini, Namjoon-a!" Seokjin berteriak histeris yang kemudian dihampiri oleh Namjoon dan beberapa asisten dirumahnya.
"Ada apa? Astaga!" Namjoon segera menghampiri Jungkook yang masih kejang-kejang.

Butuh sekitar dua menit bagi Namjoon untuk mengatasi kejang pada Jungkook. Kemudian Namjoon menggendong Jungkook dan menidurkannya di kasur.
"Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" Tanya Namjoon.
"Tidak appa, adek baik baik saja sekarang." Jungkook tersenyum, mencoba menenangkan kedua orang tuanya.
"Yasudah, tidurlah dulu. Nanti appa bangunkan kalau sudah saatnya makan siang." Namjoon mengusap kepala Jungkook, kemudian merangkul Seokjin dan membawanya keluar dari kamar Jungkook.

Seokjin hanya melamun sedari tadi. Tentu saja itu membuat Namjoon bingung.
"Ada apa sayang?"
Tidak ada respon dari Seokjin.
Namjoon menghela nafasnya, melihat reaksi Seokjin, ia tahu betul Seokjin masih shock melihat Jungkook yang kejang seperti tadi. Ia lalu menarik Seokjin kepelukannya.
"Tenangkan dirimu, tarik nafas, hembuskan pelan pelan." Ucap Namjoon sembari mengelus punggung Seokjin.

Tak lama, terdengar suara isakan.
"K-kenapa..?"
"Hm?" Namjoon makin bingung.
"Dosa apa yang kuperbuat sehingga anakku harus menanggung beban ini? Kenapa harus Jungkook, Namjoon? Hiks, kenapa bukan aku saja?" Seokjin menangis tersedu sedu.

Orang tua mana yang menginginkan anaknya sakit parah? Tentu tidak ada, begitupun dengan Seokjin. Ia sangat tidak tega melihat anaknya yang harus kesakitan karena penyakit itu.

Mata Namjoon berkaca-kaca mendengarnya.
"Ssh, tidak baik berkata seperti itu. Bagaimanapun juga kita harus menerima takdir ini, dan terus berdoa untuk kesembuhan Jungkook. Kita harus kuat, kita harus terus menyemangati Jungkook, ya?" Namjoon mengecup kepala Seokjin.
Seokjin hanya mengangguk, ia semakin mengeratkan pelukannya pada Namjoon.
Didalam hatinya, ia bersyukur memiliki Namjoon yang bisa mengerti dirinya.

.
.
.

Jimin turun dari mobilnya lalu melangkah masuk ke kampus untuk menjemput Yoongi di perpustakaan.
Dilihatnya, Yoongi malah tertidur di meja perpus. Jimin merasa tidak enak untuk membangunkan Yoongi sehingga ia hanya membaca buku sambil menunggu Yoongi bangun.

"Emmh," Yoongi menangkat kepalanya dari meja, "akh!"
"Eh ada apa?!" Jimin panik.
"O-oppa? Aw," Yoongi memegang lehernya yang terasa sakit.
"Lehermu sakit ya? Aish, makanya jangan sembarang tidur seperti ini, sini biar aku pijat."
Jimin berdiri lalu melangkah ke belakang Yoongi dan mulai memijit pundak serta leher Yoongi.
"A-ah aw, sakit oppa, pelan pelan.."
"Sejak kapan tidur disini?"
Yoongi melirik jam tangannya, "em, sepertinya sudah satu jam.." suaranya terdengar mengecil.
"Astaga, satu jam? Pantas saja leher mu sakit. Lain kali jangan tidur seperti ini lagi."
Yoongi hanya mengangguk pasrah.
"Sudah mendingan?"
"Ne oppa, tidak terlalu sakit sekarang."
Jimin kembali duduk disamping Yoongi.
"Ngomong ngomong, oppa sudah lama disini?"
"Hmm.. Mungkin sekitar 20 menit?" Jimin mengangkat sebelah aslinya.
"Ah oppa, mianhae, membuatmu menunggu selama itu.."
"Tidak apa apa, aku tidak enak kalau membangunkanmu, kau terlihat lelah."
Tiba-tiba Yoongi mengeluarkan kacanya, terkejut melihat wajahnya yang berantakan, "t-tunggu sebentar oppa!" Ia langsung berlari menuju toilet.
"Aigoo, padahal aku tidak mempermasalahkan wajahnya, toh ia tetap cantik." Jimin terkekeh sendiri karena tingkah Yoongi yang menggemaskan.

Yoongi kembali ke meja tempat Jimin duduk, kali ini wajahnya terlihat segar, ia mencuci dan merias sedikit wajahnya.
"Wah, kau terlihat tambah cantik sekarang."
Wajah Yoongi memerah, "hentikan oppa, aku malu.. ayo pulang." Yoongi berjalan  keluar perpustakaan meninggalkan Jimin yang tertawa.

Di mobil, Yoongi hanya diam.
"Sayang? Kau marah?" Tanya Jimin.
"Eung?" Yoongi melihat ke arah Jimin, "aku tidak, hanya mengantuk."
"Kau sudah tidur tadi, apa kau begadang semalam?"
Yoongi mengangguk, "aku mendadak tidak bisa tidur semalam."
"Memikirkan tugas?"
"Bukan, entah kenapa semalam aku tidak bisa tidur, ada yang aku pikirkan tapi aku tidak tahu apa itu, aku tiba tiba merasa sedih."
"Apa kau sedang ada masalah?"
"Emm, tidak. Juga semalam aku memikirkan Jungkook, dan tiba-tiba saja aku menangis, aku merasa seperti ada sesuatu yang terjadi pada Jungkook.."
"Mungkin kau hanya kelelahan karena jadwal kuliah mu yang lumayan padat, dan juga karena kau dan Jungkook jarang bertemu kan akhir akhir ini?" Yoongi mengangguk, "istirahatlah sejenak, jangan memaksakan dirimu." Ucap Jimin lalu menggenggam tangan Yoongi yang dibalas oleh senyuman.
"Jangan terlalu dipikirkan, nanti kau malah stress."
"Ne oppa.."
"Mau es krim tidak?"
"Aku tidak terlalu suka es krim, oppa. Ah, bagaimana kalau kita ke Starbucks?"
"Em, ayo." Jimin mengusak rambut Yoongi lalu kembali fokus menyetir.

.
.
.

Jungkook duduk di tepi ranjang dengan Seokjin disebelahnya.
"Adek yakin mau bertemu Taehyung?" Ia masih khawatir dengan keadaan Jungkook.
Jungkook tersenyum, "yakin, eomma. Adek udah kangen banget sama Tae oppa.."
"Yasudah.. wajahmu pucat sayang, sini eomma rias sedikit."

Seokjin merias wajah Jungkook agar tidak terlihat pucat. Sebenarnya, Seokjin sedang menahan tangisnya, entah kenapa ia ingin menangis setiap melihat Jungkook.
"Eomma, jangan sedih karena adek ya.."

Deg!
Bagaimana Jungkook bisa tahu? Apa wajahnya terlihat sedih didepan Jungkook?
Seokjin hanya menggeleng sebagai respon.
"Nah sudah, adek terlihat lebih segar sekarang."
"Gomawo, eomma.."
Jungkook memeluk erat Seokjin.
"Adek harus kuat ya.. ada kami disini."

Namjoon membuka pintu kamar Jungkook, "Taehyung sudah didepan."
Senyum Jungkook langsung merekah mendengarnya, ia pun langsung keluar kamarnya menuju ruang depan diikuti Namjoon dan Seokjin.

Bruk!
Jungkook memeluk Taehyung sangat erat, lalu dibalas erat pula oleh Taehyung.

Seokjin dan Namjoon sangat senang melihat Jungkook yang juga senang, mereka pun pergi meninggalkan pasangan kekasih itu.

Tidak ada kata apapun. Hanya pelukan yang mewakili semua kerinduan mereka.

Setelah beberapa lama..
"Kau tidur, hm? Kok diam saja?" Tanya Taehyung.
"Tidak." Suara Jungkook bergetar karena menahan tangis.
"Hei," Taehyung melepas pelukannya dan melihat wajahnya, "kenapa menangis?"
Jungkook mengusap pipinya, "ahaha, aku sangat merindukanmu, jadi aku menangis.."
Taehyung tertawa dan kembali memeluk Jungkook.
"Ku kira kau menangis karena takut melihatku."
"Mana mungkin aku takut pada orang setampan oppa?"
"Sudah bisa menggombal ya sekarang, hm?" Taehyung mengusak rambut Jungkook.
"Oppa yang ajarin! Haha.."
"Hmm.. Mau jalan jalan tidak?"
"Mau!!" Jungkook melepas pelukannya lalu berlari keluar ke arah mobil milik Taehyung.
"Tunggu aku, sayang!"

Mereka berjalan sambil berpegangan tangan melewati ramainya suasana di Sungai Han.
Wajah mereka terlihat sangat bahagia, seperti teman lama yang bertahun-tahun tidak bertemu.
"Senang?"
"Sangat! Aku sangat senang. Oppa, apa pelatihannya masih lama?"
"Hmm, dua minggu lagi sayang. Sabar ya.. setelah itu kita akan sering bertemu dan bermain lagi seperti ini."
"Ne, aku akan menunggu oppa." Jungkook tersenyum manis sekali.

Mereka duduk di bangku yang ada disana sambil menikmati es krim.
"Bagaimana hari harimu? Menyenangkan?"
Jungkook sedikit terkejut mendengar pertanyaan Taehyung, ia tiba-tiba teringat dengan penyakitnya.
"Tidak semenyenangkan biasanya, oppa." Jungkook mencoba menjawab setenang mungkin.
"Kenapa?"
"Karena tidak ada oppa, biasanya oppa akan menjemputku dirumah dan pergi kekampus bersama, lalu saat pulang oppa akan mengantarku."
"Benar juga ya, wah, oppa merasa sangat bersalah padamu sayang. Maafkan oppa ya,"
"Tidak perlu minta maaf, oppa. Itu kan sudah jadi tugas oppa, dan tugasku itu adalah mendukungmu.."
Taehyung merangkul Jungkook, lalu Jungkook menyandarkan kepalanya pada bahu Taehyung.
"Kau baik sekali, oppa merasa sangat beruntung bisa memilikimu.."
"Oppa selalu saja menggombal."

Mereka menghabiskan waktu dengan pemandangan Sungai Han dan matahari yang mulai tenggelam. Perpaduan langit berwarna oranye dan biru sangat indah mewarnai langit.

Tanpa Taehyung tahu, Jungkook sedang mati matian menahan sakit dikepalanya.

.
.
.

Tbc

Would You? (BTS GS) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang