Taufik dan Hidayahnya

35 5 0
                                    

Karya: Tasyayouth

***

Taufik mendesah kasar. Malam ini ia terpaksa pulang larut malam. Bagaimana tidak? Mahda, gadis cerewetnya itu sudah lebih dahulu memonopolinya untuk jalan-jalan ke pantai Lhok Mee. Terkadang Taufik kesal dengan pacarnya itu, kenapa harus selalu ke pantai tiap hari minggu?

"Pacaranlah, ngapain lagi?"

Taufik kadang berpikir, pacaran itu sebenarnya seperti apa? Cuma jalan-jalankah? Untuk pamerkah? Atau untuk diporoti? Mengingat itu, Taufik jadi ingat uang lima ratus ribunya yang ludes hanya dalam beberapa jam. 

Jujur, hatinya merasa tidak enak kalau pulang ke Saree di tengah malam seperti ini. Namun, ia tidak mau dilempari panci berlapis arang oleh emaknya, Vira. Bisa ia bayangkan bagaimana ganasnya sang emak karena ia tidak pulang. Semua karena pernikahan kakak perempuannya, Tia.

"Jadi pulang, kan, Fik?" tanya Tia di seberang telepon. Wajahnya tampak bersinar, maklum mungkin selesai luluran. Biasanya Tia menelpon via suara saja, tetapi hari ini dia malah video call. Perlu dicurigai.

"Niatnya sih, aku mau nikahin Mahda dulu biar gagal acaramu besok."

Wajah Tia berubah garang. Ia memelototi Taufik. Lelaki itu tertawa dan men-screen shoot wajah kakaknya yang tampak lucu di layar.

"Heh, bocah! Enak aja mau ngelangkahin Kakak, kuaduin Bapak, ya? Pasti pacaran mulu 'kan?"

"Ish, siapa bilang pacaran mulu?"

"Noh, Mahda pasang snap IG. Ya taulah."

Taufik memutar bola matanya dengan malas. 

"Abis, seru jalan-jalan sama Taufik."

"Pasti enggak enak pacaran sama Taufik. Ya gak, Da?"

"Maunya aku enggak pulang aja. Udah malam loh, Kak," ucap Taufik menginterupsi.

"Harus, Fik. Kapan lagi kamu liat Kakakmu jomlo? Ya malam ini. Soalnya besok udah punya orang lain," kekeh Tia. 

Taufik tahu, kakaknya itu mau pamer. Maklum, terlalu lama jomlo membuat otak kakaknya sedikit geser. Beruntung Tia mendapatkan lelaki yang baik seperti Jaki. Berondong pula. Yang sialnya itu Jaki, menikahi Tia yang punya seribu macam senjata tajam di lidahnya.

"Banyak tugas kuliahan loh yang kutinggal karena acaramu."

"Enggak peduli! Saudara lain udah datang dari minggu kemarin. Lah adik sendiri malas datang. Mana dekat lagi. Saree-Banda Aceh dekat, loh."

"Dahlah, ini kan mau pulang juga. Sebelum keburu terlalu malam di jalan. Kututup, ya. Assalamualai'kum."

"Wa'alaikumsalam. Pokoknya malam ini udah harus pul--"

Tit!

Mati.

Bukannya Taufik tidak menghargai Tia, hanya saja wanita itu pasti akan menambah ceramahnya lagi. Walaupun salam sudah terucap, tetapi omelan tetap berjalan.

Buru-buru disimpannya handphone ke dalam sakunya. Menarik napas panjang, lalu menghidupkan mesin sepeda motor bututnya. Walau butut-butut begitu, ia sudah membawa Mahda keliling Banda Aceh. 

"Nanti jangan ngebut-ngebut, Fik. Dingin. Takut juga ntar kenapa-napa."

"Tenang."

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Taufik yang sengaja membuka kaca helm. Seperti biasa, dinginnya malam benar-benar menusuk kulit. Ia ingat jaket hitamnya sudah cukup tebal, tetapi kenapa masih tetap dingin?

SCARED WITH WITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang