Mimpi Itu

24 5 0
                                    

Karya: ashsrswt

***

Siaran televis yang menampilkan seorang wanita yang tengah membawakan berita terkini mengenai penemuan mayat di lokasi bekas bangunan mall yang sudah runtuh sejak sepuluh tahun yang lalu nampaknya tak begitu menarik perhatian salah seorang gadis yang kini tengah menulis cerita dengan ditemani oleh sahabatnya.

"Menurut kamu, berita itu benar tidak?" tanya Delia, gadis yang selalu merecoki sahabatnya yang tengah bergelut dengan imajinasi.

"Entah." Mona sama sekali tak tertarik dengan berita tersebut.

"Siapa tahu mayat yang ketemu itu ... , pacar kamu." Tangan Mona langsung berhenti mengetikkan kata-kata dengan papan keyboard-nya kala Delia menyinggung tentang kekasihnya yang meninggal akibat kecelakaan itu.

"Jangan asal bicara, Del. Rey sudah tenang di alam sana," peringat Mona kemudian kembali bergelut dengan kesibukannya menulis cerita yang tengah ia garap.

"Tenang? Bahkan mayatnya pun belum ditemukan."

"Diam!" Delia tak melanjutkan celotehannya lagi ketika Mona mulai marah. Bukan karena takut, namun ia malas membuat masalah dengan sahabatnya sendiri.

Angin mulai menembus melalui celah jendela yang tak bisa dikatakan kecil. Mona masih enggan untuk terjun ke alam mimpi, deadline membuatnya pusing setengah mati karena tak segera dikerjakan sejak awal diberi tugas, kebiasaan Mona memang seperti itu.

Delia yang sebelumnya mengajak Mona untuk menonton drama korea atau sering disebut drakor, sudah tertidur dengan begitu lelap menjelajahi mimpinya yang abstrak. Merasa tubuhnya lelah, Mona mengambil posisi untuk ikut tidur di samping sahabatnya.

Tatapannya mengelilingi atap yang terlihat sedikit kecoklatan karena jarang dibersihkan. Bunyi napasnya beradu dengan dentingan jarum jam yang berputar mengelilingi porosnya. Entah kenapa saat tubuhnya terasa lelah, matanya justru enggan terpejam.

Beberapa menit kemudian, Mona bangkit dengan kepala yang sedikit pusing karena lebih dari lima jam ia menatap layar komputernya yang bersinar terang. Kakinya berjalan membawa tubuhnya keluar rumah dan berakhir di depan garis polisi yang mengelilingi bekas bangunan mall yang runtuh.

Mona tak bisa berpikir sedikitpun, seperti terbawa oleh angin, tubuhnya mulai melewati garis polisi yang terbentang luas.

Dingin mulai menyergap seluruh tubuh Mona hingga sedikit menggigil, namun kakiny masih belum berhenti berjalan lebih dalam menyusuri bangunan yang terlihat begitu menakutkan.

Tepukan di bahu kanannya membuat tubuhnya berputar 180 derajat menghadap ke arah orang yang menepuknya. Seorang pria dengan wajah yang sudah hancur dan penuh darah berdiri tepat di hadapannya.

"Ah..." bibir Mona langsung dibungkam oleh bibir seseorang yang sudah sepuluh tahun ia kenal. Ingin memberontak, namun tubuhnya menolak.

"Lepas!" teriak Mona ketika mendapat celah untuk berontak.

"Sayang, masih ingat aku, kah?" Tubuh Mona menegang kala mendengar suara yang begitu dingin menyapa telinganya.

Mona menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia memang tahu orang yang di depannya adalah sang kekasih, tetapi kekasihnya itu sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu akibat kecelakaan mall runtuh.

"Ikut aku, Mona! Kau yang mengajakku ke sini waktu itu, sekarang ikut aku dan temui ajalmu!" Detak jantung Mona berdetak tidak beraturan, napasnya memburu, peluhnya berlomba untuk turun.

"Lepas, Rey. Kamu sudah mati!" Teriakkan Mona tak didengarkan oleh Rey yang terus menarik pergelangan tangan Mona dengan keras.

"Susul aku kalau begitu," ucap Rey dengan tampang yang begitu santai.

"Lepas atau aku akan teriak?!" ancam Mona yang sudah kehabisan tenaga, namun tetap berusaha lolos dari genggaman Rey.

Rey menerbitkan senyum smirk-nya kepada sang kekasih membuat kekasihnya itu semakain ketakutan. Ia mulai mendekati Mona yang perlahan-lahan memundurkan tubuhnya ketika Rey maju

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Bermain-main dengan nyawamu." Ucapan Rey berhasil membuat bulu kuduk Mona berdiri seketika.

Ketika Rey mulai menarik baju bagian bawah Mona, tentu saja hal itu membuat Mona berontak dan berusaha melepas genggaman tangan Rey di bajunya.

Tepat saat tubuh Rey sudah benar-benar sangat dekat dengan Mona, tiba-tiba kepala Mona berdenyut pusing tak karuan. Dengan suara yang masih tersisa, Mona berteriak sekencang-kencangnya.

"Aaaaa!!"

Tubuh Mona langsung terduduk dengan detak jantung yang tidak beraturan. Peluhnya membanjiri seluruh tubuh hingga benar-benar seperti orang yang sedang mandi.

"Ada apa, Mon?" tanya Delia ikut terbangun kala mendengar teriakan sahabatnya yang begitu keras memekakan telinga.

"Aku .... aku ketemu sama Rey," lirih Mona menangkup wajahnya ke dalam dua telapak tangannya.

"Maksudnya?"

"Semoga cuma mimpi." Mona mengangguk setuju dengan ucapan sahabatnya.

***

Kini Delia dan Mona tengah duduk santai di depan televisi untuk menyaksikan siaran berita terkini. Mereka berdua dikagetkan dengan berita bahwa mayat yang baru saja ditemukan adalah mayat seorang pria yang mereka kenal, Rey Yuditambara.

Mona sempat terpaku sejenak karena kejadian yang berada di dalam mimpinya tampak begitu nyata, dan sekarang sebuah kenyataan bahwa kekasihnya telah ditemukan. Apakah mimpi itu berhubungan dengan ditemukannya mayat Rey?

SCARED WITH WITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang