Janjiku

50 7 13
                                    

Karya: Radhy_ahra

Cek mulmed ya...

***

Di tengah derasnya hujan Aslam kembali merasakan mulas yang makin kuat di perutnya. Rasa sakitnya kali ini dibarengi dengan cairan bening bercampur darah yang keluar dari jalan lahir anaknya.

"Ya Tuhan, aku akan melahirkan!" pekik Aslam terkejut.

Aslam melangkah pelan menuju keluar, ia hendak mencari orang lain untuk membantunya melahirkan. Aslam melangkah hati-hati di tengah derasnya hujan yang mendera. Rumahnya yang berada di paling ujung juga menghadap ke danau membuat ia harus berjalan memutar guna mencari rumah lain.

Pekikan kesakitan di sertai jatuhnya Aslam ke tanah merah membuat ia mau tak mau menghentikan langkahnya. Ia merasa jika kepala bayi telah berada di bibir vaginanya, membuat ia mengejan saat rasa mulas itu kembali datang.

oeekk ... oeekk ... oeekk ...

Aslam menangis lega, akhirnya anak yang selama ini ia dan suami nantikan telah lahir meski terpaksa melahirkan di atas tanah merah juga derai hujan.

Aslam memeluk erat bayinya, mendekap menghalau dinginnya hujan yang menyentuh tubuh bayi mungil nan lemah itu. Aslam kembali merasakan nyeri dari jalan lahirnya, kali ini tidak disertai rasa mulas melainkan rasa sakit yang amat sakit. Aslam bangkit dari pembaringannya dan menemukan kakinya telah berlumur darah begitupun darah yang terus mengalir deras dari kelaminnya.

"Tuhan, jika ini ajalku, izinkan aku menepati janjiku pada Taufik,"

****

Taufik melangkah ringan menuju rumahnya. Ia telah kembali dari medan perang, membawa tiga orang teman yang ia bantu selama peperangan.

Ah, sudah berapa lama Taufik pergi? Dari jumlah malam yang Taufik hitung, ia telah meninggalkan rumah sekitar satu tahun. Berarti istrinya telah melahirkan dan anaknya sudah berumur beberapa bulan. Ia tidak sabar ingin memeluk dan memberi nama pada bayi mereka.

"Hey Taufik, kenapa semangat sangat kau ini?" tanya Aldi, salah satu teman yang ikut ke rumah Taufik.

"Ya wajarlah aku tak sabar, aku hendak menemui istri dan anakku yang pastinya telah lahir," jawab Taufik.

"Biarlah saja Taufik tergesa-gesa begitu, ia pasti amat rindu dengan istrinya. Kau tak punya istri, makanya tak paham," bela Adib.

"Macam punya istri saja kau! sudahlah, jalanlah kalian yang benar! lihatlah si Taufik sudah jauh begitu, nanti kita tersesat macam mana?" marah Purnama.

"Macam mana mau cepat jika tanah licin begini? jatuhlah aku." dumel Aldi.

Mereka akhirnya sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar di tengah hutan di ujung perkampungan. Rumah yang entah kenapa memiliki aura yang cukup membuat ketiga kawan Taufik merinding ketakutan. Mereka melangkah naik, dan menemukan Taufik tengah memeluk wanita yang amat cantik dengan rambut yang tergerai panjang.

"Pantas saja ingin lekas pulang, istrinya seperti itu. Akupun pasti ingin pulang terus," bisik Adib.

Mereka terkejut saat mata istri Taufik yang sedari tadi memejam menatap marah ke arah mereka.

"Siapa mereka?" tanyanya.

Taufik mengurai pelukan lalu tersenyum dan mulai memperkenalkan temannya satu persatu.

"Aku tak tau kau hendak ajak teman, aku tak ada hidangan untuk mereka," sesal istri Taufik.

"Tak apa ... aku yang akan ke pasar untuk berbelanja. Kau tunggu saja di rumah temani Rusdy, susui dia hingga kenyang agar aku bisa mengajaknya bermain seharian ini,"

SCARED WITH WITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang