--Follow penulisnya, votement ceritanya
🌸🌸🌸
Menomorduakan kepentingan pribadi demi klien memang patut diutamakan demi menjaga profesionalisme di tempat kerja. Seperti saat ini, dimana Camelia yang mengaku sebagai manajer umum hotel harus menjelaskan sedikitnya tentang hotel Wardana kepada tamu sekelas VIP ini.
Dan dengan apa yang baru saja ia pelajari ternyata hotel ini memiliki 75 kamar suite VIP serta 101 kamar medium yang terbagi menjadi gedung utama dan gedung di sektor utara dengan fasilitas penunjang yang lengkap seperti, Restaurant, Meeting Room, Swimming Pool, Fitness Center, Sauna & Spa, Children Playground, Mini Market, Movie Studio dan area parkir yang luas.
Acap kali ia mencuri-curi pandang ke arah Dimas yang membuntutinya dengan tenang, bahkan untuk sesaat Camelia sangsi kalau asisten-nya itu kabur meninggalkan ia bersama rombongan tamu VIP ini.
Asisten? Ha-ha, ia tergelak dengan pemikiran itu. Rasanya ia tidak sabar ingin menduduki posisi tertinggi disini dan memerintah Dimas yang angkuh hingga tak berkutik di bawah jajahannya.
Setelah masing-masing delegasi tiap negara itu memasuki kamar masing-masing barulah ia bisa beristirahat sejenak di kursi-kursi yang berderet dekat dengan lift. Dan keningnya semakin berkerut karena Dimas menghilang dari pandangannya. Emang dasar, benar-benar menyebalkan balok es itu. Ia mengurut pelan keningnya dan memejamkan mata di bawah lengannya yang tergolek lemas di wajahnya.
Sekarang jam menunjukan pukul setengah lima sore dan perutnya semakin tidak bisa diajak kompromi lagi. Kalau sampai jam lima tepat ia tidak menemukan asupan karbohidrat yang cukup, bisa-bisa ia mati lemas karena kelaparan.
Camelia merasakan seseorang duduk di dekatnya, namun ia tak menggubrisnya. Ia terlalu asyik berinteraksi dengan cacing-cacingnya agar bertahan sebentar lagi. Suara berisik kantung kresek yang dibuka membuat telinganya gatal.
"Apa kamu mulai mati lemas karena kelaparan?"
Nah, sekarang deep voice itu membuat telinganya malah menajam. Ia perlahan membuka matanya dan melirik Dimas dengan mata malasnya.
"Hem, I think I'm gonna die. Bapak nanti bisa kuburin mayat saya di belakang taman biar orang-orang pada gak heboh."
Dimas tersenyum masam, "Bodoh. Makanlah." katanya sambil mengulurkan sebungkus roti.
Jadi, aroma keju yang menguar itu dari roti ini. Pantas saja hidungnya tergelitik dan cacing-cacingnya kian bergemuruh.
"Untuk saat ini, makan roti saja dulu. Nanti ke McD-nya saat makan malam saja."
"Mana cukup." gumam Camelia sedih.
Dimas dengan gemas menyentil kening Camelia, "Badanmu kecil, tapi ternyata makanmu banyak. Kamu tidak cacingan, 'kan?"
"Enak aja! Gini-gini saya itu sehat wal a'fiat. Cuman nafsu makan aja yang porsinya agak spesial."
"Ya sudah, dimakan dulu. Makan punya saya saja sekalian."
Camelia sontak menahan tangan Dimas yang akan mengulurkan roti yang lain. Ia mengambil jatahnya yang telah dibukakan oleh Dimas dan menggigitnya dalam gigitan yang besar hingga memenuhi mulutnya.
"Bhaphak jhugha mmhakhan."
Dimas diam memperhatikan Camelia, menatapnya lekat seolah-olah sedang mencari sesuatu dalam dasar bola mata itu. Camelia makan dengan lahap hingga belepotan, Dimas pun menyodorkan sapu tangannya. "Makan sampai belepotan begitu."
Camelia mengambil sapu tangan itu sambil bersungut-sungut. Ia tetap melanjutkan makan tanpa peduli ditatap lekat oleh Dimas.
"Kamu mengingatkan saya pada Sabila."
![](https://img.wattpad.com/cover/215398433-288-k232858.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Camelia Blooms [Completed]
Romantizm[PART LENGKAP] Berawal dari pertemuan tak sengaja di satu musim semi hingga takdir terus bergulir membawa rangkaian kisah rumit yang tak terduga, menghadirkan tawa dan tangis disertai taburan rasa yang perlahan memekarkan cinta diantara dua insan ya...