5 || Bapak Tampan Itu Adalah

6K 589 10
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

🌸🌸🌸

"Pilihan Lia udah tetap, ma."

"Tapi Lia, kamu disini belum ada seminggu dan sekarang kamu mau ninggalin mama lagi?"

Camelia menengadahkan wajahnya, menatap sang mama yang memprotes aksinya kini. "Bandung deket ma, masih satu pulau."

"Kamu kerja disini aja. Biar mama yang bilang sama papa."

"Buat apa? Gak guna. Mama tahu sendiri sekeras apa perintah papa."

Begitupun dirinya yang sama-sama keras kepala.

Mama-nya ikut luruh bersimpuh di depan Camelia yang mengepak pakaiannya. "Tapi sayang..."

"Aku akan usahain sering jengukin mama." Ia tak mau berjanji, hanya berusaha untuk menenangkan mama-nya. Ia tak mau menjanjikan sesuatu yang tak akan ia lakukan.

Tanpa aba-aba, mama-nya menarik Camelia dalam pelukan panjang dengan rintihan doa yang memilukan, "Ya Allah, hamba bersalah karena menyia-nyiakan waktu yang Engkau beri dengan mengabaikan puteri hamba sendiri." Tangis lirih mamanya membuat hatinya terasa dicubit.

"Ma! Jangan bilang begitu." tegurnya.

"Mama hanya merasa bersalah karena tidak menghabiskan waktu denganmu sepenuhnya, mama sering mengabaikan kamu."

"Aku tidak mempermasalahkannya, ma."

Camelia mendorong mamanya untuk menatap langsung pada mata bulat yang dihiasi lipatan keriput di sudut-sudutnya. "Jangan menyesali apa yang sudah berlalu, bagaimanapun juga mama berhasil merawat dan menjagaku hingga sebesar ini. Jadi berhenti menyalahkan diri sendiri."

"Kamu anak yang baik."

Baik? Sayangnya tidak cukup baik untuk memenuhi ekspetasi papa. Omong-omong soal papa-nya, Camelia kembali memutar perintahnya beberapa hari yang lalu...

"Pergilah ke Bandung."

Camelia mengangkat kepalanya mendengar pengusiran menakjubkan itu.

"Urus Hotel Wardana." sambungnya.

"Tapi pa, aku gak punya pengetahuan tentang perhotelan."

"Itu sebabnya papa menyuruh kamu ambil jurusan dengan peluang masa depan yang luas, bukan jurusan seni bodohmu itu."

Jangan mengatai kesukaanku dengan kata-kata hina seperti itu. "Pa!"

"Memangnya kamu pikir mencari pekerjaan itu mudah? Meski IPK-mu tinggi dan lulusan universitas kenamaan apa itu akan menjamin kamu dapat dengan mudah mencari pekerjaan? Seorang lulusan seni bisa apa?!" kata-katanya begitu menohok perasaan Camelia.

"Jangan merendahkan passion-ku, pa."

Papa Camelia tersenyum miring, persis seperti malaikat maut yang tersenyum puas melihat korbannya yang memohon agar tidak dicabut nyawanya.

"Berpikirlah realistis, Camelia."

Camelia terdiam dalam usahanya menahan lonjakan emosi yang tak terbendung. Ia mengatupkan rahangnya dan menelan segala kefrustrasiannya seorang diri.

"Aku bisa mengurusi hidupku sendiri."

"Apa sekarang ini kamu mau memerankan kembali anak durhaka yang membangkang perintah orang tua-nya?"

Kali ini raut kekecewaan tak mampu ia sembunyikan, "Tidak bisakah sekali saja papa mendengarkan aku?"

"Sekali. Cukup sekali kamu menentang perintah papa. Terimalah takdirmu sebagai bagian keluarga Wardana."

Camelia Blooms [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang