Karya: Julysevi
***
Apa yang dilakukan seorang jomlo di malam Minggu? Duduk di samping jendela sambil meratapi nasib? Rebahan sampai pagi? Merecoki teman pacaran? Atau nge-date dengan gebetan yang belum juga memberi kepastian?
Bagi Mulya, malam Minggu pasti rebahan. Tapi karena hari ini sedang ada pasar malam di stadion kota, akhirnya gadis belia itu memilih ikut ajakan dari Adib. Ya, meskipun harus menjadi obat nyamuk antara Adib dengan Tia.
Beruntungnya hari ini tidak turun hujan sehingga suasana cukup ramai. Kemarin-kemarin sampai banjir gara-gara hujan seharian tidak berhenti. Lampu kelap-kelip dan berbagai permainan anak-anak menambah kesan ramai stadion itu. Suara penggorengan tak bisa menyamai kerasnya musik sana sini yang terdengar berbeda setiap stan. Lampu putih---dengan cahaya mampu membutakan mata---diarahkan ke langit, untuk memberi tanda bahwa sedang ada keramaian di pusat kota. Namun ramainya pasar malam itu tak seramai hati Mulya. Meskipun sudah diajak keliling oleh Adib, tetap saja gadis itu merasa kesal. Ia diacuhkan, tidak diajak bicara oleh keduanya.
"Aku duduk di sini aja deh, kalian muter-muter sana! Ntar kalau mau pulang samperin ya," ujar Mulya.
Akhirnya setelah membeli es krim cokelat dari salah satu stan, Mulya memilih duduk di kursi dekat permainan anak-anak yang lumayan ramai. Yaitu kuda-kudaan. Di samping permainan itu ada sebuah gudang, dan sampingnya lagi kosong, gelap. Mungkin itu tempat paling pojok dari pasar malam ini. Tak Mulya hiraukan dua sepasang kekasih yang sedang bermain kuda-kudaan di sana. Fokus gadis berambut sepundak itu pada tempat kosong di samping gudang.
Di sana berdiri sesuatu sedang menyamping, berwarna putih, tapi belum jelas di pandangan Mulya. Karena penasaran, gadis itu berdiri dan menghampiri benda tersebut. Semakin ke sana, semakin ia keluar dari area pasar malam. Telinga Mulya seakan tak lagi mendengar hiruk-pikuk keramaian di pasar malam. Kakinya yang melangkah pelan dapat merasakan dinginnya angin malam. Angin itu juga menelusup dalam tubuh Mulya yang tak berbalut jaket. Sehingga bulu romanya berdiri tegak.
"Halo? Permisi?" Mulya terfokus pada satu titik di mana benda berwarna putih setinggi manusia itu. Namun karena matanya tak awas, ia berteriak saat sosok itu menghadap ke arahnya. "AAAAA!"
Sosok terbungkus putih dengan wajah hitam itu menatap Mulya. Mulya pun berlari terbirit kembali masuk ke area pasar malam. Teriakannya tak hanya berhenti di situ, gadis itu sampai mengundang tanya banyak orang.
Napas Mulya tak beraturan, ia memilih berlari saja dari kerumunan orang-orang yang penasaran melihatnya. Entah ke mana es krimnya pergi, Mulya tak peduli. Sekarang yang ada di pikirannya adalah pulang!
***
Mulya tak sempat memesan ojek, beruntung tadi ada tukang ojek di depan pasar malam. Gadis itu memilih untuk segera pergi dari sana daripada harus bertemu lagi dengan sosok mengerikan tadi. Seumur hidup, baru kali ini Mulya melihat sosok itu bahkan mungkin itu satu-satunya hantu yang pernah Mulya lihat secara langsung.
Mulya mencari uangnya di tas saat tukang ojek mengantarnya sampai depan gerbang rumah. Entahlah di saat seperti ini ke mana pergi dompet miliknya. Tidak mungkin tertinggal, ia ingat jelas memasukkannya dalam tas setelah membayar es krim tadi. Setelah mengobrak-abrik isi tas dan hampir menumpahkan isinya, dompet tersebut ketemu. Tangan gemetaran milik gadis itu mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Ia mendongak dan menyodorkan uang tersebut kepada tukang ojek.
Namun, sayang, Mulya harus pingsan dan dibantu Adib yang juga baru pulang---untuk masuk rumah.
Tukang ojek itu sudah lenyap dari hadapan Mulya, tanpa suara, tanpa meninggalkan jejak apa pun. Mulya juga tersadar bahwa tukang ojek tadi mengetahui alamat rumahnya tanpa ia beri tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCARED WITH WITS
HorrorBerisi kumpulan cerpen horor karya member Writing in The Sky.