--Follow penulisnya, votement ceritanya
🌸🌸🌸
Dua hari lagi menandakan hari jadinya kerajaan bisnis perhotelan keluarga Wardana yang ke-30. Baik itu hotel yang di Bandung, Jakarta, Bali, Surabaya dan beberapa tempat lain nampak sibuk mempersiapkan perayaan setahun sekali itu. Kemeriahan tampak semakin semarak di detik-detik menuju hari H di hotel Wardana cabang Bandung ini. Camelia --yang sekarang menjadi pemagang General Manager hotel (begitulah sebutan Dimas) nampak sibuk hilir mudik sana-sini demi mempersiapkan perayaan yang terbaik.
Dulu, semasa ia belum 'bersentuhan' dengan dunia perhotelan ia hanya harus hadir dan duduk kebosanan di pesta sementara mama dan papa-nya akan berjalan kesana-kemari berceloteh dengan kolega bisnis dengan Jasmine yang mengekor agar orang-orang tahu kecantikan puteri keluarga Wardana. Tidak ada yang melirik Camelia --si puteri bungsu yang katanya pemalu, maka dengan mudah ia menyelinap pergi setelah setor wajah selama sekitar lima belas menit.
Tapi sekarang lain, entah sejak kapan dimulainya namun kini di sudut hatinya mulai ada tempat spesial untuk hotel yang kata papa-nya dibangun dengan darah dan keringatnya. Semua cara pandangnya perlahan berubah dengan cara yang mengejutkan. Peran seorang Dimas Angkasa begitu kuat dengan menunjukan sisi lain sebuah bisnis yang memang tidak bisa kau anggap remeh. Perlahan namun pasti, ia mulai memahami darimana sikap loyalitas seorang Dimas.
Lamunannya tiba-tiba terhenti saat ia mendengar seruan di belakang tubuhnya.
"Permisi."
Camelia menoleh, dan segera memasang senyum hangat. "Oh, selamat datang di hotel Wardana. Ada yang bisa saya bantu?"
Wanita anggun dengan rambut hitamnya tergerai indah itu melirik sekilas name tag milik Camelia. Lalu ia balas tersenyum. "Maaf, toiletnya di sebelah mana?"
"Anda bisa lurus saja dari sini hingga ujung koridor lalu belok kanan." jelas Camelia dengan senyum merekah.
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Dan wanita berpenampilan elegan itu berjalan mengikuti arahan Camelia. Camelia masih saja menatap punggung wanita yang mungkin berusia akhir 30-an itu hingga lenyap di belokan. Mendadak sebuah perasaan gelisah yang aneh tiba-tiba menyusup di hatinya. Ia mengangkat bahunya acuh dan kembali menyibukkan diri.
"Camelia!"
Seruan itu membuat kepalanya menengadah, "Oh... iya ma--- pak?"
"Sedang apa kamu?"
"Oh-- he-he gak papa." Ia nyengir dengan wajah polos.
Kemudian raut wajah cerah polosnya berganti menjadi kecut dengan kening berkerut tajam saat melihat sesuatu yang tak lazim berada di tubuh Dimas. Tangannya melayang tanpa berpikir lebih dulu dan mencomot apa yang mengganggu pandangannya. Ternyata, temuan itu adalah secuir rambut hitam panjang.
"Pak--"
Dimas membeku, "Camelia."
"Rambut siapa ini?"
"M-mungkin itu rambut Sabila." kata Dimas dan berusaha menggapai tangan Camelia yang masih mengamati barang bukti itu tepat di depan wajahnya.
"Yakin?"
"Tentu... habisnya siapa lagi?"
"Tapi kok mukanya panik gitu?"
Dimas tak menjawab dan sekonyong-konyong, Camelia melakukan hal tak terduga dengan mengendus Dimas di hadapan puluhan karyawan dan para tamu yang hilir mudik. Dimas menahan bahu Camelia agar tidak semakin 'nyosor' ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camelia Blooms [Completed]
Roman d'amour[PART LENGKAP] Berawal dari pertemuan tak sengaja di satu musim semi hingga takdir terus bergulir membawa rangkaian kisah rumit yang tak terduga, menghadirkan tawa dan tangis disertai taburan rasa yang perlahan memekarkan cinta diantara dua insan ya...